BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di
era globalisasi ini, ditemukan banyak individu yang terbuai dengan urusan dunia
sehingga melahirkan sikap individualistik dan sifat-sifat negatif
semacamnya. Permasalahan
yang muncul di sekolah juga menjadi semakin kompleks. Permasalahan tidak saja
berkutat kepada kesulitan belajar, tetapi juga masalah-masalah lain seperti
narkoba, penyimpangan seksual dan masih banyak lagi. Permasalahan ini secara
langsung akan berdampak kepada konselor sebagai ujung tombak pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling. Keadaan seperti ini pada dasarnya menuntut
konselor untuk secara simultan (serentak/bersamaan) mengembangkan kemampuan konselingnya dengan didasarkan
pada teori-teori konseling yang up to date.
Pada hakikatnya konsep dasar bimbingan dan konseling adalah memberi bantuan dari konselor kepada klien, bantuan di
sini dalam pengertian sebagai upaya membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke
arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu
menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya.[1] Dengan
perkataan lain membantu klien agar tingkah lakunya menjadi adaptif [2] dan
menghilangkan yang maladaptif (upnormal).
Terdapat banyak ragam teori dan pendekatan dalam pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling tersebut, di antaranya adalah pelaksanaan konseling dengan Pendekatan Psikologi Behavioral, Pendekatan Psikologi Humanistik dan Pendekatan Islami, yang akan kami sampaikan/susun
satu persatu sehingga akan tampak
kejelasan, dengan harapan penyampaian/penyusunan materi yang kami sajikan bermanfaat
bagi kita semua yang bergerak dalam dunia pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah disampaikan di atas, maka kami akan menyampaikan
topik bahasan makalah pada ini yaitu, bagaimana “Melaksanakan Konseling dengan Pendekatan
Teori Psikologi dan Islam”
C. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi kewajiban tugas kelompok
yang diberikan dosen kepada kami selaku mahasiswa di Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Tangerang jurusan Pendidikan Agama Islam, guna
menambah pemahaman kami pada mata kuliah “Bimbingan dan Konseling” dalam
materi “Melaksanakan Konseling
dengan Pendekatan Teori Psikologi dan Islam” tersebut.
BAB II
“MELAKSANAKAN KONSELING
DENGAN PENDEKATAN TEORI PSIKOLOGI DAN ISLAM”
I.
PENDEKATAN KONSELING BEHAVIORAL
A. Pengertian Konseling Behavioral
Konseling behavioral adalah salah
satu dari teori-teori konseling yang ada pada saat ini. Konseling behavioral
merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik, yang
menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak. Pendekatan
behavioral merupakan pilihan untuk membantu klien yang mempunyai masalah spesifik
seperti gangguan makan, penyalahgunaan zat, dan disfungsi seksual. Pendekatan
ini juga berguna untuk membantu gangguan yang diasosiasikan dengan kecemasan (anxiety),
stress, asertivitas (terus-terang/tegas), berfungsi sebagai orang tua atau interaksi
sosial.[3]
Aliran behaviorisme ini
berkembang pada mulanya di Rusia kemudian diikuti perkembangannya di Amerika
oleh JB. Watson (1878-1958). Tokoh
pendekatan ini antara lain adalah Bandura, Pavlov, Skinner dan masih banyak
yang lainnya
B. Konsep Dasar Konseling Behavioral
Dalam bab pendahuluan telah
dikatakan bahwasanya konsep dasar konseling adalah membantu, sedangkan konsep dasar dari behaviorisme adalah prediksi
& control atas perilaku manusia yang tampak. Dalam konsep behavioral, perilaku
manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan
mengkreasi kondisi-kondisi belajar.
Hal yang paling
mendasar dalam konseling behavioral adalah penggunaan konsep-konsep behaviorisme dalam pelaksanaan
konseling, seperti konsep reinforcement (penguatan),[4] yang merupakan bentuk adaptasi dari teori pengkondisian klasik
Pavlov, dan pengkondisiaan operan dari Skinner.[5]
Berikut ini penjelasan
serta contoh reinforcement (penguatan) menurut pandangan behavioristik:
1)
Positive Reinforcement,
(Penguatan Positif),
adalah suatu rangsangan yang
diberikan untuk memperkuat kemungkinan munculnya suatu perilaku yang baik
sehingga respons menjadi meningkat karena diikuti dengan stimulus (rangsangan) yang mendukung. Sebagai contoh,
· Seorang anak yang pada dasarnya
memiliki sifat pemalu diminta oleh guru maju ke depan kelas untuk menceritakan
sebuah gambar yang dibuat oleh anak itu sendiri. Setelah anak tersebut
membacakan cerita, guru memberikan pujian kepada anak tersebut dan teman-teman sekelasnya
bertepuk tangan. Ketika hal tersebut berlangsung berulang-ulang, maka pada akhirnya anak tersebut menjadi lebih
berani untuk maju ke depan kelas, bahkan kemungkinan sifat pemalunya akan
hilang.
Rangsangan yang diberikan untuk
penguatan positif dapat berupa hal-hal dasar seperti, makanan, minuman dan kenyamanan pisikal. Selain itu, beberapa
hal-hal lain seperti uang, persahabatan, cinta, pujian, penghargaan, perhatian,
dan kesuksesan karir juga dapat digunakan sebagai rangsangan penguatan positif.
2)
Negative reinforcement,
(Penguatan
Negatif),
adalah peningkatan frekwensi suatu perilaku positif karena hilangnya rangsangan yang
merugikan (tidak menyenangkan). Sebagai contoh,
· Seorang ibu yang memarahi anaknya
setiap pagi karena tidak membersihkan tempat tidur, tetapi suatu pagi si anak
tersebut membersihkan tempat tidurnya tanpa disuruh dan si ibu tidak
memarahinya, pada akhirnya si anak akan semakin rajin membersihkan tempat
tidurnya diiringi
dengan berkurangnya frekwensi sikap kemarahan dari ibunya.
Perbedaan mutlak penguatan negatif
dengan penguatan positif terletak pada penghilangan dan penambahan
stimulus yang sama-sama bertujuan untuk meningkatkan suatu perilaku yang baik.
*
Penguatan Positif + Stimulus => Perilaku baik.[6]
C. Metode-Metode Konseling Behavioral
Terdapat beberapa
pendekatan atau metode yang diterapkan dalam konseling behavioral. Krumboltz
memberikan empat kategori pendekatan konseling behavioral:
1. Operant learning,
2. Social modeling,
3. Cognitive leraning,
Tidak jauh beda dengan
apa yang dipaparkan Rosjidan sebagai berikut:
1. Analisis tingkah laku yang diterapkan,
2. Model stimulus-respons neobehavioristik,
3. Teori belajar social, dan
4. Modifikasi tingkah laku kognitif.[8]
Berikut ini penjelasannya:
1) Operant Learning: pendekatan ini
merupakan adaptasi dari dua teori kondisioning dari Pavlov dan Skinner,
pendekatan ini memfokuskan pada penguatan (reinforcement), dalam
pembentukan perilaku klien yang dikehendaki.
2) Social Modeling, pendekatan belajar
sosial bertolak dari pendapat Bandura tentang tiga sistem terpisah namun
merupakan sistem pengatur yang saling berkaitan, tiga aspek tersebut adalah: 1.
peristiwa stimulus eksternal, 2. penguat eksternal, dan yang paling penting
adalah proses perantara kognitif. Dalam pelaksanaanya pendekatan ini
diterapkan oleh konselor dengan cara merancang suatu perilaku adaptif yang dapat dijadikan model oleh klien.
3) Cognitive Learning; metode ini merupakan
metode pengajaran secara verbal, kontak antara konselor dengan klien dan
bermain peran. Pendekatan ini terdiri atas persuasi [9]
dan argumentasi yang diarahkan kepada perubahan-perubahan ide yang
tidak rasional.
4) Emotional Learning; diterapkan pada
individu yang mengalami kecemasan, pelaksanaannya dilakukan dalam situasi
rileks dengan menghadirkan rangsangan yang menimbulkan kecemasan bersama suatu rangsangan
yang menyenangkan.
D. Tahap-Ttahap Konseling Behavioral
Proses konseling behavioral, dilaksanakan
melalui
4
tahap sebagai berikut:
1) Tahap Penilaian (Assesment)
Yaitu tahapan yang mensyaratkan konselor mampu
untuk memahami karakteristik klien beserta permasalahannya secara utuh
(mencakup aktivitas nyata, perasaan, nilai-nilai dan pemikirannya).
Sehubungan dengan hal ini, maka konselor harus
terampil dalam mengumpulkan berbagai
informasi/data klien, instrumen yang digunakan dan sumber data yang valid.
2)
Tahap Penetapan
tujuan (Goal setting)
Yaitu antara konselor dan klien menetapkan
tujuan konseling berdasarkan analisis dari berbagai informasi/data. Dalam tahap
ini telah disepakati kriteria perubahan tingkah laku yang perlu dilakukan klien
dalam rangka memecahkan masalahnya.
3) Tahap Penerapan teknik (Techniques
implementation)
Yaitu penerapan ketrampilan dan teknik-teknik
konseling dalam upaya membantu klien mengatasi masalahnya (merubah
perilakunya). Dalam hal ini disamping harus menguasai konsep dasar konseling
behavior, konselor harus benar-benar mampu menerapkan berbagai teknik
konseling.
4) Tahap evaluasi dan terminasi (Evaluation and Termination)
Yaitu tahapan dimana seorang konselor
mengetahui perubahan perilaku klien sebagai tolak ukur proses
konseling berlangsung. Terminasi, yaitu pemberhentian proses konseling yang
bertujuan untuk:
a. Menguji apa yang
dilakukan klien pada dekade terakhir.
b. Eksplorasi kemungkinan
kebutuhan konseling tambahan
c. Membantu klien
mentransfer apa yang dipelajari klien
d. Memberi jalan untuk
memantau tingkah laku klien secara berkelanjutan.
E. Teknik
Konseling Behavioral
Seperti
yang telah kita ketahui bahwasanya konseling
merupakan aktifitas untuk menciptakan
perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan. Untuk
mencapai tujuan yang diharapkan, dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling dibutuhkan
teknik-teknik yang memadai. Berikut ini akan kami sampaikan beberapa teknik dalam Konseling Behavioral yaitu:
1) Desentisasi Sistematik (Systematic
Desensitization ), teknik
ini dikembangkan oleh Wolpe yang mengatakan bahwa semua perilaku neurotic
(terlalu
gelisah/cemas)
adalah ekspresi dari kecemasan dan respon terhadap kecemasan
dapat di-eliminasi
(di-hilangkan) dengan menemukan respon yang antagonistik (keadaan
relaksasi).
2) Latihan Asertif (Assertive
Training), yaitu konseling
yang menitik beratkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang
tidak sesuai dalam menyatakannya (misalnya: ingin marah tetapi tetap berespon
manis). Pelaksanaan teknik ini ialah dengan role playing (bermain
peran).
3) Terapi Aversi (Aversion
Therapy), Teknik ini
bertujuan untuk menghukum perilaku yang negatif dan memperkuat perilaku yang
positif. Dalam hal ini konselor dapat menerapkan punishment (sangsi) dan
reward (pujian/hadiah) secara tepat dan proposional terhadap perubahan
perilaku klien.
4) Terapi Implosif dan pembanjiran,
Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang
tanpa pemberian penguatan. Teknik pembanjiran ini tidak menggunakan agen
pengkondisian balik maupun tingkatan kecemasan. Terapis memunculkan
stimulus-stimulus penghasil kecemasan, klien membayangkan situasi, dan terapis
berusaha mempertahankan kecemasan klien.
5) Pekerjaan-Rumah (Home-Work),
Teknik ini berbentuk suatu latihan/ tugas rumah bagi klien yang kurang
mampu menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu, caranya dengan memberikan
tugas rumah (untuk satu minggu), misalnya: tidak menjawab apabila klien
dimarahi ibunya atau bapaknya.
F. Kelemahan Dan Kelebihan Konseling Behavioral
1. Kelemahan
1) Kurangnya
kesempatan bagi klien untuk terlibat kreatif dengan keseluruhan penemuan diri
atau aktualisasi diri
2) Kemungkinan terjadi bahwa klien mengalami “depersonalized” dalam
interaksinya dengan konselor.
3) Keseluruhan
proses mungkin tidak dapat digunakan bagi klien yang memiliki permasalahan yang
tidak dapat dikaitkan dengan tingkah laku yang jelas.
4) Bagi
klien yang berpotensi cukup tinggi dan sedang mencari arti dan tujuan hidup
mereka, tidak dapat berharap banyak dari konseling behavioral.
2. Kelebihan
1) Mengembangkan
konseling sebagai ilmu karena mengundang penelitian dan menerapkan ilmu
pengetahuan kepada proses koseling
2) Mengembangkan
perilaku yang spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur
3) Penekanan
bahwa konseling hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan bukan pada
perilaku yang terjadi dimasa datang
II.
PENDEKATAN KONSELING EKSISTENSIAL HUMANISTIK
A. Latar Belakang Teori Konseling Eksistensial Humanistik
Aliran humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang
muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme
yang berkembang pada abad pertengahan.
Beberapa
psikolog pada waktu yang sama tidak menyukai uraian aliran psikodinamika dan
behaviouristik tentang kepribadian. Mereka merasa bahwa teori-teori ini
mengabaikan kualitas yang menjadikan manusia itu berbeda dari binatang, seperti
misalnya mengupayakan dengan keras untuk menguasai diri dan merealisasi diri.
Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti: Abraham
Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional
yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti
tentang: self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta,
kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.
B. Pengertian Teori Konseling Eksistensial Humanistik
Eksistensi (muncul/menjadi-pen) merujuk kepada proses. Eksistensi diasosiasikan dengan pertumbuhan dan
perubahan. Dalam buku Teori dan Praktek Konseling Psikoterapi oleh Gerald Corey
(1999), terapi eksistensial juga bertujuan membantu klien menghadapi kecemasan
sehubungan dengan pemilihan nilai dan kesadaran bahwa dirinya bukan hanya
sekedar korban kekuatan–kekuatan deterministik dari luar dirinya. Terapi
eksistensial memiliki cirinya sendiri oleh karena pemahamannya bahwa tugas
manusia adalah menciptakan eksistensinya yang bercirikan integritas dan makna.[10]
Terapi eksistensial berpijak pada premis[11]
bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan
tanggung jawab itu saling berkaitan. Dalam terapeutiknya, pendekatan
eksistensial humanistik memusatkan perhatian pada asumsi–asumsi filosofis yang
melandasi terapi.
Pendekatan eksistensial humanistik menyajikan suatu
landasan filosofis bagi orang–orang dalam hubungan dengan sesamanya yang
menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan
yang melalui implikasi–implikasi (keterlibatan) bagi usaha membantu individu dalam
menghadapi pertanyaan–pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia. Pada
dasarnya terapi eksistensial memiliki tujuan untuk meluaskan kesadaran diri
klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni bebas dan
bertanggung jawab atas arah hidupnya. Jadi, Istilah humanistik dalam hubungannya dengan konseling, memfokuskan pada potensi individu untuk secara aktif
memilih dan membuat keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan dirinya
sendiri dan lingkungannya.
C. Konsep Dasar Konseling Eksistensial Humanistik
Teori
Humanisme lebih melihat pada sisi
perkembangan
kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia
membangun dirinya untuk
melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi
manusia.
Menurut Gerald, beberapa konsep utama dari pendekatan eksistensial yaitu:[12]
1. Kesadaran diri, Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya
sendiri, suatu kesanggupan yang unik
dan nyata yang memungkinkan
manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu
pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu.
Kesanggupan untuk memilih alternatif yakni memutuskan secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial
(perlu sekali/mendasar) pada manusia.
2. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan, Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab dapat menimbulkan kecemasan yang menjadi
atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas
keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati.
Kesadaran atas kematian memiliki arti
penting bagi kehidupan individu
sekarang, sebab kesadaran tersebut
menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang
terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya.
3. Penciptaan Makna, Manusia itu unik, dalam artian bahwa dia berusaha untuk
menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Pada hakikatnya manusia
memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara
yang bermakna, sebab manusia adalah
makhluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna dapat
menimbulkan kondisi-kondisi keterasingan dan kesepian. Manusia juga berusaha
untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi– potensi manusiawinya
sampai taraf tertentu.
D. Tujuan Konseling Eksistensial Humanistik
Beberapa tujuan
Konseling Eksistensial Humanistik yaitu:
1.Agar klien mengalami keberadaannya secara autentik dengan menjadi
sadar
atau keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan
bertindak berdasarkan kemampuannya. Keautentikan sebagai “urusan utama psikoterapi” dan
“nilai eksistensial pokok”. Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik:
atau keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan
bertindak berdasarkan kemampuannya. Keautentikan sebagai “urusan utama psikoterapi” dan
“nilai eksistensial pokok”. Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik:
1) Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang
2) Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang
3) Memikul tanggung jawab untuk memilih.
2.Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan
pilihannya yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
pilihannya yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
3.Membantu klien agar
mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan
menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekadar korban kekuatan kekuatan deterministic di luar
dirinya.
E. Teknik
Konseling Eksistensial Humanistik
Konseling Eksistensial Humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat.
Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya
separti teori Gestalt dan Analisis Transaksional. Tugas konselor
di sini adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya
dapat bermakna apabila ia memaknainya. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan
adalah:
1. Membina
hubungan baik (good rapport)
2. Membuat
klien bisa menerima dirinya dengan segala potensi dan keterbatasannya.
3. Merangsang
kepekaan emosi klien
4. Membuat
klien bisa mencari solusi permasalahannya sendiri.
5.
Mengembangkan potensi
dan emosi positif klien
6.
Membuat
klien menjadi adequate.(memadai/kk).
Terdapat beberapa tahap yang dapat
dilakukan oleh konselor dalam konseling eksistensial humanistik, antara lain yaitu:
1. Tahap pendahuluan, Konselor membantu
konseli dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka
tentang dunia. Konseli diajak untuk mendefinisikan dan
menanyakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan
eksistensi mereka bisa diterima. Mereka meneliti
nilai mereka, keyakinan, serta asumsi untuk
menentukan kesalahannya. Bagi banyak konseli
hal ini bukan pekerjaan yang mudah, oleh
karena itu awalnya mereka memaparkan problema
mereka. Konselor disini mengajarkan
mereka bagaimana caranya untuk bercermin pada eksistensi mereka sendiri
dan meneliti peranan mereka dalam hal penciptaan problem mereka dalam hidup.
2. Tahap
tengah, Konseli didorong semangatnya untuk
lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai
mereka. Proses eksplorasi (penjelajahan) diri ini
biasanya membawa konseli ke pemahaman baru dan berapa
restrukturisasi (penataan kembali) dari nilai dan sikap mereka. Konseli mendapat cita rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan macam
apa yang mereka anggap pantas. Mereka mengembangkan
gagasan yang jelas tentang proses pemberian
nilai internal mereka.
3. Tahap terakhir,
Berfokus pada menolong konseli untuk bisa
melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka
sendiri. Sasaran terapi adalah memungkinkan
konseli untuk bisa mencari cara mengaplikasikan
nilai hasil penelitian dan internalisasi
dengan jalan kongkrit. Biasanya konseli menemukan jalan mereka
untuk menggunakan kekuatan itu demi menjalani
konsistensi kehidupannya yang memiliki tujuan,
F. Kelebihan Dan Kelemahan Konseling Eksistensial Humanistik
Adapun
kelebihan Konseling Eksistensial Humanistik adalah:
1. Teknik ini dapat digunakan bagi
klien yang mengalami kekurangan dalam perkembangan dan kepercayaan diri.
2.
Adanya kebebasan klien untuk
mengambil keputusan sendiri.
3.
Memanusiakan manusia.
4. Bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, analisis terhadap fenomena sosial.
5. Pendekatan terapi eksistensial cocok
digunakan pada perkembangan klien seperti masalah karier, kegagalan dalam
perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun masa transisi dalam
perkembangan dari remaja menjadi dewasa
Kelemahan Konseling Eksistensial Humanistik
1.
Dalam metodologi, bahasa dan
konsepnya yang mistikal
2.
Dalam pelaksanaannya tidak memiliki
teknik yang tegas.
3. Terlalu percaya pada kemampuan klien
dalam mengatasi masalahnya (keputusan ditentukan oleh klien sendiri)
4.
Memakan waktu lama,
III.
PENDEKATAN KONSELING
ISLAMI
A. Latar Belakang Dan Tujuan Bimbingan dan Konseling
Islami
Sebagaimana diketahui, sebagian besar teori-teori konseling
dan psikologi yang ada saat ini didasarkan hasil percobaan terhadap binatang
yang kemudian digeneralisasi (penyamarataan) pada manusia. Teori bimbingan dan
konseling juga dikembangkan berdasarkan pada “filsafat” dan “sains”, sehingga
wajar jika hasilnya spekulatif dan tentantif (belum tentu, sementara waktu, dan masih bisa berubah).
Wajar pula bila ada sebagian ahli yang menilai hasil bimbingan dan konseling
selama ini baru bersifat “supervisial”, “kulit luarnya saja”, atau
“tidak tuntas”.
Mencermati kondisi-kondisi di atas, maka perlu dicari
“acuan” baru dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang bersifat universal,
berlaku sepanjang masa, dan memiliki nilai kebenaran mutlak. Sifat-sifat ini
hanya ada pada ajaran agama, agama Islam. Inilah yang mendasari lahirnya bimbingan
dan konseling Islami.
Dengan
pendekatan agama, konselor akan dapat mengatasi masalah yang dihadapi oleh
klien. Karena agama mengatur segala aspek kehidupan manusia untuk mewujudkan
rasa tentram, damai dalam batin manusia dalam menuju kebahagiaan yang hakiki.
Dari
hal tersebut dapat dirumuskan bahwa tujuan dari bimbingan dan konseling Islami
adalah untuk meningkatkan dan menumbuhkan kesadaran manusia tentang
eksistensinya sebagai makhluk dan khalifah Allah Swt di muka bumi ini, sehingga
setiap aktifitas dan tingkah lakunya tidak keluar dari tujuan hidupnya, yakni
menyembah atau mengabdi kepada Allah Swt.
Secara
kodrati, manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk religius yang
memiliki keeksistensiannya dan hidup secara bersama-sama. Manusia dilahirkan
sebagai makhluk monopluralis yang berunsurkan jasad dan ruh dengan disertai akal dan hati
nurani dan hawa nafsu, diberi
kebebasan untuk berkehendak. Akan tetapi hal tersebut menuntut adanya
tanggung jawab yang harus dipikulnya.
Fitrah
manusia tidak akan berkembang tanpa adanya bimbingan dan pengajaran. Dalam perjalanan kehidupan, perkembangan
fitrah manusia akan menghadapi berbagai permasalahan. Oleh karena itu, dengan bimbingan dan konseling dimaksudkan agar
manusia mampu memahami
potensi-potensi insaniahnya, dimensi-dimensi kemanusiaanya, termasuk memahami
berbagai persoalan hidup dan mencari alternatif
pemecahannya.[13]
Dengan pemahaman ajaran-ajaran Islam, dapat mencegah manusia dari berbagai bentuk
perbuatan negatif yang dapat merugikan dirinya
maupun orang lain.
Allah
berfirman dalam Al-Qur`an:
إِنَّ
الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ
{Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji
dan mungkar) QS. Al-Ankabut (29):
45
وَأَمَّا
مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ
فَإِنَّ
الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ
(Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan
diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal (nya)).An-Nazi`at (79): 40-41
Apabila
hal tersebut terjadi maka kebahagiaan yang hakiki yang akan diperoleh.
B.
Pendekatan Islami Dalam Pelaksanaan Bimbingan Konseling
Pendekatan
Islami dalam bimbingan dan konseling dapat dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis
yang meliputi pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan dan lain-lain yang berkaitan
dengan klien dan konselor. Bagi pribadi muslim yang berlandaskan tauhid,
merupakan pribadi yang bekerja keras untuk melaksanakan tugas suci yang telah
Allah berikan dan percayakan kepadanya, yang mana baginya merupakan suatu
ibadah. Sehingga pada pelaksanaan bimbingan dan konseling, pribadi muslim
berprinsip pada hal-hal berikut ini:
1. Selalu memiliki prinsip landasan dan prinsip dasar yaitu hanya
beriman kepada Allah Swt.
2. Memiliki prinsip kepercayaan, yakni beriman kepada malaikat-Nya
3. Memiliki prinsip kepemimpinan, yakni beriman kepada Nabi dan
Rasul-Nya.(Al-hadis)
4. Selalu memiliki prinsip pembelajaran, yakni berprinsip pada Al-Qur`an.
5. Memiliki prinsip masa depan, yakni beriman kepada hari akhir.
6. Memiliki prinsip keteraturan, yakni beriman kepada ketentuan Allah (Qada` dan Qadar).
Jika
seorang konselor memegang prinsip tersebut, maka pelaksanaan bimbingan dan
konseling akan mengarah kearah kebenaran, selanjutnya dalam pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling Islami perlu memiliki tiga langkah untuk mewujudkan
tujuannya:
· Pertama, memiliki
mission statement yang jelas yaitu dua kalimat syahadat.
· Kedua, memiliki sebuah
metode pembangunan karakter sekaligus simbol kehidupan yaitu shalat lima waktu.
· Ketiga, memiliki
kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan disimbolkan dengan puasa.
Dengan
prinsip tersebut, seorang konselor dapat menghasilkan kecerdasan emosi
dan spiritual (ESQ/Emotional Spiritual Quotient) yang sangat
tinggi (Akhlakul
Karimah). Selain itu
seorang konselor juga perlu mengetahui pandangan filsafat Ketuhanan (Theologi),
karena manusia sejatinya telah membawa potensi bertuhan sejak dilahirkan. Apabila
manusia menghadapi masalah, sebaiknya diarahkan dengan pendekatan agama. Yang
mana dalam agama mempunyai fungsi-fungsi pelayanan bimbingan, konseling dan
terapi yang didasarkan kepada Al-Qur`an
dan As-sunnah. Dan pastinya, pelaksanaan bimbingan dan konseling dengan
pendekatan agama Islam, akan membawa kepada peningkatan iman, ibadah dan jalan
yang diridhai Allah Swt.
Peranan agama Islam dalam menghadapi kesehatan mental manusia
adalah sebagaimana berikut:
1. Ajaran Islam beserta seluruh petunjuknya yang ada di dalamnya
merupakan obat bagi jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat
dalam jiwa manusia.
2. Ajaran Islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam menghadapi cobaan dan mengatasi kesulitan.
3. Ajaran Islam memberikan rasa aman dan tentram yang menimbulkan
keimanan kepada Allah dalam jiwa
seorang mukmin.
4. Bagi seorang mukmin, ketenangan jiwa, rasa aman dan ketentraman
jiwa akan terealisasi dengan keimanannya kepada
Allah yang akan membekali harapan akan pertolongan, lindungan dan
penjagaan-Nya.
C.
Teori-Teori Konseling dalam Islam
Yang
dimaksud dengan teori-teori konseling dalam Islam adalah landasan yang benar
dalam melaksanakan proses bimbingan dan konseling agar dapat berlangsung dengan
baik dan menghasilkan perubahan-perubahan positif bagi klien mengenai cara dan
paradigma (kerangka) berfikir, cara menggunakan potensi nurani, cara berperasaan, cara
berkeyakinan dan cara bertingkah laku berdasarkan Al-Qur`an dan
As-Sunnah.
Allah
berfirman dalam Al-Qur`an surat An-Nahl (16): 125::
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ ۖ
وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk).
Ayat
tersebut menjelaskan beberapa teori atau metode dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling. Teori-teori tersebut sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Hamdani
Bakran (2002) adalah sebagaimana berikut:[14]
1. Teori Al-Hikmah
Sebuah pedoman, penuntun dan pembimbing untuk memberi bantuan
kepada individu yang sangat membutuhkan pertolongan dalam mendidik dan
mengembangkan eksistensi (keberadaan) dirinya hingga ia dapat menemukan jati diri dan citra dirinya serta
dapat menyelesaikan atau mengatasi berbagai permasalahan hidup secara mandiri.
Proses aplikasi (penerapan) konseling
teori ini semata-mata dapat dilakukan oleh konselor dengan pertolongan Allah,
baik secara langsung maupun melalui perantara, dimana ia hadir dalam jiwa konselor
atas izin-Nya.
2. Teori Al-Mauidhoh
Hasanah
Yaitu teori bimbingan atau konseling dengan cara mengambil
pelajaran-pelajaran dari perjalanan kehidupan para Nabi dan Rasul. Bagaimana
Allah membimbing dan mengarahkan cara berfikir, cara berperasaan, cara berperilaku
serta menanggulangi berbagai problem kehidupan. Bagaimana cara mereka membangun
keta`atan
dan ketaqwaan kepada-Nya.
Yang dimaksud dengan Al-Mau’izhoh Al-Hasanah ialah pelajaran
yang baik dalam pandangan Allah dan Rasul-Nya, yaitu dapat membantu klien untuk
menyelesaikan atau menanggulangi problem yang sedang dihadapinya.
3.
Teori Mujadalah bil Ahsan
Yang dimaksud teori Mujadalah ialah teori konseling yang
terjadi dimana seorang klien sedang dalam kebimbangan. Teori ini biasa
digunakan ketika seorang klien ingin mencari suatu kebenaran yang dapat
menyakinkan dirinya, yang selama ini ia memiliki problem kesulitan mengambil
suatu keputusan dari dua hal atau lebih; sedangkan ia berasumsi bahwa kedua
atau lebih itu lebih baik dan benar untuk dirinya. Padahal dalam pandangan
konselor hal itu dapat membahayakan perkembangan jiwa, akal pikiran, emosional,
dan lingkungannya.
Prinsip-prinsip dari teori ini adalah sebagai berikut:
1) Harus adanya kesabaran yang tinggi dari konselor;
2) Konselor harus menguasai akar permasalahan dan terapinya dengan
baik;
3) Saling menghormati dan menghargai;
4) Bukan bertujuan menjatuhkan atau mengalahkan klien, tetapi
membimbing klien dalam mencari kebenaran;
5) Rasa persaudaraan dan penuh kasih sayang;
6) Tutur kata dan bahasa yang mudah dipahami dan halus;
7) Tidak menyinggung perasaan klien;
8) Mengemukakan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan tepat dan
jelas;
9) Ketauladanan yang sejati. Artinya apa yang konselor lakukan dalam
proses konseling benar-benar telah dipahami, diaplikasikan dan dialami
konselor. Karena Allah sangat murka kepada orang yang tidak mengamalkan apa
yang ia nasehatkan kepada orang lain.
Dalam
firman-Nya did lam Al-Qur`an surat Ash-Shaff (61): 2-3:
:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّـهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
(Wahai
orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?.
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada
kamu kerjakan}
Teori konseling “Al-Mujadalah bil Ahsan”, menitik-beratkan
kepada individu yang membutuhkan kekuatan dalam keyakinan dan ingin
menghilangkan keraguan terhadap kebenaran Ilahiyah yang selalu bergema
dalam nuraninya. Seperti adanya dua suara atau pernyataan yang terdapat dalam
akal fikiran dan hati sanubari, namun sangat sulit untuk memutuskan mana yang
paling mendekati kebenaran.
D.
Teknik-teknik
Konseling Islami
Berikut
ini adalah beberapa teknik konseling sebagaimana yang juga disampaikan
oleh Hamdani Bakari (2002), yakni:
1. Teknik yang
bersifat lahir,
Teknik
yang bersifat lahir ini menggunakan alat yang dapat dilihat, di dengar atau
dirasakan oleh klien (anak didik) yaitu dengan menggunakan tangan atau lisan
antara lain:
1) Dengan
menggunakan kekuatan, power dan otoritas.
2) Keinginan,
kesungguhan dan usaha yang keras.
3) Sentuhan tangan
(terhadap klien yang mengalami stres dengan memijit di bagian kepala, leher dan
pundak)
4) Nasehat,
wejangan, himbauan dan ajakan yang baik dan benar. Maksudnya dalam konseling,
konselor lebih banyak menggunakan lisan yang berupa pertanyaan yang harus
dijawab oleh klien dengan baik, jujur dan benar. Agar konselor bisa mendapatkan
jawaban dan pernyataa yang jujur dan terbuka dari klien, maka kalimat yang
dilontarkan konselor harus mudah dipahami, sopan dan tidak menyinggung perasaan
atau melukai hati klien. Demikian pula ketika memberikan nasehat hendaklah
dilakukan dengan kalimat yang indah, bersahabat, menenangkan dan menyenangkan.
5) Menbacakan do'a
atau berdo'a dengan menggunakan lisan
2.
Teknik yang Bersifat Batin
Yaitu teknik yng hanya dilakukan dalam hati dengan do'a dan harapan
namun tidak usaha dan upaya yang keras secara konkrit, seperti dengan
menggunakan potensi tangan dan lisan. Oleh karena itulah Rosululloh bersabda
"bahwa melakukan perbuatan dan perubahan dalam hati saja merupakan
selemah-lemahnya iman".
Teknik
konseling yang ideal adalah dengan kekuatan, keinginan dan usaha yang keras dan
sungguh-sungguh dan diwujudkan dengan nyata melalui perbuatan, baik dengan
tangan, maupun sikap yang lain. Tujuan utamanya adalah membimbing dan
mengantarkan individu (anak didik) kepada perbaikan dan perkembangan eksistensi
diri dan kehidupannya baik dengan Tuhannya, diri sendiri, lingkungan keluarga,
lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan,
Ada
banyak teori pendekatan dalam Bimbingan dan Konseling yang dapat dipakai
seorang konselor dalam membantu kliennya, termasuk tiga teori pendekatan yang
telah kami sampaikan pada bab pembahasan sebelumnya.yaitu, Teori pendekatan psikologi
Behavioral dan Eksistensial Humanistik dan yang terakhir teori pendekatan
Islami.
Dari
ketiga teori pendekatan tersebut, pemakalah menarik kesimpulan bahwa teori
pendekatan Islami yang paling efektif
dapat membantu klien, karena pada hakekatnya fitrah manusia diciptakan oleh
Allah Swt. sebagai makhluk religius, di dalam ajaran Islam, manusia
diberi Al-Qur`an dan Hadis sebagai pedoman hidup, maka dengan pemahaman ajaran-ajaran
Islam manusia dapat membedakan mana yang hak dan mana yang
batil agar dapat mencegah manusia dari berbagai bentuk perbuatan negatif yang
dapat merugikan dirinya maupun orang lain.
Demikianlah makalah ini kami sampaikan dengan
sebaik-baiknya. Dikarena keterbatasan ilmu yang kami miliki, pastinya makalah ini jauh
dari kata sempurna, kami mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan
redaksi, rujukan dan lain sebagainya, karena kesempurnaan hanya milik Allah
Swt.
Harapan kami, semoga makalah ini bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Bakran, Hamdani, Konseling & Psikoterapi Islam, Yogyakarta: Rajawali Pers, 2002
Gerald, Corey. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
PT ERESCO, 2010
Nurihsan, Syamsu Yusuf &
Juntika,, Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: Rosdakaraya, 2005
Pihasniwati, PSIKOLOGI KONSELING Upaya Pendekatan
Integrasi-Interkoneksi, Yogyakarta: Sukses Offset, 2008.
Rosjidan. Pengantar Teori-teori Konseling.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen DIKT}, 1988
Surya, Muhamad Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Teori & Konsep), Yogyakarta: Kota Kembang, 1988.
Tohirin, Bimbingan
dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Yogyakarta: UII Pers, 2007
Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
[1] Yusuf Syamsu & Juntika,
Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Rosdakaraya).
2005, h. 9
[2] Perilaku adaptif adalah tingkat kemampuan/keefektifan seseorang dalam memenuhi
standar kemandirian pribadi dan tanggung jawab sosial yang diharapkan untuk usia dan budaya
kelompoknya, AAMD (the American
Association on Mental Deficiency, 1983)
[3] Pihasniwati, PSIKOLOGI KONSELING Upaya Pendekatan
Integrasi-Interkoneksi, (Yogyakarta: Sukses Offset), 2008, h..100
[4] Reinforcement (penguatan) adalah proses
belajar untuk meningkatkan kemungkinan dari sebuah perilaku dengan memberikan atau
menghilangkan rangsangan. Prinsip penguatan dibagi menjadi dua, yaitu penguatan
positif dan penguatan negatif.
[6] http//Hikmah Nasution,
OPERANT CONDITIONING, Free Blogger Template, 2008
[7] Muhamad Surya, Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Teori & Konsep), (Yogyakarta: Kota Kembang), 1988. h.188
[8] Rosjidan. Pengantar Teori-teori Konseling. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen DIKTI}, 1988, h. 225
[9] Persuasi adalah komunikasi yang digunakan untuk mempengaruhi dan meyakinkan orang lain (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)
[7] Muhamad Surya, Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Teori & Konsep), (Yogyakarta: Kota Kembang), 1988. h.188
[8] Rosjidan. Pengantar Teori-teori Konseling. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen DIKTI}, 1988, h. 225
[9] Persuasi adalah komunikasi yang digunakan untuk mempengaruhi dan meyakinkan orang lain (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)
[11]Premis: apa yang dianggap benar sebagai landasan
kesimpulan kemudian; dasar pemikiran; alasan/asumsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar