BAB
I
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
Manusia merupakan ciptaan Allah Swt.
yang paling sempurna. Manusia diciptakan dengan bentuk yang sebaik-baiknya lalu
dilengkapi dengan akal, tidak sama halnya dengan ciptaan-Nya yang lain. Tetapi
ada kalanya manusia lupa dan tidak mensyukuri nikmat yang telah dikaruniakan
Allah padanya. Ada yang cenderung mengikuti hawa nafsu yang menyesatkan dan
hanya sebagian yang memahami serta mensyukuri nikmat tersebut dengan melakukan amal-amal shalih.
Di dalam Al-Qur`an banyak terdapat
ayat-ayat yang menerangkan tentang sikap manusia, di antaranya terdapat pada
firman Allah Swt. surat Al-A`raf dan surat At-Tiin yang menjadi pokok
pembahasan pada makalah ini.
Lebih lanjut, kami akan menjabarkan
Firman Allah Swt. surat Al-A`raf dan surat At-Tiin tersebut, yang di
dalam penafsirannya mengenai kisah orang terdahulu yang salah menggunakan
nikmat dan kelebihan yang dikaruniakan Allah kepadanya dan mengenai sumpah
Allah Swt. terhadap ciptaan-Nya yaitu manusia. Keseluruhan dari penafsiran
ayat-ayat tersebut merupakan pelajaran bagi kita agar lebih waspada terhadap
godaan dunia yang hanya tempat persinggahan sementara, karena ada tetap yang kekal setelah ini.
BAB
II
SIKAP
MANUSIA
I.
AL-QUR`AN SURAT AL-A`RAF/7: 175-176
وَاتْلُ
عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ
الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ ﴿١٧٥﴾
وَلَوْ
شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَـٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ
هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ
عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ۚ ذَّٰلِكَ
مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ
الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ ﴿١٧٦﴾
A. TERJEMAHAN
Ayat 175, Dan bacakanlah kepada mereka berita orang
yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi
Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia
diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk
orang-orang yang sesat.
Ayat 176, Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat
itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang
rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya
lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian
itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka
ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
B. MUFRODAT/KOSA KATA
1. هَوَاهُ وَاتَّبَعَ
= Mengikuti
hawa nafsunya, Hawa nafsu adalah kecenderungan jiwa kepada sesuatu baik itu
berupa kebaikan atau keburukan.
Ada sekolompok orang menganggap hawa nafsu
sebagai "syaitan yang bersemayam di
dalam diri manusia," yang bertugas untuk mengusung manusia kepada
kefasikan atau pengingkaran. Mengikuti hawa nafsu akan membawa manusia kepada
kerusakan. Akibat pemuasan nafsu jauh lebih mahal ketimbang kenikmatan yang
didapat darinya. Hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan juga dapat merusak
potensi diri seseorang. Sebenarnya setiap orang diciptakan dengan potensi diri
yang luar biasa, tetapi hawa nafsu dapat menghambat potensi itu muncul
kepermukaan. Potensi yang dimaksud di sini adalah potensi untuk menciptakan
keadilan, ketenteraman, keamanan, kesejahteraan, persatuan dan hal-hal baik
lainnya. Namun karena hambatan nafsu yang ada pada diri seseorang
potensi-potensi tadi tidak dapat muncul kepermukaan (dalam realita kehidupan).
Maka dari itu mensucikan diri atau mengendalikan hawa nafsu adalah keharusan
bagi siapa saja yang menghendaki keseimbangan, kebahagian dalam hidupnya karena
hanya dengan berjalan di jalur-jalur yang benar sajalah menusia dapat mencapai
hal tersebut.[1]
Mari renungkan Hadis Qudsi di bawah ini,
·
Diriwayatkan dari Imam Al-Baqir bahwa Rasulullah saw bersabda, Allah
swt berfirman: “Demi kemuliaan-Ku,
kebesaran-Ku, keagungan-Ku, keperkasaan-Ku, nur-Ku, ketinggian-Ku dan
ketinggian tempat-Ku, tak seorang hambapun yang mengutamakan keinginannya
(nafsunya) di atas keinginan-Ku, melainkan Aku kacaukan urusannya, Aku kaburkan
dunianya dan Aku sibukkan hatinya dengan dunia serta tidak Aku berikan dia
kecuali yang telah kutakar untuknya. Demi kemulian-Ku, kebesaran-Ku,
keagungan-Ku, keperkasaan-Ku, nur-Ku, ketinggian-Ku dan ketinggian tempat-Ku,
tak seorang hambapun yang mengutamakan keinginan-Ku di atas keinginan (nafsu)
dirinya melainkan Aku suruh malaikat untuk menjaganya, langit dan bumi menjamin
rezekinya dan menguntungkan setiap perdagangan yang dilakukannya serta dunia
akan datang dan selalu berpihak kepadanya.
2. الْكَلْبِ كَمَثَلُ = Perumpamaan bagaikan anjing, maksudnya
ialah karena anjing tidak ada yang dikejarnya selain mencari makanan dan
menyalurkan nafsu syahwat. Dan perumpamaan yang paling rendah adalah seperti
anjing.
3.
انسلخ = insalakha/menguliti terambil dari kata سلخ salakha
yaitu membeset atau mengupas sesuatu sehingga terpisah
secara penuh kulit dan daging/isinya. (melepas kulit binatang)
4.
لشيطان فاتبعها = lalu dia diikuti oleh syaitan, kata فاتبعه (lalu
dia diikuti) di
sini mengandung dua makna; Pertama, tabi`a dan lahiqa (mengikuti
dan membuntuti). Yakni syaitan menjadikan orang alim tersebut sebagai
pengikutnya. Kedua, kata kerja tersebut dipakai dalam makna biasanya,
sekalipun ia berbentuk kata sulatsi
mujarrad (kata kerja yang terdiri dari tiga huruf, pen) sehingga maknanya
menjadi bahwa syaitan mengikuti orang alim tersebut. Dengan kata lain, bahwa ia
lebih dahulu tersesat sebelum disesatkan oleh syaitan.
5.
الغاوين = al-ghaawiin dari
kata الغيّ al-ghayy,
yakni kesesatan. Penggalan ayat ini
mengisyaratkan bahwa yang bersangkutan telah
tersesat dan keluar dari jalur yang benar, karena ia melupakan/meninggalkan
arah dan tujuan yang harus dicapainya.[2]
C. TAFSIR
Ayat-ayat ini berbicara tentang
orang yang mengingkari firman Allah atau tidak mengamalkannya. Karena mengikuti
keinginan syaitan maka iapun tersesat. Para ulama menjadikan ayat ini sebagai
perumpamaan bagi setiap orang yang telah mengetahui kebenaran dan memilikinya,
tetapi enggan mengikuti tuntunan kebenaran bahkan menyimpang darinya. Ada juga
yang memahami ayat ini sebagai peristiwa seseorang tertentu, yang hendaknya
menjadi pelajaran bagi manusia. Yang bersangkutan, telah dianugerahi Allah Swt.
pengetahuan, tetapi sedikit demi sedikit mengabaikan pengetahuannya dan
terjerumus dalam kesesatan.
Pendapat ini mereka kuatkan dengan
penggunaan bentuk tunggal pada kata (الذى) al-ladzi yang diterjamahkan dengan “orang yang” bukan (الذين) “alladzina/orang-orang. Namun para ulama itu berbeda pendapat
tentang siapa yang dimaksud. Ada yang menunjuk kepada seorang dari kalangan Bani Israil, dikenal dengan
nama panggilan Bal'am ibnu Ba'ura, seorang lelaki dari kalangan penduduk
Al-Balqa, mengetahui tentang Ismul Akbar, dan tinggal di Baitul Maqdis. Ada
lagi yang mengatakan lelaki tersebut penduduk negeri Yaman, dikenal dengan nama
Bal'am.
Sedangkan menurut Saqif, dia adalah
Umayyah ibnu Abu Silt. Seakan-akan ia bermaksud bahwa Umayyah ibnu Abu Silt
mirip dengan orang yang disebutkan dalam ayat ini, karena sesungguhnya ia telah
banyak menerima ilmu syariat-syariat terdahulu, tetapi tidak dimanfaatkannya.
Dia sempat menjumpai masa Nabi Saw. dan telah sampai kepadanya tanda-tanda,
alamat-alamat, dan mukjizat-mukjizatnya, sehingga tampak jelas bagi semua orang
yang mempunyai pandangan mata hati. Tetapi sekalipun menjumpainya, dia tidak
juga mau mengikuti agamanya, bahkan dia berpihak dengan orang-orang musyrik dan
membantu serta memuji mereka. Bahkan dia mengungkapkan rasa (belasungkawa dalam bentuk
syair) nya atas kematian kaum musyrik yang gugur dalam Perang Badar.
Malik ibnu Dinar mengatakan bahwa
orang itu adalah salah seorang ulama Bani Israil, terkenal sebagai orang yang mustajab
doanya; mereka datang kepadanya di saat-saat kesulitan. Kemudian Nabi
Musa a.s. mengutusnya ke raja negeri Madyan untuk menyerukan agar menyembah
Allah. Tetapi raja Madyan memberinya sebagian dari wilayah kekuasaannya dan
memberinya banyak hadiah. Akhirnya ia mengikuti agama raja dan meninggalkan
agama Musa a.s.
Di
dalam kitab Tafsir Qur’anul Azim karangan Ibnu Kasir, ada dua kisah mengenai ayat-ayat
ini, disini kami hanya menyampaikan kisah/asar yang termasyur yang
melatarbelakangi turunnya ayat yang mulia ini yaitu hanyalah menceritakan perihal seorang lelaki
di masa dahulu, di zaman kaum Bani Israil, dia bernama Bal`am.
Dikisahkan ketika
Musa a.s. memasuki pulau Bani Kanan
di daerah Ash-Sham (daerah Syria), orang-orang Bal’am datang padanya, dan
berkata, “Musa ibnu Imran telah datang
bersama dengan pasukan Bani Israil. Dia datang untuk mengusir kita dari negeri
kita dan akan membunuh kita, lalu membiarkan tanah ini dikuasai oleh Bani
Israil. Dan sesungguhnya kami adalah kaummu yang dalam waktu yang dekat tidak
akan mempunyai tempat tinggal lagi, sedangkan engkau adalah seorang lelaki yang
doanya diperkenankan Tuhan. Maka keluarlah engkau dan berdoalah untuk
kehancuran mereka.". Bal`am menjawab, "Celakalah kalian! Nabi Allah
ditemani oleh para malaikat dan orang-orang mukmin, maka mana mungkin saya
pergi mendoakan untuk kehancuran mereka, sedangkan saya mengetahui Allah tidak
akan menyukai hal itu?" Mereka mengatakan kepada Bal`am, "Kami tidak akan memiliki tempat
tinggal lagi." Mereka terus menerus meminta dengan memohon belas
kasihan dan berendah diri kepada Bal`am untuk membujuknya. Akhirnya Bal`am
terbujuk.
Lalu
Bal`am menaiki keledai kendaraannya menuju ke arah sebuah bukit sehingga ia
dapat melihat perkemahan pasukan kaum Bani Israil, yaitu Bukit Hasban. Setelah
berjalan tidak begitu jauh, keledainya mogok, tidak mau jalan. Maka Bal`am
turun dari keledainya dan memukulinya hingga keledainya mau bangkit dan
berjalan, lalu Bal`am menaikinya. Tetapi setelah berjalan tidak jauh,
keledainya itu mogok lagi, dan Bal`am memukulinya kembali, lalu menjewer
telinganya. Maka secara aneh keledainya dapat berbicara, memprotes tindakannya
seraya mengatakan, "Celakalah kamu.
hai Bal`am, ke manakah kamu akan pergi. Tidakkah engkau melihat
para malaikat berada di hadapanku menghalang-halangi jalanku?
Apakah engkau akan pergi untuk mendoakan buat kehancuran Nabi Allah dan kaum
mukminin?"
Bal'am tidak menggubris protesnya dan terus memukulinya,
maka Allah memberikan jalan kepada
keledai itu setelah Bal'am memukulinya. Lalu
keledai itu berjalan membawa Bal'am hingga sampailah di atas puncak Bukit
Hasban, di atas perkemahan pasukan Nabi Musa a.s. dan kaum Bani Israil. Setelah
ia sampai di tempat itu, maka ia berdoa untuk kehancuran mereka. Tidak
sekali-kali Bal'am mendoakan keburukan untuk Musa dan pasukannya, melainkan
Allah memalingkan lisannya hingga berbalik mendoakan keburukan bagi kaumnya.
Dan tidak sekali-kali Bal'am mendoakan kebaikan buat kaumnya, melainkan Allah
memalingkan lisannya hingga mendoakan kebaikan buat Bani Israil.
Maka kaumnya berkata kepadanya, "Tahukah engkau, hai Bal'am, apakah
yang telah kamu lakukan? Sesungguhnya yang kamu doakan hanyalah untuk
kemenangan mereka dan kekalahan kami." Bal'am menjawab, "Ini adalah suatu hal yang tidak saya
kuasai, hal ini merupakan sesuatu yang telah ditakdirkan oleh Allah." Maka ketika itu lidah Bal'am menjulur
keluar sampai sebatas dadanya, lalu ia berkata kepada kaumnya, "Kini telah lenyaplah dariku dunia dan
akhiratku, dan sekarang tiada jalan lain bagiku kecuali harus melancarkan tipu
muslihat dan kilah yang jahat.”
Setelah
itu ia memutar otaknya untuk melancarkan tipu daya, lalu berkata, “Aku punya suatu ide. Dengarkanlah dengan
baik. Suruhlah kaum wanita untuk menggoda pasukan Bani Israel, agar mereka
dapat terperangkap dalam perbuatan zina. Ketahuilah bahwa Allah sangat membenci
perbuatan zina. Oleh karena itu, apabila mereka telah terperangkap dalam
perbuatan zina maka mereka akan dibinasakan dengan sendirinya.” Setelah
penduduk di sana setuju dengan siasat tersebut, mereka pun segera
melaksanakannya. Ternyata memang benar, Bani Israel dengan mudahnya terjebak
dalam jerat siasat yang mereka lancarkan. Akhirnya, Bani Israel pun ditimpakan
adzab Allah, dengan diturunkannya penyakit ta`un
yang mematikan mereka. Penyakit ini menyerang kepada seluruh tujuh puluh ribu
orang pasukan Bani Israel, dan semuanya mati dengan sia-sia.[3]
Sehubungan dengan Bal'am ibnu Ba'ura
ini, kisahnya disebutkan oleh Allah Swt.:
وَاتْلُ
عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانسَلَخَ مِنْهَا
Dan bacakanlah kepada mereka kisah orang yang telah Kami berikan
kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan
tentang isi Al-Kitab), kemudian dia
melepaskan diri dari ayat-ayat itu.
(Al-A'raf: 175)
sampai dengan firman-Nya:
لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
agar
mereka berpikir. (Al-A'raf:176)
Adapun
firman Allah Swt.:
فَمَثَلُهُ
كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث
maka
perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya,
dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). (Al-A`raf: 176)
Para ahli tafsir berbeda pendapat
mengenai maknanya. Menurut teks Ibnu Ishaq, dari Salim, dari Abun Nadr, lidah
Bal'am terjulur sampai dadanya. Lalu dia diserupakan dengan anjing yang selalu
menjulurkan lidahnya dalam kedua keadaan tersebut, yakni jika dihardik
menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan tetap menjulurkan lidahnya. Menurut
pendapat lain, makna yang dimaksud ialah 'Bal'am menjadi seperti anjing dalam
hal kesesatannya dan keberlangsungannya di dalam kesesatan serta tidak adanya
kemauan memanfaatkan doanya untuk keimanan.
Perihalnya
diumpamakan dengan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya dalam kedua keadaan
tersebut, jika dihardik menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan tetap
menjulurkan lidahnya tanpa ada perubahan. Demikian pula keadaan Bal'am, dia
tidak memanfaatkan pelajaran dan doanya buat keimanan; perihalnya sama dengan
orang yang tidak memilikinya. Sama halnya dengan pengertian yang terkandung
dalam firman-Nya,
وَسَوَاءٌ
عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada
mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka,
mereka tidak akan beriman. (surat Yasiin/36: 10)
اسْتَغْفِرْ
لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِن تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً
فَلَن يَغْفِرَ اللَّـهُ لَهُمْ ۚ
Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi
mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka
tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada
mereka.
(surat At-Taubah/9: 80)
dan
ayat-ayat lainnya yang semakna.
Menurut pendapat lainnya, makna yang
dimaksud ialah “kalbu orang kafir dan
orang munafik serta orang yang sesat kosong dari hidayah, hatinya penuh dengan
penyakit yang tak terobatkan”. Kemudian pengertian ini diungkapkan ke dalam
ungkapan itu. Hal yang semisal telah dinukil dari Al-Hasan Al-Basri dan
lain-lainnya.
Firman
Allah Swt.:
فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah kisah agar mereka berpikir. (Al-A'raf: 176)
Allah
Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw.:
فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ
Maka ceritakanlah (kepada
mereka) kisah-kisah agar mereka (Al-A'rif:176)
yakni
agar Bani Israil mengetahui kisah Bal'am dan apa yang telah menimpanya yaitu
disesatkan oleh Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya, karena dia telah salah
menggunakan nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepadanya, nikmat itu ialah Ismul
A'zam yang diajarkan Allah kepadanya. Ismul A'zam adalah suatu
doa yang apabila dipanjatkan untuk memohon sesuatu, niscaya dikabulkan dengan
seketika. Ternyata Bal'am menggunakan doa mustajab ini untuk selain ketaatan
kepada Tuhannya, bahkan menggunakannya untuk memohon kehancuran bagi bala
tentara Tuhan Yang Maha Pemurah, yaitu orang-orang yang beriman, pengikut hamba
dan rasul-Nya di masa itu, yakni Nabi Musa ibnu Imran a.s. yang dijuluki
sebagai Kalimullah (orang yang pernah diajak berbicara secara langsung
oleh Allah). Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُ
agar mereka berpikir. (Al-A'raf:176)
Maksudnya, mereka harus bersikap
waspada supaya jangan terjerumus ke dalam perbuatan yang semisal, karena
sesungguhnya Allah telah memberikan
ilmu kepada kaum Bani Israil (di masa Nabi Saw.) dan membedakan mereka di atas
selain mereka dari kalangan orang-orang Arab. Allah telah menjadikan mereka
memiliki pengetahuan tentang sifat Nabi Muhammad melalui kitab yang ada di tangan
mereka; mereka mengenalnya sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya sendiri.
Mereka adalah orang-orang yang paling berhak dan paling utama untuk mengikuti
Nabi Saw., membantu, dan menolongnya, seperti yang telah diberitakan kepada
mereka oleh nabi-nabi mereka yang memerintahkan kepada mereka untuk
mengikutinya.
Karena itulah orang-orang yang
menentang dari kalangan mereka (Bani Israil) terhadap apa yang ada di dalam Kitab
mereka, lalu menyembunyikannya, sehingga hamba-hamba Allah yang lain tidak
mengetahuinya, maka Allah menimpakan kepada mereka kehinaan di dunia yang terus
berlangsung sampai kehinaan di akhirat.[4]
D. MUNASABAH AYAT
Ayat–ayat di atas
berhubungan dengan ayat setelahnya yaitu,
Firman Allah Swt.:
سَاءَ
مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا
Amat
buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat Kami (Al-A`raf: 177)
Allah
Swt. berfirman bahwa seburuk-buruknya perumpamaan adalah perumpamaan
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Dengan kata lain, seburuk-buruk
perumpamaan adalah perumpamaan mereka yang diserupakan dengan anjing, karena
anjing tidak ada yang dikejarnya selain mencari makanan dan menyalurkan nafsu
syahwat. Barangsiapa yang menyimpang dari jalur ilmu dan jalan petunjuk, lalu
mengejar kemauan hawa nafsu dan berahinya, maka keadaannya mirip dengan anjing;
dan seburuk-buruk perumpamaan ialah yang diserupakan dengan anjing. Karena
itulah di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Nabi Saw. telah bersabda:
لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السُّوْءِ مِنَ
الْعَائِدِ فِيْ هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَعُوْدُ فِيْ قَيْئِهِ.
“Tiada pada kami suatu perumpamaan yang lebih buruk daripada
perumpamaan seseorang yang mencabut kembali hibahnya, perumpamaannya sama
dengan anjing, yang memakan kembali muntahnya”
Firman Allah Swt.:
وَأَنفُسَهُمْ
كَانُوا يَظْلِمُونَ
dan kepada diri mereka sendirilah mereka
berbuat zalim.
(Al-A'raf: 177)
Maksudnya.
Allah tidak menganiaya mereka, tetapi mereka sendirilah yang menganiaya dirinya
sendiri karena berpaling dari mengikuti jalan hidayah dan taat kepada Tuhan,
lalu cenderung kepada keduniawian yang fana dan mengejar kelezatan serta
kemauan hawa nafsu.
II.
AL-QUR`AN SURAT
AT-TIIN/95: 1-6
Surat ini mengandung
sumpah Allah, bahwa Allah telah menciptakan keadaan dan bentuk manusia yang
sangat indah dan mungkin Allah akan mengembalikannya manusia itu ke dalam
keadaan yang sangat rendah. Allah telah menciptakan manusia dengan fitrah yang
sangat baik, namun karena mengikuti hawa nafsu, manusia terjerumus ke dalam
kancah kerendahan.
Malik dan Syu'bah
meriwayatkan dari 'Adibin Tsabit dari al-Barra' bin 'Azib: "Nabi Saw. dalam suatu perjalanannya pernah membaca surat at-tiin
wazzaitun dalam satu dari dua rakaat shalat yang beliau kerjakan. Dan aku tidak
pernah mendengar seorangpun suara atau bacaan yang lebih bagus dari beliau.” Diriwayatkan
oleh al-Jama'ah di dalam kitab mereka masing-masing.[5]
وَالتِّينِ
وَالزَّيْتُونِ ﴿١﴾ وَطُورِ سِينِينَ ﴿٢﴾ وَهَـٰذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ ﴿٣﴾ لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي
أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ﴿٤﴾ ثُمَّ رَدَدْنَاهُ
أَسْفَلَ سَافِلِينَ ﴿٥﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ
غَيْرُ مَمْنُونٍ ﴿٦﴾
A. TERJEMAHAN
1.
Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun,
2.
dan demi bukit Sinai,
3.
dan demi kota (Mekah) ini yang aman,
4.
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
5.
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya (neraka),
6.
kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.
B. TAFSIR
Di sini,
para ahli tafsir masih berbeda pendapat dengan pendapat yang cukup banyak. Ada
yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan at-tiin di sini adalah masjid
Damaskus. Ada juga yang berpendapat, ia merupakan buah tin itu sendiri. Juga
ada yang menyatakan bahwa ia adalah gunung yang terdapat di sana. Sedangkan
al-Qurthubi mengatakan: "At-tiin adalah masjid Ash-habul Kahfi."
Dan diriwayatkan oleh al-'Aufi dari Ibnu 'Abbas bahwa at-tiin adalah masjid Nuh
yang terdapat di bukit al-Judi. Mujahid mengatakan: "la adalah at-tiin
kalian ini."
وَالزَّيْتُونِ (Dan
demi zaitun,)
Ka'ab al-Ahbar, Qatadah, Ibnu Zaid, dan lain lain mengatakan: "Yaitu
masjid Baitul Maqdis.” Mujahid dan 'Ikrimah mengatakan: "Yaitu buah
zaitun yang kalian peras."
وَطُورِسِينِي (Dan demi bukit Sinai) Ka'ab al-Ahbar dan lain-lain
mengatakan: "Yaitu bukit di mana Allah berbicara langsung dengan Nabi
Musa as.”
الْأَمِينِ الْبَلَدِ وَهَـٰذَا (Dan
demi kota ini yang aman)
Yakni, kota Mekah. Demikian yang dikemukakan oleh Ibnu 'Abbas, Mujahid,
'Ikrimah, al-Hasan, Ibrahim an-Nakha'i, dan tidak ada perbedaan pendapat
mengenai masalah tersebut.
Firman Allah Ta'ala, لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ
تَقْوِيمٍ (Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya). Dan inilah yang menjadi obyek sumpah, yaitu bahwa Allah Ta'ala telah
menciptakan manusia dalam wujud dan bentuk yang sebaik-baiknya, dengan
perawakan yang sempurna serta beranggotakan badan yang normal.
رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ ثُمَّ (Kemudian
Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya) Yakni ke Neraka. Demikian yang dikemukakan
oleh Mujahid, Abul `Aliyah, al-Hasan, Ibnu Zaid, dan lain-lain. Kemudian
setelah penciptaan yang baik dan menajubkan itu, mereka akan diseret ke Neraka
jika mereka tidak taat kepada Allah dan tidak mengikuti para Rasul.
Oleh
karena itu. Dia berfirman:
إِلَّا
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
(Kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal shalih)
Dan firman-Nya,
غَيْرُ
مَمْنُونٍ فَلَهُمْ
أَجْرٌ
(Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya) Yakni, tiada putus-putusnya, seperti yang
telah disampaikan sebelumnya.
C. MUNASABAH AYAT
Pada Ayat-ayat di atas Allah
bersumpah dengan menyebut empat hal. Ayat-ayat ini menjelaskan untuk sumpah
itu. Di sini Allah berfirman bahwa: “Demi
keempat hal di atas, sungguh Kami, Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya”
Demikianlah Allah mentakdirkan kejadian
manusia. Sesudah lahir ke dunia, dengan berangsur tubuh menjadi kuat dan dapat
berjalan, dan akal pun berkembang, sampai dewasa, sampai di puncak kemegahan
umur. Kemudian berangsur menurun kondisi badan tadi, berangsur menjadi tua.
Berangsur badan lemah dan fikiran mulai pula lemah, tenaga mulai berkurang,
sehingga mulai rontok gigi, rambut hitam berganti dengan uban, kulit yang
tegang menjadi kendor, telingapun berangsur kurang pendengarannya, dan mulailah
pelupa. Jika tiba saatnya tutup usia, "Kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya). Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih."
Kaitannya dengan ayat yang lain,
lebih lanjut, Allah Ta'ala berfirman pada ayat 7, يُكَذِّبُكَ فَمَا (Maka apakah yang menyebabkanmu mendustakan) hai anak Adam بِالدِّينِ بَعْدُ (Hari) pembalasan sesudah (adanya
keterangan-keterangan) itu). Yakni, pembalasan pada hari kebangkitan,
padahal kamu telah mengetahui penciptaan pertama dan juga telah mengetahui
bahwa Rabb yang mampu memulai, sudah pasti mampu untuk mengembalikan lagi. Lalu
apa yang membuatmu mendustakan hari Kiamat padahal kamu sudah mengetahui
semuanya itu?
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari
Manshur, dia berkata: "Aku pernah katakan kepada Mujahid, بِالدِّينِ بَعْدُ يُكَذِّبُكَ فَمَا
(Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan
sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu) Yang dimaksudkan Nabi Saw., Mujahid mengatakan, "Nu'uudzubillaah, yg dimaksudkan di sini adalah manusia."
Demikian itu pula yang dikemukakan oleh 'Ikrimah dan lain-lain.
Dan firman Allah Ta'ala pada ayat 8,
الْحَاكِمِينَ
بِأَحْكَمِ اللَّـهُ أَلَيْسَ (Bukankah
Allah Hakim yang seadil-adilnya) yakni, bukankah Dia adalah Hakim yang paling bijak, tidak berbuat
sewenang-wenang dan tidak juga menzhalimi seorangpun. Di antara bentuk
keadilan-Nya adalah Dia akan mengadakan hari Kiamat, lalu Dia akan menuntut
keadilan untuk orang yang dizhalimi di dunia dari orang yang menzhaliminya.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan,
Pada surat Al- A`raf
ayat 175-176 yang penafsirannya telah dijabarkan di atas menceritakan tentang
sebuah kisah yang dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Yaitu cerita tentang
seorang yang dulu takwa dan diberikan kelebihan oleh Allah, namun karena dia tergoda
oleh dunia akhirnya dia ingkar dan berpaling dari Allah. Kebanyakan para ulama
berpendapat orang yang dimaksud adalah Bal’am. Ia seorang yang dulunya takwa
kepada Allah, diberi beberapa kelebihan. Namun ia mengingkari-Nya, dan ia tetap
pada pendiriannya. Ia tidak akan bertobat dan itu diperumpamakan oleh Allah dengan
perumpamaan yang paling rendah, yaitu layaknya
seekor anjing. yang selalu menjulurkan lidahnya, walaupun ia diganggu
ataupun tidak diganggu ia akan tetap menjulurkan lidahnya.
Dapat diambil
kesimpulan bahwa ayat-ayat ini memberikan kita pelajaran tentang rasa bersyukur
apa yang telah diberikan oleh Allah Swt. Terlebih lagi apabila kita diberikan
Allah sebuah kelebihan, maka kita jangan salah menggunakannya, jangan hanya
karena hasutan dunia kita salah menggunakannya lalu ingkar kepada Allah.
Dan pada surat
At-Tiin ayat 1-6, mengandung sumpah Allah, bahwa Allah telah menciptakan
keadaan dan bentuk manusia yang sangat indah dan mungkin Allah akan
mengembalikannya manusia itu ke dalam keadaan yang sangat rendah. Allah telah
menciptakan manusia dengan fitrah yang sangat baik, namun apabila mengikuti
hawa nafsu, manusia terjerumus ke dalam kancah kerendahan. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih akan mendapatkan pahala
yang tidak putus-putusnya dan pastinya Allah mengangkat derajatnya serta
menempatkan di surga-Nya. Semoga kita termasuk di dalam kategori orang-orang
yang shalih. Amin ya Rabbal`alamin.
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Quranul
Karim dan Terjemahan , Departemen Agama Republik Indonesia.
Al-Imam Isma`il
Fida Abdul Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, 2000, Tafsir Ibnu Kasir (Terjemahan), Bandung:
Sinar Baru Algensindo.
Shihab
Quraish M., 2004, Tafsir Al-Mishbah Jilid 5, Jakarta: Lentera Hati.
Imam Al-Mahalli
Jalaluddin dan Imam As-Suyuthi Jalaluddin, Tafsir Jalalain Melayu, MyQalam
Technology (M) Sdn Bhd, Kuala Lumpur, Malaysia.
Http//Wikipedia
Indonesia, Ensikopedia Bebas.
[1]
Http//Wikipedia
Indonesia, Ensikopedia Bebas, Hawa Nafsu.
[2]
M. Quraish
Shihab, 2004, Tafsir Al-Mishbah Jilid 5, Jakarta: Lentera Hati. h. 308-309
[3]
Lebuh
lengkapnya baca juga Terjemahan Tafsir Ibnu Kasir,2000, Bandung: Sinar Baru
Algensindo, Juz 9, surat Al-A`Raf ayat
175
[4]
Terjemahan Tafsir
Ibnu Kasir, Juz 9, h.209-212
[5]
Disalin dari
Kitab Tafsir Ibni Kasir, Juz 30, surat At-Tiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar