BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG.
Manusia adalah makhluk
sosial yang selalu berinteraksi dengan individu lain. Untuk menjaga
kelangsungan hidup bermasyarakat diperlukan aturan-aturan yang akan terwujud
dalam norma dan nilai sosial. Setiap masyarakat memiliki seperangkat norma dan
nilai sosial yang berbeda sesuai dengan karakteristik masyarakat itu sendiri. Nilai
dan norma tersebut akan dijunjung tinggi, diakui dan digunakan sebagai dasar
dalam melakukan interaksi dan tindakan sosialnya.
Nilai sosial merupakan
kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan terhadap suatu hal tentang baik buruk,
benar salah, dll. Dalam konsep sosiologi,
Nilai-Nilai Sosial tersebut
mempengaruhi Pembangunan Masyarakat.
Pembangunan merupakan suatu
proses mencakup berbagai perubahan atas struktur sosial. Pembangunan menuju tahap hidup yang
lebih baik, kesehatan yang lebih baik dan memperoleh pendidikan yang lebih
banyak. Terutama harus ada undang-undang yang menetapkan suatu pendidikan yang
minimum, bagi orang-orang yang masih buta huruf. Lebih menekankan kepada yang
harus dihadapi dan sebagai suatu alat yang dilalui untuk mendapat kemajuan. Masyarakat
harus dirangsang dan dibantu untuk maju dengan usaha-usaha dan inisiatif
sendiri-sendiri.[1]
Pada hakekatnya
pembangunan mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem
sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar
keinginan individual maupun kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak
maju menuju suatu kondisi kehidupan yang lebih baik secara material maupun
spritual.
Pada makalah ini kami
akan membahas mengenai “Nilai-Nilai
Sosial dan Pembangunan Masyarakat” tersebut.
A.
RUMUSAN MASALAH
Beberapa rumusan
masalah yang dapat dikaji dari uraian-uraian di atas, antara lain ialah:
1. Apa
definisi dari nilai-nilai sosial?
2. Apa
saja ciri-ciri dan fungsi dari nilai sosial?
3. Macam-macam
nilai social dan klafikasinya?
4. Apa
tujuan dari pembangunan masyarakat?
5. Hal-hal
apa sajakah yang termasuk dalam faktor pendukung dan penghambat pembangunan
masyaarakat?
A.
TUJUAN
Selain memenuhi tugas kelompok yang diberikan dosen,
tentunya makalah ini bertujuan untuk menambah ilmu bagi kami selaku mahasiswa Fakultas
Agama Islam khususnya dalam mata kuliah Sosiologi Pendidikan.
BAB II
NILAI-NILAI SOSIAL
A. DEFINISI.
Dalam
sosiologi, nilai didefinisikan sebagai konsepsi (pemikiran) abstrak dalam diri
manusia mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Contohnya,
orang menganggap menolong bernilai baik sedangkan mencuri bernilai buruk.
Dengan demikian, perbuatan saling menolong merupakan sesuatu yang bernilai
dalam kehidupan masyarakat. Bernilai dalam kehidupan masyarakat inilah yang
disebut “Nilai Sosial”.[1]
Nilai
sosial dapat juga didefinisikan sebagai suatu kesadaran plus emosi yang relatif
lama hilangnya terhadap suatu objek, gagasan atau orang.[2]
Nilai sebagai dasar untuk menyatukan bangsa yang majemuk. Dalam hal ini nilai
adalah konsep-konsep umum tentang sesuatu yang dianggap baik, patut, layak,
pantas yang keberadaannya dicita-citakan, diinginkan, dihayati dan dilaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi tujuan kehidupan bersama di dalam
kelompok masyarakat tersebut, mulai dari unit kesatuan sosial terkecil hingga
suku, bangsa, dan masyarakat internasional.[3]
Para ahli
mendefinisi nilai sosial sebagai berikut:
1) Sarjono
Sukamto,
mendefinisikan nilai sebagai konsepsi abstrak dalam diri manusia mengenai apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Dengan demikian, nilai sosial
adalah nilai yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat.
2) Kimball Young, merumuskan nilai sosial sebagai
unsur-unsur yang abstrak yang sering tidak disadari tentang benar dan
pentingnya.
3) A.W.Green, merumuskan nilai sosial sebagai
kesadaran yang berlangsung secara relatif, disertai emosi terhadap objek.dan
ide orang perorangan.
4) Woods, mengemukakan bahwa nilai sosial
merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah
laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
5) B.
Simatupang, merumuskan
nilai sebagai ide-ide masyarakat tentang sesuatu yang baik.
6) Robert M.Z.Lawang, mengatakan bahwa nilai adalah
gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas, berharga, dan mempengaruhi
perilaku sosial dari orang-orang yang memiliki nilai tersebut.
7)
C.
Kluckholn, melihat bahwa nilai kebudayaan pada dasarnya
mencakupi hal-hal berikut:
a. Nilai
mengenai hakekat hidup manusia, Contohnya, Ada orang yang beranggapan bahwa hidup itu
indah.
b. Nilai
mengenai kedudukan manusia dalam ruang dan waktu. Misalnya, Ada manusia yang
berorientasi pada masa lalu atau masa depan.
c. Nilai
mengenai hakekat hubungan manusia dengan alam.
d. Nilai
mengenai hakekat hubungan manusia dengan sesamanya. Misalnya. Ada manusia yang
berorientasi pada individualisme.
Penilaian
manusia terhadap suatu hal sangat dipengaruhi oleh tingkat pemahamannya akan
hal tersebut. Tingkat pemahaman itu umumnya menyangkut berbagai aspek
kehidupan, misalnya:
a. Aspek
Politik,
menyangkut peranan ideologi yang dianutnya.
b. Aspek
Sosial, menyangkut
status dan peranannya di masyarakat. Contoh: Masyarakat yang maju akan berbeda
dengan masyarakat yang masih sederhana, segi kebutuhan hidupnya pun jelas
berbeda. Kebutuhan hidup masyarakat maju cenderung kompleks, sedangkan
kebutuhan masyarakat sederhana lebih sederhana.
Di dalam
kenyataan sehari-hari, sangat sulit membedakan nilai yang dianut sekolompok masyarakat.
Hal ini terjadi karena nilai suatu budaya sangat relatif.[1]
A.
CIRI-CIRI NILAI SOSIAL
Dari pengertian-pengertian
di atas, dapatlah dikemukakan ciri-ciri nilai sosial tersebut adalah sebagai
berikut:[1]
1)
Merupakan konstruksi masyarakat sebagai interaksi
sosial antarwarga masyarakat.
2)
Disebarkan di antara warga masyarakat
(bukan dibawa dari lahir).
3)
Terbentuk melalui sosialisasi (proses
belajar).
4)
Merupakan bagian dari usaha pemenuhan
kebutuhan dan kepuasan sosial manusia.
5) Dapat mempengaruhi perkembangan diri
seseorang,
6)
Memiliki pengaruh yang berbeda
antarwarga masyarakat.
7)
Cendrung berkaitan satu sama
lain dan membentuk sistem nilai.
B.
FUNGSI NILAI SOSIAL
Nilai merupakan sesuatu yang dianggap tinggi dan berfungsi sebagai landasan, alasan atau motivasi dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup
seseorang atau masyarakat. Sebuah interaksi sosial memerlukan nilai, Baik itu
dalam mendapatkan hak maupun menjalankan kewajiban. Dengan demikian nilai-nilai
mengandung standar normatif dalam perilaku individu maupun dalam masyarakat.
Menurut Drs. Suprapto. fungsi nilai sosial adalah sebagai
berikut:
1) Dapat
menyumbangkan seperangkat alat untuk menetapkan harga sosial dari suatu
kelompok.
2) Dapat
mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah laku.
3) Sebagai
penentu terakhir manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosial. Nilai sosial
dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan harapan sesuai dengan peranannya
(sebagai individu dan anggota masyarakat). Contohnya, ketika menghadapi
konflik, biasanya keputusan akan diambil berdasarkan pertimbangan nilai sosial
yang lebih tinggi.
4) Sebagai
alat solidaritas di kalangan anggota kelompok. Dengan nilai tertentu, anggota
kelompok akan merasa sebagai satu kesatuan.
5) Sebagai
alat kontrol atau pengawas perilaku manusia dengan daya tekan dan daya pengikat
tertentu agar orang mau berperilaku sesuai dengan yang diinginkan sistem nilai.[2]
Secara garis besar nilai sosial
mempunyai tiga fungsi, yaitu sebagai;[3]
1) Petunjuk Arah dan Pemersatu.
Nilai sosial menunjukkan cita-cita masyarakat atau
bangsa. Adapun nilai sosial sebagai petunjuk arah dan pemersatu
tergambar dalam contoh berikut ini.
a)
Cara berpikir dan bertindak warga
masyarakat secara umum diarahkan oleh nilai-nilai sosial yang berlaku. Pendatang barupun secara moral
diwajibkan mempelajari aturan-aturan sosial budaya masyarakat yang didatangi,
mana yang dijunjung tinggi dan mana yang tercela. Dengan demikian, dia dapat
menyesuaikan diri dengan norma, pola pikir, dan tingkah laku yang diinginkan,
serta menjauhi hal-hal yang tidak diinginkan masyarakat.
b) Nilai sosial suatu masyarakat berfungsi
pula sebagai petunjuk bagi setiap warganya untuk menentukan pilihan terhadap
jabatan dan peranan yang akan diambil. Misalnya, dalam memilih seorang pemimpin
yang cocok bukan saja berdasarkan kedudukan seseorang, melainkan juga
berdasarkan kualitas yang dimiliki, atau menentukan posisi seseorang sesuai
dengan kemampuannya.
c) Nilai sosial berfungsi sebagai sarana
untuk mengukur dan menimbang penghargaan sosial yang patut diberikan kepada
seseorang atau golongan.
d)
Nilai sosial berfungsi sebagai alat
untuk mengumpulkan orang banyak dalam kesatuan atau kelompok tertentu.
e) Nilai
sosial juga berfungsi sebagai pemersatu
yang dapat mengumpulkan orang banyak dalam kesatuan atau kelompok tertentu.
Dengan kata lain, nilai sosial menciptakan dan meningkatkan solidaritas antar manusia.
Contohnya nilai ekonomi mendorong manusia mendirikan perusahaan-perusahaan yang
dapat menyerap banyak tenaga kerja.
2) Benteng Perlindungan.
Nilai
sosial merupakan tempat perlindungan bagi penganutnya. Daya perlindungannya
begitu besar, sehingga para penganutnya bersedia berjuang mati-matian untuk
mempertahankan nilai-nilai itu. Misalnya, nilai-nilai keagamaan, dan
nilai-nilai Pancasila.
Pengkhianatan G 30 S/PKI terhadap Pancasila sebagai
dasar negara merupakan bukti sejarah bangsa Indonesia, tetapi dengan keyakinan
bahwa Pancasila harus tegak dari setiap usaha yang akan meruntuhkannya maka
pengkhianatan tersebut dapat dipatahkan. Dan bangsa Indonesia juga
mempertahankan nilai-nilai agama dari nilai-nilai budaya asing yang tidak
sesuai dengan nilai agama dan budaya kita, seperti budaya minum-minuman keras,
diskotik, penyalahgunaan narkotika, dan lain-lain.
3) Faktor Pendorong.
Tinggi
rendahnya individu dan satuan manusia dalam masyarakat bergantung pada tinggi
rendahnya nilai sosial yang menjiwai mereka. Apabila nilai sosial dijunjung
tinggi oleh sebagian besar masyarakat, maka harapan ke arah kemajuan bangsa
bisa terencana. Hal ini merupakan cita-cita untuk menjadi manusia yang berbudi
luhur dan beradab sehingga nilai sosial ini memiliki daya perangsang sebagai
pendorong untuk menjadi masyarakat yang ideal.
C.
MACAM-MACAM NILAI SOSIAL
Prof. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga:[4]
1) Nilai Material, yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi unsur fisik manusia. Misalnya: makanan,
minuman, pakaian.
2) Nilai Vital, yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat menggunakan kegiatan dan
aktivitas. Misalnya: buku dan alat tulis untuk para pelajar.
3) Nilai Kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi batin rohani
manusia. Nilai kerohanian terbagi atas beberapa bagian yaitu:
a) Nilai kebenaran yang bersumber pada
unsur akal manusia.
b) Nilai keindahan yang bersumber
pada unsur rasa indah (nilai estetis).Contohnya, karya seni, baik seni musik,
maupun pahat.
c) Nilai kebenaran atau nilai moral
yang bersumber pada unsur kodrat manusia seperti kehendak dan kemauan. Contohnya
menolong orang yang ditimpa kemalangan.
d) Nilai religius merupakan nilai
ketuhanan yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber pada kepercayaan dan
keyakinan manusia.
Berdasarkan
ciri-cirinya, nilai sosial dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu nilai dominan dan nilai mendarah daging (internalized value).
1) Nilai dominan.
Nilai dominan adalah
nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai lainnya. Ukuran dominan
tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut.
a) Banyak orang yang menganut nilai tersebut. Contoh, sebagian besar anggota masyarakat
menghendaki perubahan (reformasi) ke arah yang lebih baik di segala bidang,
seperti politik, ekonomi, hukum, dan sosial.
b) Berapa lama nilai tersebut dianut atau
digunakan. Contoh, Keadilan
selalu diperjuangkan oleh seluruh masyarakat Indonesia sejak zaman penjajahan
hingga saat ini.
c) Tinggi rendahnya usaha orang untuk
memberlakukan nilai tersebut. Contoh, Menunaikan ibadah haji merupakan kewajiban
umat Islam. Oleh karena itu umat Islam selalu berusaha untuk dapat
melaksakannya.
d) Prestise/kebanggaan bagi orang-orang yang
menggunakan nilai di masyarakat. Contoh, memiliki mobil atau barang lain
dengan merek terkenal dapat memberikan kebanggaan/prestise tersendiri.
2) Nilai mendarah daging (internalized value)
Nilai mendarah daging adalah nilai yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang melakukannya kadang tidak melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi, melainkan secara tidak sadar. Biasanya nilai ini telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil. Dan apabila ia tidak melakukannya, ia akan merasa malu, bahkan dapat merasa sangat bersalah.
Contoh, Seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan merasa sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab. Demikian pula, guru yang melihat siswanya gagal dalam ujian akan merasa gagal dalam mendidiknya.
Beberapa ahli juga membagi nilai sosial atas Nilai Immaterial dan Nilai Material. Perhatikan bagan
berikut:
Dari bagan di atas, kita ketahui bahwa nilai tidak
hanya terkandung dalam sesuatu yang berwujud benda material saja atau bersifat
konkret, tetapi juga terkandung dalam sesuatu yang tidak berwujud (abstrak)
§ Nilai
Immaterial
atau
nilai rohani menggunaka nurani dan juga indra, akal, perasaan, kehendak dan
keyakinan. Nilai immaterial adalah nilai yang sulit untuk berubah. Contohnya,
ideologi, gagasan (ide), pemikiran dan sistem politik, dan peraturan-peraturan.
§ Nilai
Material
atau
nilai jasmani adalah nilai yang berwujud, mudah dilihat dan diraba dan memiliki
karakteristik mudah berubah. Contoh nilai material antara lain, karya seni,
gedung, jembatan, rumah, alat-alat elektronik dan pakaian.
Dalam pengalaman manusia, nilai material dan immaterial saling
berhubungan. Nilai
immaterial yang menjadi landasan berpikir dari suatu tindakan akan menghasilkan sesuatu
yang konkret (nilai material). Singkat kata, nilai material merupakan perwujudan dari nilai
immaterial.
immaterial yang menjadi landasan berpikir dari suatu tindakan akan menghasilkan sesuatu
yang konkret (nilai material). Singkat kata, nilai material merupakan perwujudan dari nilai
immaterial.
D.
KLASIFIKASI NILAI-NILAI SOSIAL
Arnold Green telah membuat sebuah klasifikasi untuk
memahami tingaktan nilai sosial. Tingkatan tersebut ditemukan di dalam
kepribadian seseorang yaitu :
1)
Perasaan (sentimen) yang abstrak.
Pentingnya
perasaan abstrak, timbul dari kenyataan bahwa perasaan tersebut dipakai sebagai
suatu landasan bagi orang-orang untuk membuat kelompok. Perasaan itu juga
merupakan alat-alat yang mudah dipakai oleh seorang individu atau kelompok
dalam membenarkan atau mengesahkan sesuatu yang mereka ingin lakukah (tingkah
laku).
Dalam kenyataannya, banyak perasaan abstrak yang
sifatnya kontradiktif yaitu;
§
Pertama,
Perasaan tersebut membenarkan suatu jenis tingkah laku menurut perasaan.
§
Kedua,
Kebanyakan
manusia dengan cepat akan melihat kepada perasaan yang membenarkan kepentingan
sendiri pada saat itu, tidak peduli apakah perasaan itu bertentangan atau tidak
dengan pendirian yang sudah diambil sebelumnya.[5]
Pada
umumnya konflik pada perasaaan abstrak manusia itu mengabaikan ketidak
konsistennya, yang akan bisa menghancurkan kepribadian seseorang, bisa
memisah-misahkan jalan pikiran dan tingkah lakunya menjadi bagian-bagian yang
kecil. Yang terakhir itu terjadi mungkin karena sebab tingkah laku seseorang
pada saat itu sesuai dengan norma-norma kelompok masyarakat yang ditempati. Norma adalah penjabaran dari
nilai-nilai yang lebih terperinci ke dalam bentuk tata aturan atau tata
kelakuan yang secara konstitusi, undang-undang, peraturan pemerintah, konvensi
dan aturan yang tidak tertulis lainnya.[6]
2)
Norma-norma moral.
Norma
moral berasal dari bahasa latin mos
yang berarti adat, cara bertindak, kebiasaan. Norma moral berarti aturan bagi
kelakuan atau tidakan dan sekaligus ukuran apakah seseorang itu baik atau tidak
baik sebagai manusia.[7]
Norma-norma
moral merupakan standar tingkah laku yang berfungsi sebagai patokan interaksi sosial.
Individu lebih menyadari norma-norma moral sebagai bagian dari konsepsi dirinya
dibandingkan dengan kesadarannya terhadap perasaan-perasaan yang bersifat abstrak.
Sebab norma moral menggambarkan tuntutan khusus yang mendesak dari pihak
kelompok agar ia bertindak menurut suatu cara tertentu.[8]
Beberapa norma moral yang berlaku
di masyarakat:
a.
Norma agama yaitu ketentuan-ketentuan yang
bersumber dari ajaran-ajaran agama yang dianggap sebagai wahyu dari Tuhan yang
keberadaannya tidak boleh ditawar-tawar lagi.
b. Norma kesopanan yaitu ketentuan-ketentuan hidup
yang sumbernya adalah pola-pola perilaku sebagai hasil interaksi sosial di
dalam kehidupan kelompok.
c. Norma kesusilaan yaitu ketentuan-ketentuan yang
berasal dari hati nurani yang produk dari norma susila ini adalah moral.
d. Norma hukum yaitu ketentuan-ketentuan hidup
yang berlaku dalam kehidupan sosial yang sumbernya adalah undang-undang yang
dibuat oleh lembaga formal kenegaraan.
Kebanyakan
masyarakat lebih mengutamakan norma moral dibandingkan perasaan abstrak, yang
mungkin merupakan kebalikan tingkah laku yang diharapkan. Akan tetapi tidak
semua norma-norma suatu kelompok dapat diterima oleh kelompok lainnya. Jadi
norma moral menduduki suatu tempat utama di dalam pola pembentukan corak
kepribadian.
3)
Kedirian sebagai suatu sistem sosial.
Kedirian timbul dari pengalaman
sosial, artinya kedirian tidak sepenuhnya timbul akibat orang lain. Konsepsi
kedirian sangat berpengaruh dalam hubungan masyarakat karena tingkah laku
individu berhubungan erat dengan kedirian sebagai suatu nilai sosial.
Tingkah laku, moral dan etika
dipandang sebagai sesuatu yang dapat memperlihatkan atau mencerminkan
kediriannya. Seseorang yang memiliki tingkah laku, moral, dan etika yang
sesuai dengan harapan masyarakat akan mendapatkan suatu penghargaan yang dapat
berupa pujian atau sebaliknya seseorang yang melakukan tindakan yang tidak
sesuai dengan masyarakat akan mendapatkan ganjaran. Tanpa adanya suatu
penghargaan dari masyarakat, maka individu tidak akan mengerti dengan moralitas
serta kediriannya sendiri yang mempengaruhi kepribadiannya.
BAB III
PEMBANGUNAN MASYARAKAT
A.
PENGERTIAN
Pembangunan masyarakat adalah, upaya terencana dan sistematis yang
dilakukan oleh, untuk, dalam masyarakat guna meningkatkan kualitas hidup
penduduk dalam semua aspek kehidupannya di dalam suatu kesatuan wilayah.
Pembangunan Masyarakat suatu gerakan yang direncanakan untuk menciptakan
kondisi-kondisi bagi kemajuan sosial ekonomi masyarakat dengan partisipasi
aktif dan kepercayaan sepenuh mungkin atas prakarsa masyarakat (PBB).
Konkon Subrata (1991:4) bahwa: “Pembangunan masyarakat adalah suatu proses yang ditumbuhkan untuk
menciptakan kondisi-kondisi bagi kemajuan ekonomi sosial masyarakat seluruhnya
kepada inisiatif masyarakat”. Ginanjar Kartasasmita memberikan pengertian
yang lebih sederhana, pembangunan yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih
baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.[9]
Pembangunan masyarakat merupakan suatu proses, baik
ikhtiar masyarakat yang bersangkutan yang diambil berdasarkan prakarsa sendiri,
maupun kegiatan pemerintah, dalam rangka untuk memperbaiki kondisi ekonomi sosial
dan kebudayaan masyarakat (komunitas). Mengintegrasikan berbagai komunitas itu
dalam kehidupan bangsa dan memampukan mereka untuk memberikan sepenuhnya demi
kemajuan bangsa dan Negara berjalan terpadu di dalam proses tersebut.
Proses tersebut
meliputi elemen dasar:
§ Pertama, partisipasi
masyarakat itu sendiri dalam rangka usaha mereka untuk memperbaiki taraf hidup
mereka. Sedapat-dapatnya berdasarkan kekuatan dan prakarsa sendiri.
§ Kedua, bantuan
dan pelayanan teknik yang bermaksud membangkitkan prakarsa, tekad untuk
menolong diri sendiri dan kesediaan untuk menolong orang lain, dari pemerintah.
Proses tersebut dinyatakan dalam
berbagai program yang dirancang untuk perbaikan proyek khusus terhadap proyek
khusus.[10]
Pengertian
pembangunan masyarakat diatas, menunjukkan bahwa pembangunan masyarakat sesungguhnya
merupakan upaya terorganisir secara berkelompok yang memiliki kebutuhan yang
sama, yaitu untuk memperbaiki kondisi masyarakat yang lebih baik, khususnya
bagi anggotanya.
B.
TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN
MASYARAKAT.
Makna tujuan merupakan penjabaran dari pernyataan visi dan misi yang
rumusannya menunjukkan suatu kondisi yang akan dicapai pada masa mendatang,
sedangkan sasaran merupakan hasil
yang akan dicapai dalam rumusan secara spesifik, terukur, dalam jangka waktu
tertentu yang secara berkesinambungan sejalan dengan tujuan yang ditetapkan.
Tujuan pembangunan masyarakat
adalah menciptakan kondisi-kondisi untuk tumbuhnya suatu masyarakat yang tumbuh
dan berkembang secara berswadaya dalam hal ini, adalah masyarakat miskin
sehingga masyarakat mampu menetralisir belenggu-belenggu sosial yang dapat
menahan laju perkembangan masyarakat (adapt, tradisi, kebiasaan, cara dan sikap
hidup yang dapat menjadi hambatan pembangunan).
Sasaran Pembangunan
Masyarakat yaitu:
1) Peningkatan
taraf hidup masyarakat, diusahakan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan
peningkatan swadaya masyarakat. dan juga sebagai usaha menggerakkan partisipasi
masyarakat.
2) Partisipasi
masyarakat dapat meningkat dalam upaya peningkatan taraf hidup masyarakat. Antara
partisipasi masyarakat dengan kemampuannya berkembang secara mandiri, terhadap
hubungan yang erat sekali, ibarat dua sisi mata uang tidak dapat dipisahkan
tetapi dapat dibedakan. Masyarakat yang berkemampuan demikian biasa membangun
dengan atau tanpa partisipasi vertikal dari pihak lain.
3) Kemampuan
masyarakat untuk berkembang secara mandiri dapat ditumbuhkan melalui intensifikasi partisipasi masyarakat
dalam pembangunan.
Sasaran pembangunan masyarakat diatas yaitu, perbaikan
kondisi dan peningkatan taraf hidup masyarakat miskin, pembangkitan partisipasi
masyarakat dan menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri
tidak berdiri sendiri melainkan diusahakan agar satu berkaitan dengan yang
lainnya sehingga ketiganya sebuah paket usaha.[11]
C. ARAH
TIMBULNYA FAKTOR PERUBAHAN SOSIAL ATAU PROSES PEMBANGUNAN MASYARAKAT.[12]
Perubahan
sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya
dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang
terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai
dengan hakekat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.
Dalam
kehidupan nyata, perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat, pasti akan
terjadi. Setiap segmen masyarakat hendaknya fleksibel terhadap perubahan yang
akan terjadi baik cepat maupun lambat. Dengan keunggulan seperti itu,
masyarakat akan mengurangi tingkat pengaruh negatif dari perubahan ini. Arah
timbulnya pengaruh pun dapat berasal dari dalam maupun luar. Berikut adalah
penjelasan faktor-faktor perubahan sosial berdasarkan arah timbulnya pengaruh,[13]
1)
Internal
factor
Internal factor
(faktor dalam) adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu yang
menyebabkan timbulnya perubahan pada masyarakat itu sendiri baik secara
individu, kelompok ataupun organisasi. Berikut ini sebab-sebab perubahan sosial
yang bersumber dari dalam masyarakat (sebab intern).
a. Dinamika penduduk, yaitu pertambahan dan
penurunan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk yang sangat cepat akan
mengakibatkan perubahan dalam struktur masyarakat, khususnya dalam lembaga
kemasyarakatannya. Salah satu contohnya disini adalah orang akan mengenal hak
milik atas tanah, mengenal system bagi hasil, dan yang lainnya, dimana
sebelumnya tidak pernah mengenalnya. Sedangkan berkurangnya jumlah penduduk
akan berakibat terjadinya kekosongan baik dalam pembagian kerja, maupun stratifikasi social, hal tersebut akan
mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada.
b. Adanya penemuan-penemuan baru yang
berkembang di masyarakat, baik penemuan yang bersifat baru (discovery) ataupun penemuan baru yang
bersifat menyempurnakan dari bentuk penemuan lama (invention). Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi
terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama disebut dengan inovasi. Proses tersebut meliputi suatu
penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian
masyarakat, dan cara-cara unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan
akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan. Penemuan baru sebagai
akibat terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pengertian discovery[14]
dan invention.
c. Munculnya berbagai bentuk pertentangan
(conflict) dalam masyarakat. Pertentangan ini bisa terjadi antara individu
dengan kelompok atau antara kelompok dengan kelompok. Misalnya saja
pertentangan antara generasi muda dengan generasi tua. Generasi muda pada
umumnya lebih senang menerima unsur-unsur kebudayaan asing, dan sebaliknya
generasi tua tidak menyenangi hal tersebut. Keadaan seperti ini pasti akan
mengakibatkan perubahan dalam masyarakat.
d. Terjadinya pemberontakan atau revolusi
sehingga mampu menyulut terjadinya perubahan-perubahan besar. Revolusi yang
terjadi pada suatu masyarakat akan membawa akibat berubahnya segala tata cara
yang berlaku pada lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Biasanya hal ini
diakibatkan karena adanya kebijaksanaan atau ide-ide yang berbeda. Misalnya,
Revolusi Rusia (Oktober 1917) yang mampu menggulingkan pemerintahan kekaisaran
dan mengubahnya menjadi sistem diktatur
proletariat[15]
yang dilandaskan pada doktrin Marxis.
Revolusi tersebut menyebabkan perubahan yang mendasar, baik dari tatanan negara
hingga tatanan dalam keluarga.
2)
External
Factor
Selain internal factor, pada masyarakat juga
dikenal external factor. External factor atau faktor luar adalah
faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat yang menyebabkan timbulnya
perubahan pada masyarakat.Berikut ini sebab-sebab perubahan sosial yang
bersumber dari luar masyarakat (sebab ekstern),
a. Adanya pengaruh bencana alam. Kondisi
ini terkadang memaksa masyarakat suatu daerah untuk mengungsi meninggalkan
tanah kelahirannya. Apabila masyarakat tersebut mendiami tempat tinggal yang
baru, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam dan lingkungan
yang baru tersebut. Hal ini kemungkinan besar juga dapat memengaruhi perubahan
pada struktur dan pola kelembagaannya.
b. Adanya peperangan, baik perang saudara
maupun perang antarnegara dapat menyebabkan perubahan, karena pihak yang menang
biasanya akan dapat memaksakan ideologi dan kebudayaannya kepada pihak yang
kalah. Pada umumnya mereka yang menang akan memaksakan kebiasaan-kebiasaan yang
biasa dilakukan oleh masyarakatnya, atau kebudayaan yang dimilikinya kepada
suku atau negara yang mengalami kekalahan. Contohnya, Jepang yang kalah perang
dalam Perang Dunia II, masyarakatnya mengalami perubahan-perubahan yang sangat
berarti.
c. Adanya pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Bertemunya dua kebudayaan yang berbeda akan menghasilkan perubahan. Jika
pengaruh suatu kebudayaan dapat diterima tanpa paksaan, maka disebut demonstration effect. Jika pengaruh
suatu kebudayaan saling menolak, maka disebut cultural animosity. Adanya proses penerimaan pengaruh kebudayaan
asing ini disebut dengan akulturasi.
Jika suatu kebudayaan mempunyai taraf yang lebih tinggi dari kebudayaan lain,
maka akan muncul proses imitasi yang lambat laun unsur-unsur kebudayaan asli
dapat bergeser atau diganti oleh unsur-unsur kebudayaan baru tersebut.
Pengaruh-pengaruh itu dapat timbul melalui proses perdagangan dan penyebaran
agama.
D.
FAKTOR PENDUKUNG PROSES PERUBAHAN
PEMBANGUNAN MASYARAKAT.[16]
Terjadinya
suatu proses perubahan pada masyarakat, diakibatkan adanya faktor yang
mendorongnya, sehingga menyebabkan timbulnya perubahan. Faktor pendorong
tersebut menurut Soerjono Soekanto antara lain:
1)
Kontak dengan
kebudayaan lain
Salah satu proses
yang menyangkut hal ini adalah diffusion (difusi).
Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada
individu lain. Dengan proses tersebut manusia mampu untuk menghimpun
penemuan-penemuan baru yang telah dihasilkan. Dengan terjadinya difusi, suatu
penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan disebar
luaskan kepada semua masyarakat, hingga seluruh masyarakat dapat merasakan
manfaatnya. Proses difusi dapat menyebabkan lancarnya proses perubahan, karena
difusi memperkaya dan menambah unsur-unsur kebudayaan yang seringkali memerlukan
perubahan-perubahan dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan yang lama dengan yang
baru.
2)
Sistem
pendidikan formal yang maju.
Pada dasarnya
pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi individu untuk memberikan wawasan
serta menerima hal-hal baru, juga memberikan bagaimana caranya dapat berfikir
secara ilmiah. Pendidikan juga mengajarkan kepada individu untuk dapat berfikir
secara obyektif. Hal seperti ini akan dapat membantu setiap manusia untuk
menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuh kebutuhan zaman atau
tidak.
3)
Sikap
menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju. Bila sikap itu telah dikenal secara
luas oleh masyarakat, maka masyarakat akan dapat menjadi pendorong bagi
terjadinya penemuan-penemuan baru. Contohnya hadiah nobel, menjadi pendorong
untuk melahirkan karya-karya yang belum pernah dibuat.
4)
Toleransi
terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation).
Adanya toleransi
tersebut berakibat perbuatan-perbuatan yang menyimpang itu akan melembaga, dan akhirnya
dapat menjadi kebiasaan yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat.
5)
Sistem
terbuka pada lapisan masyarakat.
Adanya system yang
terbuka di dalam lapisan masyarakat akan dapat menimbulkan terdapatnya gerak
sosial vertical yang luas atau berarti memberi kesempatan kepada para individu
untuk maju atas dasar kemampuan sendiri. Hal seperti ini akan berakibat
seseorang mengadakan identifikasi dengan
orang-orang yang memiliki status yang lebih tinggi. Identifikasi adalah suatu tingkah laku dari seseorang, hingga orang
tersebut merasa memiliki kedudukan yang sama dengan orang yang dianggapnya
memiliki golongan yang lebih tinggi. Hal ini dilakukannya agar ia dapat
diperlakukan sama dengan orang yang dianggapnya memiliki status yang tinggi
tersebut.
6)
Adanya penduduk
yang heterogen.
Terdapatnya penduduk
yang memiliki latar belakang kelompok-kelompok sosial yang berbeda-beda,
misalnya ideology, ras yang berbeda akan mudah menyulut terjadinya konflik.
Terjadinya konflik ini akan dapat menjadi pendorong perubahan-perubahan sosial
di dalam masyarakat.
7)
Ketidakpuasan
masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.
Terjadinya
ketidakpuasan dalam masyarakat, dan berlangsung dalam waktu yang panjang, juga
akan mengakibatkan revolusi dalam
kehidupan masyarakat.
8)
Adanya
orientasi ke masa depan.
Terdapatnya
pemikiran-pemikiran yang mengutamakan masa yang akan datang, dapat berakibat
mulai terjadinya perubahan-perubahan dalam system sosial yang ada. Karena apa
yang dilakukan harus diorientasikan pada perubahan di masa yang akan datang.
E. FAKTOR PENGHALANG/PENGHAMBAT PERUBAHAN PEMBANGUNAN
MASYARAKAT.[17]
Di
dalam proses perubahan tidak selamanya hanya terdapat faktor pendorong saja,
tetapi juga ada faktor penghambat terjadinya proses perubahan tersebut. Faktor
penghalang tersebut antara lain:
1) Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat.
Terlambatnya ilmu
pengetahuan dapat diakibatkan karena suatu masyarakat tersebut hidup dalam
keterasingan dan dapat pula karena ditindas oleh masyarakat lain.
2) Sikap masyarakat yang tradisional.
Adanya suatu sikap
yang membanggakan dan mempertahankan tradisi-tradisi lama dari suatu masyarakat
akan berpengaruh pada terjadinya proses perubahan. Karena adanya anggapan bahwa
perubahan yang akan terjadi belum tentu lebih baik dari yg sudah ada.
3) Adanya kepentingan yang telah tertanam
dengan kuatnya.
Organisasi sosial
yang telah mengenal system lapisan dapat dipastikan akan ada sekelompok
individu yang memanfaatkan kedudukan dalam proses perubahan tersebut. Contoh,
dalam masyarakat feodal dan juga pada masyarakat yang sedang mengalami
transisi. Pada masyarakat yang mengalami transisi, tentunya ada
golongan-golongan dalam masyarakat yang dianggap sebagai pelopor proses
transisi. Karena selalu mengidentifikasi diri dengan usaha-usaha dan jasa-jasanya,
sulit bagi mereka untuk melepaskan kedudukannya di dalam suatu proses
perubahan.
4) Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
Hal ini biasanya
terjadi dalam suatu masyarakat yang kehidupannya terasing, yang membawa akibat
suatu masyarakat tidak akan mengetahui terjadinya perkembangan-perkembangan
yang ada pada masyarakat yang lainnya. Jadi masyarakat tersebut tidak
mendapatkan bahan perbandingan yang lebih baik untuk dapat dibandingkan dengan
pola-pola yang telah ada pada masyarakat tersebut.
5) Adanya prasangka buruk terhadap hal-hal
baru.
Anggapan seperti ini
biasanya terjadi pada masyarakat yang pernah mengalami hal yang pahit dari
suatu masyarakat yang lain. Jadi bila hal-hal yang baru dan berasal dari
masyarakat-masyarakat yang pernah membuat suatu masyarakat tersebut menderita,
maka masyarakat itu akan memiliki prasangka buruk terhadap hal yang baru
tersebut. Karena adanya kekhawatiran kalau hal yang baru tersebut diikuti dapat
menimbulkan kepahitan atau penderitaan lagi.
6) Adanya hambatan yang bersifat ideologis.
Hambatan ini
biasanya terjadi pada adanya usaha-usaha untuk merubah unsur-unsur kebudayaan
rohaniah. Karena akan diartikan sebagai usaha yang bertentangan dengan ideologi
masyarakat yang telah menjadi dasar yang kokoh bagi masyarakat tersebut.
7) Adat atau kebiasaan.
Biasanya pola perilaku
yang sudah menjadi adat bagi suatu masyarakat akan selalu dipatuhi dan
dijalankan dengan baik. Dan apabila pola perilaku yang sudah menjadi adat
tersebut sudah tidak dapat lagi digunakan, maka akan sulit untuk merubahnya karena
masyarakat tersebut akan mempertahankan adat yang dianggapnya telah membawa
sesuatu yang baik bagi pendahulu-pendahulunya.
Faktor-faktor
yang menghalangi terjadinya proses perubahan tersebut, secara umum memang akan
merugikan masyarakat itu sendiri. Karena setiap anggota dari suatu masyarakat
umumnya memiliki keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih daripada yang
sudah didapatnya. Hal tersebut tidak akan diperolehnya jika masyarakat tersebut
tidak mendapatkan adanya perubahan-perubahan dan hal-hal yang baru.
Faktor
penghambat dari proses perubahan sosial ini, oleh Margono Slamet dikatakannya
sebagai kekuatan pengganggu atau kekuatan bertahan yang ada di dalam
masyarakat.[18]
Kekuatan
bertahan adalah kekuatan yang bersumber dari bagian-bagian masyarakat yang:
1) Menentang segala macam bentuk perubahan.
Biasanya golongan yang paling rendah dalam masyarakat selalu menolak perubahan, karena mereka memerlukan kepastian untuk hari esok. Mereka tidak yakin bahwa perubahan akan membawa perubahan untuk hari esok.
Biasanya golongan yang paling rendah dalam masyarakat selalu menolak perubahan, karena mereka memerlukan kepastian untuk hari esok. Mereka tidak yakin bahwa perubahan akan membawa perubahan untuk hari esok.
2) Menentang tipe perubahan tertentu saja,
Misalnya ada golongan yang menentang pelaksanaan keluarga berencana saja, akan tetapi tidak menentang pembangunan-pembangunan lainnya.
Misalnya ada golongan yang menentang pelaksanaan keluarga berencana saja, akan tetapi tidak menentang pembangunan-pembangunan lainnya.
3) Sudah puas dengan keadaan yang ada.
4) Beranggapan bahwa sumber perubahan tersebut
tidak tepat. Golongan ini pada dasarnya tidak menentang perubahan itu
sendiri, akan tetapi tidak menerima perubahan tersebut oleh karena orang yang
menimbulkan gagasan perubahan tidak dapat mereka terima. Hal ini dapat
dihindari dengan jalan menggunakan pihak ketiga sebagai penyampai gagasan
tersebut kepada masyarakat.
5) Kekurangan atau tidak tersedianya sumber
daya yang diperlukan untuk melaksanakan perubahan diinginkan.
Kekuatan pengganggu bersumber dari:
1) Kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat yang bersaing
untuk memperoleh dukungan seluruh masyarakat dalam proses pembangunan. Hal ini
dapat menimbulkan perpecahan, yang dapat mengganggu pelaksanaan pembangunan.
2)
Kesulitan atau kekomplekkan perubahan yang berakibat
lambatnya penerimaan masyarakat terhadap perubahan yang akan dilakukan.
Perbaikan gizi, keluarga berencana, konservasi
hutan dan lain-lain, adalah beberapa contoh dari bagian itu.
3) Kekurangan sumber daya yang diperlukan dalam bentuk
kekurangan pengetahuan, tenaga ahli, keterampilan, pengertian, biaya dan sarana
serta yang lainnya.
F. PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN MASYARAKAT
Pembangunan
Masyarakat diselenggarakan atas dasar prinsip-prinsip: keterpaduan, berkelanjutan, keserasian, kemampuan sendiri dan kaderisasi.
1) Prinsip
keterpaduan,
mengandung arti bahwa program atau
kegiatan pembangunan masyarakat disusun oleh, bersama, dalam dan untuk
masyarakat atas dasar kebutuhan dan berbagai sumber yang tersedia untuk
memenuhi kebutuhan bersama dalam berbagai aspek kehidupan.
2) Prinsip berkelanjutan,
memberi arah bahwa
pembangunan masyarakat tidak dilakukan sekaligus melainkan diselenggarakan
secara bertahap, terus-menerus menuju kearah yang lebih baik. Program yang
telah berhasil merupakan titik awal untuk program berikutnya sedangkan suatu
program yang perlu diperbaiki dan dikembangkan menuntut adanya kegiatan
berkelanjutan.
3) Prinsip keserasian,
mengandung makna
bahwa program pembangunan masyarakat memperhatikan keserasian antara kebutuhan
terasa yang dinyatakan oleh perorangan, lembaga-lembaga dan pemerintah.
Keserasian ini pun tercermin dalam kegiatan yang bertumpu pada kepentingan
rakyat banyak dan pemerintah. Kegiatan dan sasarannya mengarah pada
terpenuhinya kebutuhan jasmani dan rohaniah serta keseimbangan dalam seluruh
aspek hidup dan kehidupan. Keserasian itupun tercermin antara kegiatan yang
telah, sedang dan akan dilakukan.
4) Prinsip
kemampuan sendiri,
menegaskan bahwa
program pembangunan masyarakat disusun dan dilaksanakan dari
kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat. Keikutsertaan pihak luar adalah
untuk memberi dorongan dan bantuan sehingga masyarakat dapat mendayagunakan
sumber-sumber yang mereka miliki secara efisien dan efektif.
5) Prinsip
kaderisasi,
bahwa pengelola dan
kelanjutan program pembagunan masyarakat hanya akan terlaksana dengan baik dan
berkelanjutan apabila dalam masyarakat tersebut telah disiapkan kader-kader
yang berasal dari masyarakat yang memiliki sikap, pengetahuan, keterampilan dan
aspirasi membangun untuk memenuhi kepentingan bersama dan untuk mempersiapkan
masa depan masyarakat yang lebih baik.[19]
Dengan berbekal kriteria diatas, maka lengkap sudah
prinsip pembangunan masyarakat. Hal lain yang perlu diperhatikan sekarang
adalah bagaimana kualitas Sumber Daya
Manusia nya. Bilamana lengkap sudah, maka insyaallah pembangunan masyarakat
akan berjalan baik dan berubah ke arah yang lebih baik.
BAB IV
PENUTUP
Simpulan,
1. Nilai
adalah ciri sistem sebagai suatu keseluruhan, dan bukan merupakan sekedar salah
satu bagian komponen belaka, yang mempunyai pengaruh tersendiri dalam kehidupan
masyarakat tentang pantas, layak atau baik buruknya suatu tindakan serta
merupakan hal penting dalam menujang proses pembangunan masyarakat untuk
mencapai taraf hidup yang lebih baik.
2. Timbulnya perubahan sosial atau proses
pembangunan masyarakat disebabkan oleh 2 faktor yaitu, faktor internal dan
faktor eksternal. Dan juga, terdapat beberapa faktor
pendukung maupun penghalang/penghambat proses pembangunan masyarakat tersebut.
3. Pembangunan masyarakat diselenggarakan atas dasar prinsip-prinsip:
keterpaduan, berkelanjutan, keserasian,
kemampuan sendiri dan kaderisasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi Abu , H., Drs., Sosiologi
Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007
Maryati Kun, Dra. Dan
Suryawat Juju, S.Pd, Sosiologi untuk SMA dan MA, Bab 2, Nilai dan
Norma Sosial, Penerbit Erlangga
Sanapiah Faisal, Sosiologi
Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional, 2010
Wrahatnala Bondet, Sosialogi, Fungsi nilai sosial, http//SS belajar
Setiadi Elly M., Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial :
Teori, Aplikasi dan Pemecahannya, (Jakarta : Prenada Kencana, 2011
Ndaraha Taliziduhu, Pembangunan Masyarakat Mepersiapkan Masyarakat Tinggal Landas,
Jakarta: Rineka Cipta, Cetakan Kedua, 1990
Sudjana, Pendidikan Nonformal, Bandung: Falah Production, 2004
[1]
Ibid.
[2] Dra. Kun Maryati dan Juju
Suryawat, S.Pd, hlm. 36-37
[4] Dra. Kun Maryati dan Juju
Suryawat, S.Pd
[5] Faisal Sanapiah, hlm.349
[6] Elly M. Setiadi, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi dan Pemecahannya, ( Jakarta :
Prenada Kencana, 2011 ), hlm..129
[7] Ibid, hlm. 131
[8] Faisal Sanapiah,
Opcit, hlm. 351
[9] Ginanjar Kartasasmita, 1994,
dalam presentasi kelompok PEMBANGUNAN :
KONSEP DAN IMPLIKASI, mata kuliah
Teori pembangunan, dipresentasikan pada 25 Februari 2011, Jurusan Manejemen
dan kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
[10] Taliziduhu Ndaraha, Pembangunan Masyarakat Mepersiapkan
Masyarakat Tinggal Landas, (Jakarta: Rineka Cipta, Cetakan Kedua, 1990),
hlm. 34
[11] Talizuduhu Nddrana, (1989) hlm.:170
[14] Discovery
adalah penemuan
unsur kebudayaan yang baru, baik berupa alat ataupun yang berupa gagasan yg
diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan para individu. Discovery sendiri akan berubah menjadi invention,
jika masyarakat sudah mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru
tersebut.
[15]
Dalam pemikiran sosio-politik
Marxis,
diktatur proletariat merujuk
pada negara
sosialis di mana kaum proletar
(kelas buruh) memegang kekuasaan politik. Istilah yang dicetuskan oleh Joseph Weydemeyer
ini diadopsi oleh dua penggagas Marxisme,
Karl
Marx dan Friedrich
Engels, pada abad
ke-19. Penggunaan kata "diktatur" menimbulkan
kontroversi dan sebenarnya tidak memiliki kaitan apa pun dengan konsep Romawi
Kuno, dictatura, yang berarti negara yang dipimpin oleh
kelompok kecil tanpa melibatkan proses demokrasi.
Diktatur
menurut Marxisme berarti semua kelas sosial
memegang kendali ekonomi
dan politik
di dalam sebuah sistem yang demokratis.
[19] Sudjana, Pendidikan Nonformal , (Bandung: Falah Production, 2004) hlm.
274-275
Tidak ada komentar:
Posting Komentar