BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Guru adalah pelaku perubahan. Gagasan ini menjadikan
guru harus peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan, pembaharuan serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sejalan dengan tuntutan masyarakat
dan perkembangan zaman. Sebagai orang yang digugu dan ditiru seorang
guru dengan sendirinya memiliki peran yang luar biasa dominannya bagi peserta
didik. Dalam sebuah proses pendidikan, peran guru merupakan satu komponen yang
sangat penting selain komponen lainnya seperti tujuan, kurikulum, metode,
sarana dan prasarana lingkungan, dan evaluasi. Untuk mendatangkan hasil
pendidikan yang berkualitas tentunya diperlukan sumber daya manusia (guru) yang
berkualitas pula. Maka dalam konteks ini sangat dibutuhkan professionalisme guru.
Pendidikan yang profesional akan dapat mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa.
Seiring dengan laju perkembangan pemikiran manusia
yang melahirkan peradaban yang sangat cepat pertumbuhannya ditandai dengan
kemajuan teknologi informasi yang kemudian dikenal dengan era global dengan
konsekuensi globalisasi. Globalisasi menawarkan paradigma baru dalam
pendidikan. Munculnya situasi global tersebut disamping menimbulkan dampak
positif terutama bagi pengembangan professionalitas guru, juga berdampak
negatif yang sudah sangat sulit dikontrol. Berbagai peralatan teknologi kian
membuka peluang atau menambah subur bagi terciptanya moral yang buruk. Hal yang
demikian dirasakan lebih menarik lagi bagi kalangan generasi muda yang serba
ingin tahu.
Globalisasi tidak dapat dihindari tetapi wajib
dihadapi. Oleh karena itu guru harus siap menghadapinya dengan
professionalisme. Guru yang professional adalah orang yang mempunyai
kelengkapan kompetensi hingga mampu bekerja dan bertanggungjawab, agar proses
pendidikan berjalan dengan baik dan menghasilkan produk yang baik pula maka
professionalisme guru harus ditingkatkan melalui proses pengajaran,
pembelajaran, maupun pendidikan, sehingga output yang menjadi harapan
masyarakat dapat terwujud.
Di sinilah tugas guru semestinya harus senantiasa
mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan, meningkatkan kualitas pendidikannya
hingga apa yang diberikan kepada peserta didiknya tidak lagi terkesan
ketinggalan zaman. Bahkan tidak sesederhana itu saja, ciri guru ideal di era
globalisasi seperti saat ini perlu tampil sebagai pendidik, pengajar, pelatih,
inovator dan dinamisator secara sekaligus dan integral dalam mencerdaskan anak
didiknya.
Maka persoalaan yang timbul kemudian adalah:
Bagaimana professionalisme guru menghadapi arus globalisasi, atau bagaimana
guru berperan di tengah arus globalisasi dengan profesionalismenya. Uraian
singkat di bawah ini akan mencoba menjawabnya.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian profesi, profesional, profesionalisme?
2. Apa saja Karakteristik Guru
Profesional?
3. Apa saja syarat-syarat
Profesionalisme Guru?
4. Apa
yang dimaksud dengan globalisasi?
5. Apa
saja dampak globalisasi dalam sektor pendidikan?
6. Apa
tantangan guru dalam era globalisasi?
C. Tujuan
Selain
memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Pendidikan, penyusunan makalah ini
bertujuan untuk memahami point-point pada rumusan masalah di atas.
BAB II
PROFESIONALISME GURU
A.
PENGERTIAN.
Sebelum
memahami pengertian “profesionalisme guru” penulis akan mengetengahkan pengertian
profesi dan profesional yang terkait dengannya bahkan ketiga-tiganya tidak bisa
dipisahkan, berikut ini penjelasannya:
1. Profesi,
Profesi, adalah pekerjaan, namun tidak semua
pekerjaan adalah profesi, karena profesi memiliki karakteristik sendiri yang
membedakannya dari pekerjaan lainnya. Profesi merupakan pekerjaan yang
dilandasi oleh pengetahuan atau pendidikan tertentu, sehingga dikatakan:
·
Professi
guru,
Adalah keahlian guru
dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh
pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga
masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan.
2. Professional,
Menunjuk
pada dua hal yakni orangnya dan penampilan atau kinerja orang tersebut dalam
melaksanakan tugas atau pekerjaannya.
·
Guru
Profesional, Guru adalah orang yang berwenang dan
bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual
maupun secara klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah”.[1]
Seorang guru profesional merupakan
seorang guru yang diharapkan dalam amanat UU No.14 tahun 2005. Guru profesional
adalah sebutan untuk guru yang telah memiliki sertifikat pendidik
berdasarkan UU guru dan dosen tahun 2005 dan berhak atas tunjangan profesi
sebesar satu kali gaji pokoknya setiap bulan.
Pemberian sertifikat pendidik kepada
guru telah melalui mekanisme dan proses yang panjang. Persyaratan-persyaratan
bagi seorang guru yang mengikuti uji kompetensipun terbilang berat dan sulit.[2]
·
Karakteristik Guru Profesional,
Untuk mengetahui bahwa seorang guru
dapat dikatakan profesional apabila memiliki ciri-ciri/karakteristik tertentu
yang dapat diukur dan diketahui dengan mudah. Pengetahuan tentang karakteristik
guru profesional dimaksudkan agar setiap orang dapat menilai, menelaah serta
membedakan guru profesional dengan guru yang belum profesional di bidangnya.
Adanya karakteristik guru profesional
merupakan kunci dasar untuk mengukur keahlian seorang guru apakah ia sudah
memiliki sifat-sifat guru profesional ataukah masih belum memilikinya.
Pemaparan karakteristik guru profesional ini menjadi salah satu tolok ukur bagi
siapa saja yang mau menjadi guru profesional.
Ciri
atau karakteristik guru profesional di antaranya:
1) Guru
selain memiliki wawasan pengetahuan tentang bidang materi yang akan di ajarkan
juga memiliki keahlian dan ketrampilan untuk menyampaikannya. Kemampuan ini
memberi manfaat pada kegiatan pembelajaran sehingga dapat dilaksanakan dengan
efektif dan efesien.
2) Guru
profesional harus memiliki mental modern seperti, berpandangan jauh ke depan,
menghargai waktu, disiplin, kreatif, inovatif, dinamis, penuh percaya diri,
terbuka, dan menghargai orang lain.
3) Guru
profesional juga tidak mengabaikan kekuatan jiwa agama, bermoral, dan berakhlak
mulia sehingga diharapkan guru tidak terpengaruh oleh adanya faham-faham
kehidupan yang mengarah pada sifat sekularistik.[3]
·
Persyaratan guru professional.
Menurut Oemar Hamalik, guru professional harus memiliki
persyaratan, yang meliputi;
a.
Memiliki
bakat sebagai guru
b. Memiliki keahlian sebagai guru
c.
Memiliki
keahlian yang baik dan terintegrasi
d.
Memiliki
mental yang sehat
e.
Berbadan
sehat
f.
Memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang luas
g.
Guru
adalah manusia berjiwa Pancasila
h. Guru adalah seorang warga negara
yang baik.[4]
3. Profesionalisme,
Dari
kata professional kemudian terbentuklah istilah profesionalisme yang memiliki
makna menunjuk pada derajat atau tingkat penampilan seseorang sebagai seorang
yang professional dalam melaksanakan profesi yang ditekuninya. Profesionalisme memberi
penekanan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau suatu kemampuan manajemen
dengan strategi penerapannya.
·
Profesionalisme
guru.
Profesionalisme
tidak sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen namun lebih merupakan sikap
dan pengembangan profesionalisme, lebih dari seorang teknisi tidak hanya
mempunyai keterampilan yang tinggi namun mempunyai tingkah laku sesuai dengan
yang disyaratkan.
Guru pada sejumlah negara maju
sangat dihargai karena secara spesifik guru memiliki:[5]
1. Kecakapan
dan kemampuan untuk memimpin dan mengelola pendidikan.
2. Ketajaman
pemahaman dan kecakapan intektual, cerdas emosional dan sosial untuk membangun
pendidikan yang bermutu, dan,
3. Perencanaan
yang matang, bijaksana, kontekstual dan efektil untuk membangun humanware yang
unggul, bermartabat, dan memiliki daya saing.
Keunggulan
guru adalah terus maju untuk mencapai yang terbaik dan memperbaiki yang
terpuruk. Mereka secara berkelanjutan (sustainable)
terus menigkatkan mutu diri dari guru biasa ke guru yang baik dan terus
berupaya meningkat ke guru yang lebih baik dan akhirnya menjadi guru yang
terbaik, yang mampu memberi inspirasi, ahli dalam materi, memiliki moral yang
tinggi dan menjadi teladan yang baik bagi siswa.
Di
Indonesia guru yang memiliki keahlian, spesialisasi yang harus diakui masih
sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah penduduk, atau bahkan langka.
Walaupun sudah sejak puluhan tahun dipersiapkan, namun hasilnya masih belum
nampak secara nyata. Hal tersebut lebih disebabkan oleh, masih cukup banyak
guru yang belum memiliki konsep diri yang baik, tidaktepatan menyandang
predikat sebagai guru, dan mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan keahliannya
(mismatch). Semuanya terjadi karena kemandirian guru belum tampak secara
nyata, yaitu sebagian guru belum mampu melihat konsep dirinya (selfconsept),
ide dirinya (self idea), dan realita dirinya (self reality). Tipe
guru seperti ini mustahil dapat menciptakan suasana akademik pembelajaran yang
aktif, innovative, kreatif, efektif, dan menyenangkan (paikem).
Memperhatikan
kualitas guru di Indonesia memang masih jauh berbeda dengan dengan guru-guru
yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat pengembangan
profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan
Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar pengembangan profesi guru
yaitu;[6]
1) Standar pengembangan profesi A
adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi
sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiry[7].
Para
guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat
penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan
fenomena alam;
2) Standar pengembangan profesi B
adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian
pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan
pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya
tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif
dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting,
konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan,
profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa
membantu siswa belajar;
3) Standar pengembangan profesi C
adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan
pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik
biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk
belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru
berkesempatan terus untuk belajar;
4) Standar pengembangan profesi D
adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan
terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan
kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan.
Apabila
guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang
berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia pastinya
semakin baik.
B.
SYARAT-SYARAT
PROFESIONALISME GURU.
Selain
memiliki standar profesional guru sebagaimana uraian di atas, di Amerika
Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational
Leadership 1993, dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru
dituntut untuk memiliki lima hal:[8]
1) Guru mempunyai komitmen pada siswa
dan proses belajarnya,
2) Guru menguasai secara mendalam
bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa,
3) Guru bertanggung jawab memantau
hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi,
4) Guru mampu berfikir sistematis
tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya,
5) Guru seyogyanya merupakan bagian
dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Arifin
(2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai;[9]
1) Dasar ilmu yang kuat sebagai
pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan
di abad 21.
2) Penguasaan kiat-kiat profesi
berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu
praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses
yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya
diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia.
3) Pengembangan kemampuan profesional
berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus
dan berkesinambungan antara Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan
(LPTK) dengan praktek pendidikan.
Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen
pendidikan yang lemah.
Dengan
adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk
melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu;
1) Memiliki kepribadian yang matang dan
berkembang;
2) Penguasaan ilmu yang kuat;
3) Keterampilan untuk membangkitkan
peserta didik kepada sains dan teknologi; dan
4) Pengembangan profesi secara
berkesinambungan.
Keempat
aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan
ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru
yang profesional.
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi, akan
mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis.
Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan
guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu
suasana dan lingkungan belajar yang invitation
learning environment.
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi
yaitu sebagai fasilitator, motivator,
informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor,
evaluator, dan administrator.[10]
C.
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PROFESIONALISME GURU.
Kondisi pendidikan nasional kita memang tidak
secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun isinya masih memerlukan
perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain
ada kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat
yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang
tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu
adalah pekerjaan seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem
pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya
bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan
profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau
komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata.
Guru selalu diintervensi. Tidak
adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai
pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru
tidak memiliki otonomi sama sekali.
Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol
melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang
telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah
menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar
membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang
terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.
Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih
terselingkung dua masalah yang memiliki mutual
korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa
pihak terutama pengambil kebijakan;
1) Profesi
keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji
berimplikasi pada kinerjanya;
Selain
faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru
disebabkan oleh antara lain;
1) Masih banyak guru yang
tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang
bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada;
2) Belum adanya standar
profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju;
3) Kemungkinan disebabkan
oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal
jadi tanpa mempehitungkan output nya
kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap
etika profesi keguruan;
4) Kurangnya motivasi
guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti
sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima
penyebab rendahnya profesionalisme guru;
1) Masih
banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total,
2) Rentan dan
rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan,
3) Pengakuan
terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan
kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya
kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan
4) Masih
belum smooth-nya perbedaan pendapat
tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru,
5) Masih belum
berfungsi Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI) sebagai organisasi profesi yang berupaya
secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.
Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa
disalahkan, terutama untuk menjadi pressure
group (golongan
berpengaruh) agar dapat
meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI
sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya.
D.
UPAYA MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
Dengan melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme
guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi
guru. Diantaranya, meningkatkan
kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga
pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan
Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I
(sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna
banyak, kalau guru tersebut secara entropi
kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.
Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang
dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi.
Program sertifikasi telah dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB
Loan 1442-INO) yang telah melatih 805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15
Kabupaten dalam 6 wilayah propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, NTB dan Kalimantan Selatan.
Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia
untuk meningkatkan profesionalisme
guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru)
yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan
masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya.
Pengembangan profesionalisme
guru harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam
proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran,
pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat
terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi,
peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan
profesionalisme seseorang termasuk guru.
Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme
guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil
guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta),
PGRI dan masyarakat.
BAB III
GLOBALISASI
A. Global dan Globalisasi
Globalisasi adalah proses integrasi
internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan
dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan
lainnya. Kemajuan infrastruktur transportasi
dan telekomunikasi,
termasuk kemunculan telegraf dan internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang
semakin mendorong saling ketergantungan
(interdependensi) aktivitas ekonomi
dan budaya.[12]
Globalisasi
sering diterjemahkan “mendunia”. Suatu entitas
(wujud), betapapun, dimanapun, kapanpun, dengan cepat menyebar ke seluruh
pelosok dunia, baik berupa ide, gagasan, data, informasi, produksi,
pembangunan, pemberontakan, dan sebagainya, begitu disampaikan, saat itu pula
diketahui oleh semua orang di dunia.
Kekuatan
globalisasi menurut analisis para ahli pada umumnya bertumpu pada 4 kekuatan
global, yaitu:
1) Kemajuan
iptek terutama dalam bidang informasi dan inovasi-inovasi baru di dalam
teknologi yang mempermudah kehidupan manusia.
2) Perdagangan
bebas yang ditunjang oleh kemajuan iptek.
3) Kerjasama
regional dan internasional yang telah menyatukan kehidupan bersama dari
bangsa-bangsa tanpa mengenal batas negara.
4) Meningkatnya
kesadaran terhadap hak-hak asasi manusia serta kewajiban manusia di dalam
kehidupan bersama, dan sejalan dengan itu semakin meningkatnya kesadaran
bersama dalam alam demokrasi.
Kemajuan
iptek yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa
dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Sebagai contoh, berbagai jenjang
pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri
maupun swasta membuka program kelas internasional. Hal ini dilakukan untuk
menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat.
Inilah yang dimaksud dengan globalisasi
pendidikan.
B. DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF GLOBALISASI
PENDIDIKAN.
1.
Dampak
positif globalisasi pendidikan:
a. Semakin
mudahnya akses informasi.
b. Globalisasi
dalam pendidikan akan menciptakan manusia yang professional dan berstandar internasional
dalam bidang pendidikan.
c. Globalisasi
akan membawa dunia pendidikan Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara
lain.
d. Globalisasi
akan menciptakan tenaga kerja yang berkualitas dan mampu bersaing.
e. Adanya
perubahan struktur dan sistem pendidikan yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan karena perkembangan ilmu pengetahuan dalam
pendidikan akan sangat pesat.
2. Dampak
negatif globalisasi pendidikan.
a. Dunia
pendidikan Indonesia bisa dikuasai oleh para pemilik modal.
b. Dunia
pendidikan akan sangat tergantung pada teknologi, yang berdampak munculnya
“tradisi serba instant”.
c. Globalisasi
akan melahirkan suatu golongan-golongan didalam dunia pendidikan.
d. Semakin
terkikisnya kebudayaan akibat masuknya budaya dari luar.
e. Globalisasi
mengakibatkan melonggarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara.
C. TANTANGAN
PROFESIONALISME GURU DI ERA GLOBALISASI.
Globalisasi
akan menjadi tantangan tersendiri bagi para guru, terlebih yang telah memperoleh
legalitas pengakuan akan professionalitas keguruannya, yaitu sertifikat guru.
Apabila guru tidak siap menghadapinya maka akan diterjang, dan jika tidak mampu
menyesuaikan diri maka akan menjadi orang tidak berguna dan hanya akan menjadi
penonton.
Dalam
kehidupan bermasyarakat di era global ini, guru di satu sisi diharapkan lebih
bermoral dan berakhlak daripada masyarakat umum tetapi di sisi lain muncul
problem baru sebagai tantangan manakala guru tidak memiliki kemampuan materi
untuk memiliki segala akses dan jaringan informasi seperti TV, buku-buku,
majalah, koran, dan internet untuk meningkatkan profesionalnya sekaligus
memperkaya informasi mengenai perkembangan pengetahuan dan berbagai dinamika
kehidupan global, sehingga sangat sulit dibayangkan guru dapat tampil lebih
professional dan memiliki tanggungjawab moral profesi sebagai konsekuensinya di
era global.
Pemerintah
pun berupaya mengatasi problem tersebut dalam meningkatkan profesionalitas guru
dengan mengadakan sertifikasi guru untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Perhatian pemerintah tersebut diharapkan dapat memberi solusi terhadap
persoalan dunia pendidikan khususnya kepada guru untuk tetap berkomitmen
meningkatkan kualitas pembelajaran dan mutu pendidikan di era global sekarang
ini.
Menghadapi
tantangan demikian, diperlukan guru yang benar-benar profesional. Dalam konteks
ini Makagiansar menawarkan empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
guru guna menghadapi era global, yaitu:[13]
1.
Kemampuan
antisipasi,
Kemampuan antisipasi merupakan kemampuan
yang harus dimiliki seorang pendidik untuk mengantisipasi dan mencegah
terjadinya masalah, baik dalam proses pembelajaran maupun masalah yang mungkin
timbul diluar pembelajaran. Misalnya kemampuan antisipasi dapat dilakukan
dengan cara guru mempersiapkan sarana prasarana dan segala sesuatunya agar tidak
terjadi kendala dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
2.
Kemampuan
mengenali dan mengatasi masalah,
Seorang pendidik perlu melakukan
pendekatan terhadap peserta didiknya untuk dapat mengenali dan mengidentifikasi
masalah yang dihadapi oleh peserta didiknya baik itu yang berkaitan dengan
akademi maupun non akademi. Tidak hanya berhenti pada mengenali masalah saja,
namun juga dilakukan follow up
pemilihan solusi dari masalah yang dihadapi siswa dan melaksanakan solusi
tersebut sehingga masalah peserta didik dapat teratasi.
3.
Kemampuan
mengakomodasi,
Seorang guru harus mampu mengakomodasi
perbedaan yang terdapat pada peserta didiknya. Perbedaan disini dapat berupa
kebutuhan antara satu individu dengan individu lain.
Guru
dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik dalam kaitannya dengan pembelajaran
seperti menyediakan kebutuhan akan ilmu, dan sarana prasarana bila mampu.
4.
Kemampuan
melakukan reorientasi.
Sikap terhadap suatu hal. Guru perlu
menentukan acuan-acuan apa saja yang akan dicapai Sebagai pendidik, guru harus
mampu melakukan reorientasi yaitu
meninjau kembali suatu wawasan dan menetukan dan membuat peserta didiknya yakin
dan termotivasi untuk mencapai tujuan tersebut.
Kecuali
itu seorang guru juga harus mempunyai:[14]
1.
Kompetensi
generic (generic competences):
Kemampuan generik merupakan kemampuan yang harus dimiliki
seorang pendidik yang di dalamnya mencakup strategi kognitif, dan dapat pula
dikenal dengan sebutan kemampuan kunci-kunci, kemampuan inti (core skill), kemampuan essensial, dan kemampuan dasar.
Kemampuan generik antara lain meliputi: keterampilan komunikasi, kerja tim,
pemecah masalah, inisiatif dan usaha (initiative
dan enterprise), merencanakan dan
mengorganisasi, management diri,
keterampilan belajar dan keterampilan teknologi (Gibb dalam Rahman, 2008)
2.
Keterampilan
mengatur diri (managing self skills),
Mendorong diri sendiri untuk mau
mengatur semua unsur kemampuan pribadi, mengendalikan kemauan untuk mencapai
hal-hal yang baik, dan mengembangkan berbagai segi dari kehidupan pribadi agar
lebih sempurna. Bagaimana seseorang guru bisa menjadi seorang guru yang
professional dan berbudi luhur kalau ia tidak dapat mendorong, mengatur,
mengendalikan, dan mengembangkan semua sumber daya pribadinya. Oleh karena itu
keterampilan mengatur diri bagi seorang guru adalah sangat mutlak diperlukan
agar dapat menjalankan segala tugasnya dengan baik.
3.
Keterampilan
berkomunikasi (communicating skills),
Keterampilan berkomunikasi adalah
keterampilan utama yang harus dimiliki untuk mampu membina hubungan yang sehat
di mana saja, di lingkungan sosial, sekolah, usaha dan perkantoran, di kebun
atau di mana saja. Sebagian besar masalah yang timbul dalam kehidupan sosial
adalah masalah komunikasi. Jika keterampilan komunikasi dimiliki maka akan
sangat besar membantu meminimalisasi potensi konflik sekaligus membuka peluang
sukses.
4.
Kemampuan
mengelola orang dan tugas (ability of
managing people and tasks),
Kemampuan yang harus dimiliki oleh
seorang guru agar dapat mengelola peserta didiknya sekaligus tugas keguruanya
agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Mengelola orang dengan mengenali
emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang
lain. Penguasaan keterampilan ini membuat kita lebih efektif dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut Stephen Covey sebagai
komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti.
Keterampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara
efektif.
Dari segi tugas, guru berfungsi memberikan
dorongan kepada siswa untuk dapat belajar lebih giat, dan memberikan tugas
kepada siswa sesuai dengan kemampuan dan perbedaan individual peserta pendidik.
5.
Kemampuan
mobilisasi pengembangan dan perubahan (mobilizing
innovation and change).
Kemampuan mobilisasi perkembangan dan perubahan yaitu, guru
berfungsi melakukan kegiatan kreatif, menemukan strategi, metode, cara-cara,
atau konsep-konsep yang baru dalam pengajaran agar pembelajaran bermakna dan
melahirkan pendidikan yang berkualitas. Guru bertanggung jawab untuk
mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi
pewaris masa depan dan guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
Penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta semangat kompetitif juga merupakan hal
penting bagi guru-guru yang profesional karena diharapkan mereka dapat membawa
atau mengantarkan peserta didiknya mengarungi dunia ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk memasuki era global yang melek ilmu pengetahuan dan teknolog,
dan sangat kompetitif.
Di
era global karakteristik guru harus jelas dan tegas dipertahankan antara lain
adalah:
1. Memiliki
ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah,
2. Memiliki
kepribadian yang prima, dan
3. Memiliki
keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Sementara
Tilaar (1998) memberikan empat ciri utama agar seorang guru masuk dalam kategori
guru yang professional, yaitu:[15]
1. Memiliki
kepribadian yang matang dan berkembang,
2. Memiliki
keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik,
3. Memiliki
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, dan
4. Sikap
profesionalnya berkembang secara berkesinambungan.
Guru
yang bermutu ialah mereka yang dapat membelajarkan siswa secara tuntas, benar
dan berhasil. Untuk itu guru harus menguasai keahliannya, baik dalam disiplin
ilmu pengetahuan maupun metodologi mengajarnya. Setidaknya ada
empat prasyarat bagi seorang guru agar dapat bekerja professional, yaitu:[16]
1. Kemampuan
guru mengolah/menyiasati kurikulum,
2. Kemampuan
guru mengaitkan materi kurikulum dengan Iingkungan,
3. Kemampuan
guru memotivasi siswa untuk belajar sendiri, dan
4.Kemampuan
guru untuk mengintegrasikan berbagai mata pelajaran menjadi kesatuan konsep yang
utuh.
BAB
IV
PENUTUP
Simpulan,
1.
Sebagai
seorang pendidik harus cekatan dalam menghadapi persoalan yang ada, terutama
pada perubahan-perubahan IPTEK yang telah bermunculan. Sebagai bukti bahwa
sebagai seorang pendidik dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan zaman
yang sekarang, yaitu di era globalisasi ini.
2.
Mengapa
guru dituntut agar dapat menaklukkan tantangan-tantangan yang ada? Dikarenakan
demi memajukan serta membimbing para peserta didik ke arah yang baik, yang
diharapkan oleh bangsa ini, yaitu sebagai generasi penerus bangsa yang kreatif,
inovatif dan lain sebagainya.
3. Guru Profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya. Yaitu
bahwa dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik
untuk/dalam belajar, guru dituntut untuk mencari tahu terus-menerus bagaimana
seharusnya peserta didik itu belajar. Maka apabila ada kegagalan peserta didik,
guru terpanggil untuk menemukan penyebab kegagalan dan mencari jalan keluar
bersama dengan peserta didik; bukan mendiamkannya atau malahan menyalahkannya. (Baskoro Poedjinoegroho E, Kompas Kamis, 05 Januari 2006)
DAFTAR
PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri dan
Wawan,
Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Surabaya: Usaha Nasional, 1994
http//kompasiana.com,
edukasi, Mencermati Hak dan Kewajiban
Guru Profesional di Era Globalisasi Saat ini.
Abudin, Nata, Paradikma
Pendidikan Islam. Jakarta: Grasindo, 2001
Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajarm Jakarta : Bumi Aksara, 2001
Syakur ,Mahlail, Sf., “Profesionalisme
Guru Dalam Perspektif Global”, Proceeding Seminar Nasional Universitas
Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, 2012
NRC. 1996. Standar for Professional Development for Teacher Sains
D., Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Jakarta:
Depdikbud, 1998
Arifin, I, Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi
Pendidikan dalam Era Globalisasi, Universitas Muhammadiyah Malang, 25-26
Juli 2001.
C.R , Semiawan,.,Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan
Nasional Menjelang Abad XXI., Jakarta: Grasindo. 1991
Akadum 1999, Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. http://www.suara
pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd, 7 Juni 2001
http// Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Globalisasi.
Makagiansar,
Makamina, Dimensi dan Tantangan Pendidikan dalam Era Globalisasi. Mimbar
Pendidikan. Nomor 4 Tahun IX, 1990
Rochaety ,Eti,
et.al, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2005
H .A. R.,
Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif
Abad XXI,Magelang: Tera
Indonesia, 1998.
Muchlas, Samani,
1996. Prospek Guru Tahun 2000.
[1] Syaiful
Bahri Djamarah dan Wawan,
Prestasi Belajar
dan Kompetensi Guru,
(Surabaya:
Usaha Nasional, 1994),
h.33.
[2]
http//kompasiana.com,
edukasi, Mencermati Hak dan Kewajiban
Guru Profesional di Era Globalisasi Saat ini
[3] Nata, Abudin, Paradikma
Pendidikan Islam.( Jakarta: Grasindo, 2001), hlm.165
[5]
Mahlail
Syakur Sf., “Profesionalisme Guru Dalam
Perspektif Global”,
Proceeding Seminar Nasional Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, 2012,
hlm. 14
[6]
NRC. 1996. Standar for Professional Development for Teacher Sains. hlm. 59-70
[7]
Metode
pembelajaran inquiry
adalah
sebuah strategi yang langsung terpusat pada peserta didik yang mana nantinya
kelompok-kelompok siswa tersebut akan dibawa dalam persoalan maupun mencari
jawaban atas pertanyaan sesuai dengan struktur dan prosedur yang jelas.
Sehingga model pembelajaran ini bisa melatih para siswa untuk belajar mulai
dari menyelidiki dan menemukan masalah hingga menarik kesimpulan. Adapun model
ini menjadikan siswa akan lebih banyak belajar mandiri untuk memecahkan
permasalahan yang telah diberikan oleh pengajar.
[8] Supriadi, D., Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (
Jakarta: Depdikbud, 1998)
[9]
Arifin, I, Profesionalisme Guru: Analisis
Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di
Universitas Muhammadiyah Malang, 25-26 Juli 2001.
[10] Semiawan, C.R.,Mencari
Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. (Jakarta:
Grasindo. 1991)
[11] Akadum 1999..
Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. (http://www.suara
pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd, diakses 7 Juni 2001). hlm. 1-2.
[12]Lebih jelasnya baca: http//
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Globalisasi.
[13] Makagiansar, Makamina, Dimensi
dan Tantangan Pendidikan dalam Era Globalisasi. Mimbar Pendidikan. Nomor 4
Tahun IX, 1990
[14]
Eti Rochaety, et.al, Sistem
Informasi Manajemen Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 40
[15]
Tilaar, H
.A. R., Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad
XXI,
Magelang:
Tera Indonesia, 1998.
[16] Samani, Muchlas. 1996. Prospek Guru Tahun 2000.