BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sejarah pendidikan merupakan bagian
sejarah kebudayaan umat manusia, karena mendidik berarti pula suatu usaha untuk
menyerahkan atau mewariskan kebudayaan. Proses pendidikan sebenarnya telah
berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial
budaya manusia di bumi. Proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber
dan berpedoman pada ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur`an
dan terjabar dalam Sunnah Rasul bermula sejak Nabi Muhammad SAW. menyampaikan
ajaran tersebut pada umatnya.
Sejarah pendidikan Islam pada
hakikatnya tidak terlepas dari sejarah Islam, oleh karena itu priodesasi
sejarah pendidikan Islam terdapat dalam priode-priode sejarah Islam itu
sendiri, secara garis besar Harun Nasution membagi sejarah Islam ke dalam tiga
priode, yaitu: priode klasik, pertengahan dan modern, kemudian perinciannya dapat
dibagi menjadi 5 masa, yaitu:
1.
Masa hidupnya nabi
Muhammad SAW. (571-632 M)
2.
Masa kholifah yang
empat (Khulafaur Rosyidin/Abu Bakar Siddiq, Umar Bin Kathab, Utsman bin Affan dan
Ali bin Abi Tholib/
632-661 M)
3.
Masa kekuasaan Ummayah
di Damaskus (661-750 M)
4.
Masa kekuasaan
Abbasiyah di Baghdad (750-1250 M)
5.
Masa dimana jatuhnya
kekuasaan kholifah di Baghdad tahun 1250 M sampai sekarang.
Pada masa Daulah Abbasiyah merupakan masa
keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah ''The Golden Age''.
Pada masa itu umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang
ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai
cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku
dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan
cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di
berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Bani Abbas mewarisi imperium besar Bani Ummayah.
Hal ini memungkinkan mereka dapat mencapai hasil lebih banyak, karena
landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani Ummayah yang besar.[1]j
Daulah Abbasiyah mengalami tiga kali
pergantian penguasa, yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Saljuk. Pada makalah
ini kami akan menyampaikan pokok bahasan mengenai Pendidikan Islam pada masa Dinasti
Buwaihi.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana perkembangan
Pendidikan pada masa Bani Buwaihi?
2.
Siapa saja para ilmuwan
pada masa Bani Buwaihi?
3.
Apa karya-karya para
ilmuwan pada masa Bani Buwaihi?
C. Tujuan
1.
Agar mengetahui
perkembangan Pendidikan pada masa Dinasti
Buwaihi.
2.
Agar mengetahui para
ilmuwan pada masa Bani Buwaihi dan karya-karya mereka.
3.
Agar menjadi inspirasi
bagi generasi berikutnya.
D. Metode
Pengumpulan Data
1.
Membaca buku-buku
2.
Media masa dan
internet
BAB II
DINASTI
BUWAIHI
(334-447 H/945-1055 M)u
Pokok bahasan dalam makalah ini ialah Pendidikan
pada masa Dinasti Buwaihi. Sebelum masuk pada pokok bahasan tersebut, perlu
kiranya kami menyampaikan secara ringkas mengenai Dinasti Buwaihi. Dinasti ini
merupakan bagian dari sejarah peradaban Islam yang pernah berkuasa di Irak.
Keberadaan dan kekuasaannya akan memberikan citra terhadap perkembangan
peradaban Islam masa lalu dan memberikan inspirasi bagi generasi berikutnya.
Ada beberapa riwayat tentang asal usul
Bani Buwaihi diantaranya:
1.
Buwaihi berasal dari
keturunan seorang pembesar yaitu Menteri Mahr Nursi.
2.
Ada yang mengatakan
Buwaihi adalah keturunan Dinasti Dibbat suatu dinasti di Arab.
3.
Buwaihi adalah
keturunan raja Persi.
4.
Buwaihi berasal dari
nama seorang laki-laki miskin yang bernama Abu Syuja’ yang hidup di negeri
Dailam sebelah barat daya laut Kaspia yang telah tunduk pada kekuasaan Islam
pada masa khalifah Umar Bin Khatab, Abu Syuja’ adalah seorang nelayan yang
kegiatan sehari-harinya memancing ikan.[2]
Para ahli sejarah lebih mempercayai
pendapat ke empat hal ini dibuktikan oleh perkataan Ahmad Bin Buwaihi yang
sering melontarkan kata-kata “Aku pernah menjunjung kayu api di kepala ku”
untuk mengenang masa-masa pahit sebelum menjadi pembesar kala itu.
Masa pemerintahan Buwaihi yang
merupakan periode ketiga dari pemerintahan Bani Abbasiyah, dimana
kekhilafahannya dikuasai oleh bani Buwaihi sejak 334-447
H/945-1055 M. seperti yang lebih dipercayai oleh para ahli sejarah, dibangun
oleh tiga putra Abu Syuja’ Buwaihi, seorang nelayan di wilayah Dailam,
ketiganya adalah, Ali bin Buwaihi, Hasan dan Ahmad. Untuk keluar dari tekanan
kemiskinan, tiga bersaudara ini memasuki dinas militer yang ketika itu
dipandang banyak mendatangkan rezeki.[3] Dalam
sejarahnya ketiga bersaudara ini membangun karir militer mereka pada Dinasti
Bani Saman. Tak lama kemudian mereka bergabung dengan pasukan Mardawij
Ad-Dailamy, karena prestasi mereka yang menonjol panglima Mardawij mengangkat
Ali sebagai gubernur Al-Karaj, sedangkan Hasan dan Ahmad menduduki jabatan
penting.
Di tengah menguatnya militer Bani Buwaihi,
kekuatan dinasti Abbasiyah malah semakin menurun dan dilanda kekacauan.
Persaingan dan perebutan jabatan Amir Umara di antara Wazir [4]
dan panglima militer yang dikuasai orang-orang Turki. Maka fase yang paling
gelap dalam sejarah kekhalifahan ini dimulai ketika Khalifah Al-Mustakfi Billah
terpaksa meminta bantuan kepada pemimpin Buwaihi yaitu Ahmad untuk memasuki
Baghdad untuk mengangkatnya sebagai Amir Umara.[5]
Dari Shiraj Ahmad menyerang Baghdad pada tahun 945 M dan berhasil mengusir
militer Turki dari sana. Pasukan Buwaihi ini mendapat sambutan dari Khalifah
Al-Mustakfi salah satu khalifah Dinasti Abbasiyah, Ahmad menerima gelar Mu’izz
Daulah dan memerintah sebagai wazir utama dan mengambil kekuasaan atas
orang-orang Sunni.[6]
Sedangkan Ali dan Hasan mendapat gelar masing-masing sebagai Imad Daulah dan
Rukn Daulah.
Pemerintahan Bani Buwaihi
membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara, Ali menguasai wilayah bagian
selatan negeri Persia, Hasan menguasai wilayah bagian utara, dan Ahmad
menguasai wilayah Al-Ahwaz, Wasit dan Baghdad.
Sejak
saat itulah Kekhalifahan Abbasiyah dikendalikan para amir Bani Buwaihi. Khalifah
tidak lebih hanya sebagai simbol, tidak berdaya dan tidak memiliki kekuatan
politik dan militer. “Pada masa pemerintahan Bani Buwaihi inilah, para
Khalifah Abbasiyah hanya tinggal namanya saja,” tutur Prof. Badri Yatim.
Sebab, pelaksanaan pemerintahan berada dalam genggaman amir-amir Buwaihi. Dinasti
Buwaihi pun memindahkan pusat kekuasaannya dari Syiraz ke Baghdad. Di kota
itu mereka membangun istana-istana yang disebut Dar Al-Mamlakah
(rumah kerajaan). Meski begitu, pusat Dinasti Buwaihi yang
sebenarnya berada di Syiraz, tempat Ali bin Buwaihi (saudara tertua) bertahta. Berkuasanya
Bani Buwaihi di Baghdad ternyata mampu menyatukan kembali dinasti-dinasti kecil
yang sempat menyatakan keluar dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah.[7]
Sebenarnya keturunan Bani Buwaihi
adalah keturunan kaum Syi’ah, dan bukan
keturunan Bani Abbas secara langsung pada saat itu. Meskipun Khalifah dan
sebagian umat Islam sangat tertekan akibat paham yang dianut oleh dinasti ini,
akan tetapi banyak kemajuan-kemajuan yang dicapai pada masa dinasti ini
berkuasa. Masa kejayaan Bani Buwaihi merupakan era transisi berakhirnya
kekuasaan bangsa Arab di Kekhalifahan Abbasiyah. Selama mengendalikan
kekuasaannya di Baghdad,
Dinasti Buwaihi turut berjasa
mengembangkan supremasi (kekuasaan
tertinggi) peradaban Islam di bidang ilmu pengetahuan dan sastra. Di
zaman Dinasti Buwaihi, terutama ketika kepemimpinan ‘Adud Al Dawlah, dalam
mendukung pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan sastra beliau melakukan
pengembangan antara lain memperindah Baghdad, memperbaiki kanal-kanal yangs
sudah usang dan di beberapa kota-kota lain, mendirikan sejumlah masjid, rumah
sakit dan gedung-gedung publik, observatorium[8]
(tempat peneropongan bintang) yang terkenal
dan lain-lain.
Setelah mengalami masa
kemajuan, akhirnya Dinasti Buwaihi mengalami kejatuhannya berawal setelah
generasi pertama tiga bersaudara tersebut, kekuasaan menjadi ajang pertikaian
di antara anak-anak mereka. Masing-masing merasa paling berhak atas kekuasaan
pusat. Misalnya, pertikaian antara 'Izz al-Daulah Bakhtiar, putera Mu'izz
al-Daulah dan 'Adhad al-Daulah, putera Imad al-Daulah, dalam perebutan jabatan
amir al-umara. Perebutan kekuasaan di kalangan keturunan Bani Buwaih ini
merupakan salah satu faktor internal yang membawa kemunduran dan kehancuran
pemerintahan mereka. Faktor internal lainnya adalah pertentangan dalam tubuh
militer, antara golongan yang berasal dari Dailam dengan keturunan Turki.
Ketika Amir al-Umara dijabat oleh
Mu'izz al-Daulah persoalan itu dapat diatasi, tetapi manakala jabatan itu
diduduki oleh orang-orang yang lemah, masalah tersebut muncul ke permukaan,
mengganggu stabilitas dan menjatuhkan wibawa pemerintah. Sejalan dengan makin
melemahnya kekuatan politik Bani Buwaihi, makin banyak pula gangguan dari luar
yang membawa kepada kemunduran dan kehancuran dinasti ini. Faktor-faktor
eksternal tersebut di antaranya adalah semakin gencarnya serangan-serangan
Bizantium ke dunia Islam, dan semakin banyaknya dinasti-dinasti kecil yang
membebaskan diri dari kekuasaan pusat di Baghdad. Dinasti-dinasti itu, antara
lain dinasti Fathimiyah yang memproklamasikan dirinya sebagai pemegang jabatan
khalifah di Mesir, Ikhsyidiyah di Mesir dan Syria, Hamdan di Aleppo dan lembah
Furat, Ghaznawi di Ghazna dekat Kabul, dan dinasti Saljuk yang berhasil merebut
kekuasaan dari tangan Bani Buwaihi.
Jatuhnya kekuasaan Bani Buwaihi ke
tangan Saljuk bermula dari perebutan kekuasaan di dalam negeri. Ketika al-Malik
al- Rahim memegang jabatan Amir al-Umara, kekuasaan itu dirampas oleh
panglimanya sendiri, Arselan al-Basasiri. Dengan kekuasaan yang ada di
tangannya, al-Basasiri berbuat sewenang-wenang terhadap Al-Malikal-Rahim dan
Khalifah al-Qaim dari Bani Abbas; bahkan dia mengundang khalifah Fathimiyah
(al-Mustanshir), untuk menguasai Baghdad. Hal ini mendorong khalifah meminta
bantuan kepada Tughril Bek dari dinasti Saljuk yang berpangkalan di negeri
Jabal. Pada tanggal 18 Desember 1055 M/447 H. pimpinan Saljuk itu memasuki
Baghdad. Al-Malik al-Rahim, Amir al-Umara Bani Buwaihi yang terakhir,
dipenjarakan dan mengakhiri hidupnya dalam
kurungan[9].
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan
Bani Buwaihi dan bermulailah kekuasaan Dinasti Saljuk. Pergantian kekuasaan ini
juga menandakan awal periode keempat khilafah Abbasiyah.
BAB III
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI
BUWAIHI
Seperti yang telah kami sampaikan pada
bab sebelumnya bahwasanya di masa kekuasaan Dinasti Buwaihi banyak terdapat
kemajuan di berbagai aspek terutama dalam bidang pendidikan, khususnya dibawah
kepemimpinan ‘Addud Ad-Daulah (949-983 M).
Hal yang menarik yang bisa kita banggakan dalam pola dan tatanan kehidupan masyarakat
pada masa dinasti ini.
Sebagaimana para khalifah Abbasiyah
periode pertama, para penguasa Bani Buwaihi mencurahkan perhatian secara
langsung dan sungguh-sungguh terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan
kesusasteraan. Para pangeran dan wazir dinasti ini menjadi contoh dalam
memberikan dukungan terhadap berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Pada masa
tersebut, Baghdad sebagai tempat berkembangnya dinasti tersebut mengalami
kemajuan yang sangat pesat. Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan. Kedekatannya
dengan para Ilmuwan menjadikan loyalitas mereka terhadap pemerintahan sangat
tinggi. Istana pemerintahan pernah dijadikan sebagai tempat pertemuan ilmuwan
saat itu. Bahkan saat itu dibangun Rumah sakit besar (Bimaristan al-Adhudi)
yang terdiri dari 24 orang dokter, dan digunakan juga sebagai tempat praktek
mahasiswa kedokteran saat itu.
Di bidang sastra, para penguasa saling
berlomba-lomba dalam mengumpulkan para sastrawan untuk menyampaikan syair-syair
indahnya di istana. Sehingga bukan sebuah keanehan jika sarjana dan penyair
sering kali melakukan pengembaraan dari satu istana menuju istana yang lain. Para
penguasapun sering mengumpulkan para kerabatnya dalam sebuah majlis atau
pertemuan untuk mempelajari disiplin ilmu pengetahuan seperti; ilmu kalam,
hadits, fikih, kesusastraan dan lain sebagainya dengan dipandu oleh para guru
yang diundang secara khusus ke dalam istana. Selain di istana, pertemuan dalam
membahas ilmu pengetahuan juga diselenggarakan di masjid-masjid, rumah-rumah
pribadi, kedai-kedai, alun-alun bahkan di taman-taman kota.
Pada masa Dinasti Buwaihi merupakan
titik puncak dari apa yang disebut "humanisme", karena betapa
kosmopolitannya atmosfer budaya pada saat itu. Percampuran pemikiran di antara
orang-orang Islam, Kristen, Yahudi, Kaum Pagan, kelompok-kelompok aliran Teologi
dan kelompok Religius sangat menghargai pluralitas. Titik tolak kesepakatan
mereka adalah bahwa "ilmu-ilmu kuno" adalah milik seluruh umat
manusia dan tidak ada satu kelompok religius atau kultural manapun yang dapat
mengklaim kepemilikan eksklusif ilmu-ilmu
tersebut. Dimana semangat pluralitas itu mereka kembangkan atas prinsip "shadaqah"
yang diartikan "persahabatan" yaitu sebuah prinsip hubungan lintas
budaya dan religius yang mendasarkan hubungannya pada kemanusiaan. Ini berarti hubungan mereka tidak
didasarkan pada ras, suku atau agama, tetapi pada kenyataan bahwa mereka adalah
manusia.[10]
Dan pada masa ini juga dilakukan penerjemahan terhadap ratusan
karya-ilmiah Yunani-Romawi ke bahasa Arab oleh Hunain Ibn Ishaq, penerjemah
Kristen Nestorian, Yuhanna ibn Hailan dan sebagainya. Yang bertempat di Baghdad
dan Iran sebagai pusat peradaban Islam dengan beragam istana, dibawah kontrol
dinasti Buwaihi yang dipimpinan oleh 'Adhud Al-Daulah.
Sumbangan ilmuwan dan intelektual yang
berada dalam lindungan dan dukungan para penguasa Buwaihi ini bagi pengembangan
ilmu pengatahuan sungguh sangat besar. Tidak cuma itu, Philip K Hitti dalam
bukunya History of Arab juga mencatat peran penting Bani Buwaihi dalam
pembangunan di kota Baghdad. Menurut Hitti, di era kekuasaannya, para penguasa
Buwaihi berhasil membangun masjid, rumah sakit, serta kanal-kanal. Pembangunan
infrastruktur itu turut membuat sektor ekonomi, pertanian, perdagangan dan
industri menggeliat.[1
Menurut Ensiklopedi Britannica Online,
penguasa Buwaihi sempat membangun bendungan jembatan yang membelah Sungai Kur
dengan Shiraz. Jembatan itu mampu menyambungkan Dinasti Buwaihi dengan kerajaan lainnya seperti Samanid, Hamdaniyah,
Bizantium dan Fatimiyah. Penguasa Buwaihi pun turut menopang geliat seni dan
kesusasteraan.[12]
Pada masa Bani Buwaihi ini banyak
bermunculan ilmuwan besar. Berikut akan
kami sampaikan beberapa ilmuwan pada masa Bani Buwaihi beserta karya-karya
mereka, di antaranya yaitu:
1.
Ibn Sina (370-428
H/980-1037M)
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali
Husain bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Sina. Di kalangan masyarakat Barat
beliau dikenal dengan nama “Avicienna”. Ibnu Sina lahir pada bulan
Shafar 370 H atau di bulan Agustus 980 M. di
Afsyahnah, satu desa dekat Bukhara (dulu termasuk wilayah Persia, namun
sekarang merupakan bagian dari Uzbekistan).
Ibnu Sina adalah salah seorang tokoh
besar Islam. Selain sebagai ahli kedokteran, Ibnu Sina juga dikenal sebagai
filosof, astronom, ilmu jiwa (psikolog handal), pujangga, pendidik dan sarjana
Muslim yang hebat. Beliau adalah filosof
dari Timur. Hal itu bukan saja diakui orang-orang Arab melainkan juga ilmuwan Barat.
Menurut mereka Ibnu Sina adalah orang yang jenius, cerdik, dan pintar. Ibnu
Sina telah meninggalkan karya-karya agung yang dapat membantu meningkatkan
keluhuran harkat umat manusia. Tidak berlebihan jika para penulis Prancis
memberinya gelar “Aristoteles Islam” atau juga “Hipocrates Islam”.
Berikut ini adalah daftar buku-buku
yang dihasilkan oleh Ibnu Sina:
1)
Al-Qanun (Aturan)
10 jilid,
2)
Al-Syifa’
(Penyembuhan atau Pengobatan) 8 jilid,
3)
Al-Isyarat (Petunjuk)
1 jilid,
4)
AL-Majmu’ (Himpunan)
1 jilid,
5)
Al-Biir wa a-l Itsm (Perbuatan
baik dan dosa) 2 jilid,
6)
Al-Arshad al-Kulliyyat (Petunjuk
Lengkap) 1 jilid,
7)
Al-Hashil wa Al-Mahshul
(pokok-pokok) 2 jilid,
8)
An-Najad (pembebasan)
3 jilid,
9)
Al-Inshaf
(keputusan) 20 jilid,
10)
Al-Hidayat (petunjuk)
1 jilid,
11)
Dll.
Beliau wafat di Hamadzan pada hari
jum’at di bulan Ramadhan 428 H dalam usia 58 tahun. Jenazahnya dimakamkan di
kota tersebut dan hingga sekarang masih ramai dikunjungi orang dari berbagai
penjuru dunia.[13]
2.
Al-Farabi (257-337
H/870-950 M)
Al-Farabi, nama lengkapnya adalah Abu
Muhammad ibn Muhammad Ibn Tarkhan ibn Auzalagh. Beliau lahir di Wasij, distrik
Farab (sekarang dikenal dengan kota Atrar/Transoxiana). Turkistan pada tahun
257 H /870 M. dan wafat pada tahun 337 H/950 M. Ayahnya seorang jendral
berkebangsaan Persia dan ibunya berkebangsaan Turki.[14] Beliau dikenal
dikalangan Latin Abad Tengah dengan sebutan Abu Nashr (Abunaser), sedangkan
sebutan nama al-Farabi diambil dari nama kota Farab, tempat ia dilahirkan.[15]Al-Farabi
mempunyai sebutan layaknya sebutan nama bagi orang-orang Turki, ini dikarenakan
ibunya berasal dari negara Turki.
Sejak kecil al-Farabi sudah tekun dan
rajin belajar, apalagi dalam mempelajari bahasa, kosa kata, dan tutur bahasa
beliau telah cakap dan luar biasa.
Penguasaan terhadap bahasa Iran, Turkistan dan Kurdikistan sangat beliau pahami.
Malah sebaliknya, bahasa Yunani dan Suryani sebagai bahasa ilmu pengetahuan
pada waktu itu tidak beliau kuasai.
Ada sebuah pendapat yang mengatakan
bahwa Farabi dapat berbicara dalam tujuh puluh macam bahasa; tetapi yang dia
kuasai dengan aktif hanya empat bahasa; Arab, Persia, Turki, dan Kurdi.[16]
Menurut literatur, al-Farabi dalam
usia 40 tahun pergi ke Baghdad, sebagai pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan
dunia di kala itu. Beliau belajar kaidah-kaidah bahasa Arab kepada Abu Bakar
al-Saraj dan belajar logika serta filsafat kepada seorang Kristen, Abu Bisyr
Mattius ibnu Yunus. Kemudian, beliau pindah
ke Harran, pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil dan berguru kepada
Yuhanna ibnu Jailani. Tetapi tidak berapa lama di Harran, beliau kembali ke
Baghdad untuk memperdalam ilmu filsafat. Selama di Baghdad beliau banyak
menggunakan waktunya untuk berdiskusi, mengajar, mengarang, dan mengulas
buku-buku filsafat. Dalam dunia intelektual Islam beliau mendapat kehormatan
dengan julukan al-Mu’allim al-Sany (guru kedua), sedangkan yang menjadi
guru pertama adalah Aristoteles yang menyandang gelar al-Mu’allim al-Awwal
(guru pertama), selain itu al-Farabi juga meyandang predikat al-Syaikh
al-Rais (Kiyai Utama), gelar-gelar ini didapatkan karena beliau banyak
memamhami filsafat Aristoteles.
Sebagai seorang filosof yang ternama,
dalam hidupnya beliau dikenal seorang yang tidak berkecimpung di dunia politik
pemerintahan. Atas dasar inilah beliau mendapatkan sebuah kebebasan dalam
mengeluarkan pemikirannya yang tidak terikat dengan dogma-dogma yang berbau
politik di kala itu. Satu sisi menguntungkan dirinya, tetapi kalau dilihat dari
segi pemerintahan maka beliau juga rugi karena kurangnya pengalaman dalam
mengelola urusan kenegaraan, juga untuk menguji teori-teorinya terhadap
kenyataan politik di kala itu.
Di antara pemikiran al-Farabi
dituliskan menjadi sebuah karya, namun ciri khas karyanya al-Farabi bukan saja
mengarang kitab-kitab besar atau makalah-makalah, beliau juga memberikan
ulasan-ulasan serta penjelasan terhadap karya Aristoteles, Iskandar
Al-Dfraudismy dan Plotinus.
Di antara ulasan al-Farabi terhadap
karya-karya mereka adalah sebagai berikut:
a.
Ulasannya terhadap
karya Aristoteles:
1)
Burhan (dalil),
2)
Ibarat (keterangan),
3)
Khitobah (cara
berpidato),
4)
Al-Jadal
(argumentasi/berdebat),
5)
Qiyas (analogi),
6)
Mantiq (logika)
b.
Ulasannya terhadap
karya Plotinus: ”Kitab al-Majesti fi-Ihnil Falaq”,
c.
Ulasannya terhadap
karya Iskandar: Al Dfraudisiy tentang ”Maqalah Fin-nafsi”.
Sedangkan karya-karya
nyata dari al-Farabi lainnya:
a.
Al-Jami’u Baina
Ra’yani Al-Hkiman Afalatoni Al Hahiy wa Aristho-thails (pertemuan/penggabungan
pendapat antara Plato dan Aristoteles),
b.
Tahsilu as Sa’adah
(mencari kebahagiaan),
c.
As Suyasatu Al Madinah
(politik pemerintahan),
d.
Fususu Al Taram
(hakikat kebenaran),
e.
Arro’u Ahli Al
Madinati Al Fadilah (pemikiran-pemikiran utama pemerintahan),
f.
As Syiasyah (ilmu
politik),
g.
Fi Ma’ani Al Aqli,
h.
Ihsho’u Al Ulum
(kumpulan berbagai ilmu),
i.
At Tangibu ala As
Sa’adah,
j.
Isbatu Al Mufaraqat,
k.
Al Ta’liqat.[17]
3.
Ibn Maskawaih (320-421 H//932-1030 M)
Nama lengkap Ibn Miskawaih adalah Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Ya’qub bin
Maskawaih. Ia lahir di Rayy (Teheran,
ibu kota Republik Islam Iran sekarang) pada tahun 320 H/932 M dan wafat pada
usia lanjut di Isfahan pada tanggal 9 Shafar 421 H/16 Pebruari 1030 M. Ibnu
Maskawaih hidup pada masa pemerintahan dinasti Buwaihi di Baghdad yang sebagian besar
pemukanya bermazhab Syi’ah.[18]
Ibnu Miskawaih lebih dikenal sebagai
filsuf akhlak daripada sebagai cendekiawan Muslim yang ahli dalam bidang
kedokteran, ketuhanan, maupun agama.[19] Dia
adalah orang yang paling berjasa dalam mengkaji akhlak secara ilmiah. Bahkan
pada masa dinasti Buwaihi, dia diangkat menjadi sekretaris dan pustakawan.[20] Dulu
sebelum masuk Islam, Ibnu Miskawaih adalah seorang pemeluk agama Magi, yakni percaya
kepada bintang-bintang.[21]
Ada beberapa prediksi yang dilekatkan
pada Ibnu Miskawaih, yaitu ahli bahasa dan sastra, penyair, intelektual
profsional, seorang hakim yang bijak, sejarawan, filosof etika dan sastra, dan
sufi. Tidak salah bila abu Hayyan al Tauhidi (400 H)) mengatakan “Miskawaih
adalah pribadi yang memiliki bahasa sastra yang indah, gagasan-gagasan yang
segar, halus budi, mudah dipahami, ulet dan tidak banyak mengeluh, hati-hati
dalam mendidik. Juga abu manshur al-tsalabi (421H) menerangkan bahwa Ibnu
Miskawaih adalah pribadi mulia yang penuh keutaman, ahli sastra, ahli Balagoh
dan penyair.[22]
Adapun karya-karyanya yaitu:
1)
Tahdzib al-akhlaq wa
tathir al-a’raq, sebuah kitab yang mendeskripsikan
etika dan filsafat social masyarakat terdahulu. Suatu bentuk pemilihan antara
perilaku yang sesuai dengan syari’at dan
perilaku yang menyimpang, beberapa
pengalaman hidup yang dilaluinya, dan jalan metodologis kearah etika yang baik.
2)
Kitab al-Sa’adah, sebuah
kitab filsafat etika yang menjadi orientasi semua manusia. Kitab ini disusun
sebagai hadiah bagi ibn al-Amid, gurunya di Ray.
3)
Kitab fawz al shagir, sebuah
kitab pegangan untuk mmperoleh “keuntungan” yang besar dalam sekolah kehidupan.
4)
Kitab fawz al-shagir, sebuah
kitab pengangan untuk kehidupan sehari-hari.
5)
Kitab Jawidan khard, sebuah
kitab Persia yang berisi tentang hikmah-hikmah dan sastra.
6)
Tajarib al-umam, sebuah
kitab sejarah
7)
Kitab uns al-farid, sebuah kitab
ringkasan yang didalamnya dibahas kisah-kisah, syair-syair, hikmah-hikmah, dan
perumpamaan-perumpamaan.
8)
Kitab al Sayr, sebuah
kitab sejarah perjalanan seseorang dan pelbagai problematika yang dihadapinya,
serta dibubuhkan pula jalan keluarnya.
9)
Kitab al mustwfa, sebuah
kitab berisi syair-syair pilihan.
10)
Kitab al-adwiyah
al-mufrodah, al asy ribah, fi tarqibal-bajat min al-ath’imah, semuanya
berbicara mengenai kedokteran, kesehatan dan gizi yang baik untuk manusia.[23]
4.
Al-Mas`udi (283-345H/895-956M)
Al-Mas'udi atau Abu al-Hasan Ali ibn
al-Husayn ibn Ali al-Mas'udi adalah ahli sejarah dan ahli geografi yang lahir
di Baghdad, Iraq menjelang akhir abad ke-9 M. Menurut buku berjudul Al-Mas’udi
and His World, al-Mas’udi dilahirkan pada tahun 283 H atau 895 M di kota
Baghdad. Al Masudi dilaporkan meninggal dunia di Fustat (Mesir) pada tahun 345 H
atau 956 M.[24]
Al-Mas'udi banyak menghasilkan karya
diantaranya:
1)
Zakha'ir al-Ulum wa Ma
Kana fi Sa'ir ad Duhur (Khazanah Ilmu pada Setiap Kurun)
2)
Al-Istizhar Lima Marra
fi Salif al-A'mar tentang peristiwa-peristiwa masa
lalu. Buku ini dan buku di atas telah diterbitkan kembali di Najaf pada tahun
1955.
3)
Tarikh al-Akhbar
al-Umam min al-Arab wa al'Ajam (sejarah Bangsa Arab
dan Persia)
4)
Akhbar az-Zaman wa Man
Abadahu al-Hidsan min al-Umam al-Madiyan wa al-Ajyal al-Haliyah wa al-Mamalik
al-Dasirah, berisi tentang sejarah umat manusia
masa lampau dan bangsa-bangsa sekarang serta kerajaa-kerajaan mereka. Buku yang
terdiri dari 30 jilid ini tidak sampai ke tangan generasi sekarang. Yang ada
sekarang adalah ringkasannya, namun tidak diketahui pengarangnya. Beberapa
manuskrip menyebutkan bahwa ringkasan itu justru merupakan jilid pertama dari
kitab itu. Meskipun demikian, materinya termuat di dalam dua karya berikutnya.
5)
Al-Ausat, berisi
kronologi sejarah Umum.
6)
Muruj az-Zahab wa
Ma'adin al-Jawahir (Padang Rumput Emas dan Tambang
Batu Permata) disusun tahun 947 M.
Kitab Muruj az-Zahab wa Ma'adin al-Jawahir terdiri atas dua bagian besar.
Kitab Muruj az-Zahab wa Ma'adin al-Jawahir terdiri atas dua bagian besar.
· Pertama, berisi sejarah
penciptaan alam dan manusia, sifat-sifat bumi, laut peristiwa-peristiwa luar
biasa, riwayat nabi-nabi, sejarah bangsa-bangsa kuno dengan agama dan
alirannya, serta adat istiadat dan tradisi. Al-Mas'udi banyak mengutip karya
para sejarawan sebelumnya.
· Kedua, berisi sejarah Islam mulai akhir
masa al-Khulafa ur-Rasyidun (empat khalifah besar) sampai masa awal masa
pemerintahan Khalifah al-Mu'ti dari bani Abbasiyah, kehidupan para budak lelaki
dan wanita, mawali (orang asing, terutama Persia), kehidupan masyarakat umum,
pembangunan (seperti istana) beserta segala perlengkapannya, kebiasaan para
pembesar, dan adat istiadat serta tradisi negeri-negeri yang dikunjunginya.
Al-Mas'udi banyak memaparkan pembagian bumi ke dalam beberapa wilayah.
Menurutnya bentuk daratan dan lautan merupakan segmen sebuah bola. Kitab yang
sekarang disebut kutab turas (Khazanah Islam Klasik) ini diterbitkan kembali
tahun 1895 di Kairo. Kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh A.
Sprenger (London, 1841). Pada tahun 956 al-mas'udi sebenarnya telah
menyelesaikan penulisan sebuah kitab yang konon cakupannya lebih luas dari
kitab di atas, tetapi kitab tersebut belum ditemukan.
7)
At-Tanbih
wa al-Israf (Indikasi dan Revisi) ditulis tahun 956. Kitab
yang merupakan ringkasan dan memuat beberapa revisi dari tulisannya yang lain,
juga memuat pandangan filsafat-filsafatnya tentang alam dan sejarah. Ia
memaparkan pemikirannya tentang evolusi alam, yaitu dari mineral, tanama,
hewan, sampai manusia. Sebagai contoh terjadinya evolusi itu, ia berpendapat
bahwa jerapah adalah hibrida dari unta dan macan tutul (phanter).
Pendapat ini berbeda dengan pendapat ilmuwan Muslim lainnya, yaitu al-Jahiz dan
Abu Yahya al-Qazwini, yang menyatakan bahwa jerapah adalah hibrida dari unta
betina liar dan hiena jantan. Kitab ini diedit oleh M.J de Goeje (Leiden, 1894)
dan telah pula diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh Carra de Vaux
(Paris, 1897).
8)
Al-Qadaya
wa at-Tajarib (Peristiwa dan Pengalaman)
9)
Mazahir
al-Akhbar wa Tara'if al-asar (Fenomena dan
Peninggalan Sejarah)
10)
As-Safwah
fi al-Imamah (tentang Kepemimpinan).
5.
Al-Biruni (973-1048 M)
Nama lengkapnya adalah Abu ar-Rayhan
Muhammad bin Ahmad al Biruni. lahir 5 September 973 di
Khwarazm, daerah yang bersempadan Laut Aral yang sekarang dikenal sebagai
Karakalpakstan. Kedua kota-kota besar di wilayah ini adalah Kath dan
Jurjaniyya. Sejak usia muda, beliau sudah tertarik pada astronomi dan
matematika. Beliau banyak belajar kepada astronom dan ahli matematika terkemuka
kala itu, Abu Nasr Mansur.
Pada tahun 900 atau saat usia beliau
baru menginjak 17 tahun, beliau sudah melakukan pengamatan serius dibidang
astronomi, yakni dengan menghitung garis lintang Kath melalui pengamatan
ketinggian maksimum Matahari. Ketika usia beliau belum genap 22 tahun, beliau
telah menulis kertas kerja meski dalam bentuk pendek. Sayangnya, semua kertas
kerja beliau hilang ditelan sejarah. Salah satu karya beliau yang bisa selamat
adalah kartografi yang berguna dalam proyeksi pembuatan peta. Sepeti halnya
mendeskripsikan proyeksi beliau mengenai belahan Bumi melalui pesawat, beliau
pada usia 22 tahun dengan fasih membaca proyeksi peta yang ditemukan orang lain
dan mendiskusikannya dalam risalah.Ia mahir matematika, astronomi, fisika,
sejarah, geografi, bahasa, dan budaya. Al-Biruni menulis banyak buku dalam
bahasa Persia (bahasa ibunya) dan bahasa Arab.
Hasil karya Al-Biruni melebihi 120
buah buku. Sumbangannya pada bidang matematika yakni: Aritmatika teoritis and
praktis, Penjumlahan seri, Analisis kombinatorial, Kaidah angka 3, Bilangan
irasional, Teori perbandingan, Definisi aljabar, Metode pemecahan penjumlahan
aljabar, Geometri, Teorema Archimedes, Sudut segitiga.
Hasil karyanya selain bidang
matematika yaitu:
1)
Kajian kritis tentang
ucapan orang India, apakah menerima dengan alasan atau
menolak, sebuah ringkasan tentang agama dan filosofi India
2)
Tanda yang Tersisa
dari Abad Lampau, kajian komparatif tentang kalender
dari berbagai budaya dan peradaban yang berbeda, dihubungkan dengan informasi
mengenai matematika, astronomi, dan sejarah.
3)
Peraturan Mas'udi, sebuah
buku tentang Astronomi, Geografi dan Keahlian Teknik. Buku ini
diberi nama Mas'ud, sebagai dedikasinya kepada Mas'ud, putra Mahmud dari
Ghazni.
4)
Pengertian Astrologi, pertanyaan
dan jawaban model buku tentang matematika dan astronomi, dalam bahasa Arab dan
bahasa Persia
5)
Farmasi - tentang
obat dan ilmu kedokteran
6)
Permata, tentang geologi,
mineral, dan permata, dipersembahkan untuk Mawdud putra Mas'ud
7)
Buku ringkasan sejarah, Riwayat
Mahmud dari Ghazni dan ayahnya
8)
Sejarah
Khawarazm
Buku karyanya tentang
sejarah peradaban India yaitu:
1)
Tahqiq ma li al-Hind
min Maqulah Maqbulah fi al-Aql Au Mardzulah,
2)
Tarikh al-Umam
asy-Syaqiyah, dan
3)
Tarikh al-Hind
(sejarah Hindia).
Buku karyanya dalam bidang matematika
antara lain:
1)
Kitabal-Qanun
al-Mas’udi fi al-Haya wa an-Nujum (tahun 1030 M) Dalam
buku ini beliau membicarakan beberapa theorem trigonometri, astronomi, solar,
lunar dan pergerakan planet.
Dalam bidang filsafat antara lain:
1)
al-Irsyad,
2)
Tahdid Nihayat
al-Amakin Litashih Masafat al-Masakin, dll.
Beliau meninggal
pada 13 Desember 1048 M di
Ghazna (Afghanistan) pada usia 75 tahun ,
setelah berkhidmat dengan cemerlang dalam kejayaan selama 40 tahun.[25]
6. Abdurrahman
bin Umar as-Sufi Abul Husayn. (291-376 H/903-986 M)
Nama
lengkapnya adalah Abdurrahman bin Umar as-Sufi Abul Husayn. Beliau lahir tahun
903 M (291 H) di Rayy, Persia, wafat pada tanggal 13 Muharram 376 H/25 Mei 986
M. Beliau seorang astronom terkenal yang bekerja di istana bersama amir Adud
al-Dawla. Karyanya yang terkenal adalah Kitab al-Kawakib ats-Tsabit
al-Musawwar (tentang catalog bintang).Karya lainnya yang telah diilustrasi
kembali seperti Notices at Extraits (oleh Causin de Parceval), Description
des Etoiles Fixes par Abd al-Rahman as-Sufi (oleh H.C.F.C Schjellerup di St.
Petersburg, 1874).
Beberapa
perjuangan beliau yang lain di antaranya:
1)
Mengidentifikasi "The
Large Magellanic Cloud" yang pada waktu itu hanya bisa dilihat di
daerah Yaman. Dan baru bisa dilihat di daratan Eropa setelah pelayaran Magellan
di abad 16.
2)
Beliau merupakan
pengamat pertama perihal galaxy andromeda pada tahun 964 M.
3)
Meneliti perihal
eliptika pesawat yang cenderung terhadap ekuator langit.
4)
Perhitungan yang
sangat akurat perihal perhitungan masa tahun tropis.
5)
Beliau mengamati dan
menggambarkan bintang-bintang, posisinya, besarnya bahkan sampai warnanya.
Untuk setiap rasi beliau menyediakan dua gambar. Satu gambar terlihat dari
bagian luar dan satu gambar yang lain terlihat dari bumi.
6)
As-Sufi juga merupakan seorang yang paling
pertama yang mendeskripsikan lebih dari 1000 perbedaan astrolabe, seperti:
astronomi, navigasi, survey, ketepatan waktu, kiblat dan lain sebagainya. Dan
masih banyak lagi hasil hasil perjuangan beliau yang belum bisa disebutkan.
7)
Beliau merupakan salah seorang astronom yang
sangat terkenal. Salah satu karya beliau yang menjadi masterpiece adalah
Kitab Suwar al-Kawakib al-Thabita dan dalam bahasa Inggrisnya berjudul Fixed
Star (antara tahun 903 dan 986). Buku ini mendeskripsikan perihal tata
letak bintang-bintang yang selalu pada posisinya.[26]
Abul Wafa Muhammad Ibn
Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail Buzjani Al-Buzjani
lahir di Buzjan, Nishapur, Iran pada 1 Ramadhan 328 H/10 juni 940 M. adalah
seorang ahli astronomi dan matematikawan dari Persia. Abul Wafa tumbuh besar di era bangkitnya
sebuah dinasti Islam baru yang berkuasa yaitu Dinasti yang bernama Buwaihi di
wilayah Persia, Iran dan Irak Iran.
Beliau adalah seorang ahli matematika
Muslim yang fenomenal pada abad ke-10 M. “Ia adalah salah satu matematikus
terhebat yang dimiliki perabadan Islam,” papar Bapak Sejarah Sains, George
Sarton dalam bukunya bertajuk “Introduction to the History of Science”
Pada tahun 959, Abul Wafa pindah ke Irak, dan mempelajari matematika khususnya trigonometri di sana. Dia juga mempelajari
pergerakan bulan, salah satu kawah di bulan dinamai Abul Wáfa sesuai
dengan namanya. Salah satu kontribusinya dalam trigonometri adalah
mengembangkan fungsi tangen dan mengembangkan
metode untuk menghitung tabel trigonometri.
Abul Wafa adalah seorang saintis serba
bisa. Selain jago di bidang matematika, ia pun terkenal sebagai insinyur dan
astronom terkenal pada zamannya. Kiprah dan pemikirannya di bidang sains
diakui peradaban Barat. Abul Wafa tercatat sebagai matematikus pertama yang
mencetuskan rumus umum sinus.
Karya Abul Wafa Al-Buzjani antara lain:
1)
Kitab Al-Madkhal ila
Al-Aritsmatiqi, membincangkan tentang arithmatik,
yaitu sebahagian daripada cabang ilmu matematik.
2)
Kitab Ma Yahtaju
Ilaihi Amal Wa Al-Kitab Min Shina’ati Al-Hisab, secara
ringkasnya dikenal dengan nama Al-Manazil Fil Hisab atau Kitab
Al-Manazil. Buku ini ditulis oleh Al-Buzjani untuk digunakan oleh pegawai
negeri.
Dalam buku itu juga, beliau
menerangkan tentang kaedah ilmu hitung India, seperti goresan pada pasir dan
bagaimana menghapusnya.
3)
Kitab Al-Manazil telah
menjadi dasar dalam menghitung yang pada masa Al-Buzjani. Penamaan buku Al-Manazil
didasarkan pada keadaan aslinya, yaitu bahawa buku ini terbagi menjadi tujuh
manzilah (tingkatan), dan masing-masing manzilah terbahagi menjadi tujuh bab.
Abu Al-Wafa telah mencapai kedudukan
yang paling tinggi dalam ilmu matematik. Karya-karya atau tulisan Al-Buzjani
memiliki banyak keistimewaan dan segala karyanya dapat dimanafaatkan oleh semua
orang. Segala isi karyanya begitu lengkap dan tidak mungkin dapat dilakukan
oleh mereka yang bukan pakar atau ahli khusus dalam bidang tersebut.[27]
8.
Abu Bakr Muhammad
Al-Karaji (953-1029 M)
Ilmuwan bernama
lengkap Abu Bakar bin Muhammad bin Al Husain al-Karajī atau al-Karkhī (953 di
Karajatau Karkh-1029) adalah seorang ahli matematika dan ahli mesin terkemuka di Persia pada abad ke-10/abad ke-4 H. Beliau dikenal sebagai
Al-Hasib (the calculator, yang berarti ahli matematika).
Di usianya yang
masih muda, beliau telah melanglangbuana ke Baghdad. Di pusat pemerintahan
Kekhalifahan Abbasiyah, yang saat itu dikuasai Dinasti Buwaihi, beliau memegang
posisi tinggi dalam bidang administrasi, sekitar tahun 402 H/1011-12 M. Setelah
itu beliau kembali ke tanah kelahirannya.
Al-Karaji diyakini
telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi peradaban Islam dan umat
manusia saat tinggal di Baghdad. Risalah pentingnya dalam aljabar telah
didedikasikan kepada wazir Fakhr al-Mulk, menteri Baha'al-Dawla, penguasa
Dinasti Buwaihi di Baghdad.
Al-Karaji
meninggalkan pemerintah Abbasiyah untuk hidup dalam apa yang digambarkannya
sebagai "mountain countries". Beliau telah menyumbangkan
pemikirannya dalam bidang hidrologi dan matematika.[28]
Karya Abu Bakr Muhammad
Al-Karaji antara lain:
1)
Inbat al-Miyah
al-Khafiya, merupakan satu-satunya buku teknik
mesin karya Al-Karaji. Buku tersebut dicetak ulang pada era modern di
Haydarabad tahun 1940. Edisi lain dikeluarkan pada tahun 1997 oleh Institute
of Arabic Manuscripts di Kairo. Buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa
Persia oleh H Khadiv-Djam pada 1966. Inbat
al-Miyah al-Khafiya merupakan karya manual tentang hidrolik air yang sangat
baik. Selain membahas hidrologi, buku ini juga berisi beberapa catatan
biografis otomatis, serta diskusi dari serangkaian konsep relatif terhadap
geografi dunia. Tak hanya itu, buku ini juga dilengkapi dengan beberapa
pertanda dalam fenomena alam dan memberikan perhatian yang besar untuk survei
teknik, terutama hidrologi.
Sebagai risalah ilmiah, buku ini
merupakan kontribusi asli dalam hidrologi, survei dan aspek lain dari geologi,
dan membuktikan lanjutan kepada pengetahuan tentang tanah sekitar abad ke-10 M
di dunia Islam. Al-Karaji mengungkap
secara mendalam dan tentang teori tanah yang terbilang sulit untuk dipahami. Kontribusinya
dalam bidang ini adalah yang tertua yang dikenal dalam bentuk teks pada subjek.
2)
Mengenal Qanat,
Qanat adalah teknik irigasi yang
khusus untuk memanfaatkan air bawah tanah dengan menggunakan pipa. Pada era keemasan Islam, qanat merupakan
salah satu metode yang paling efektif untuk menyediakan air. Teknik itu kemungkinan
berasal dari utara Iran pada era kuno, namun tahap sistem pengadaan air ini
melalui jarak jauh telah di gunakan secara luas di dunia Muslim di abad
pertengahan dan hingga masa modern.
Satu bagian dari buku itu
dikhususkan untuk membahas teknik menjelajahi air tanah, terutama untuk
menggali qanat di daerah berpasir. Sebagai contoh, ia menjelaskan cara survei
tentang kemiringan qanat dan bagaimana bekerja di bawah keadaan yang sulit. Pada
keadaan tertentu, al-Karaji menyarankan agar pembangunan qanat dihentikan, karena
bisa membahayakan keselamatan.
Kesimpulannya,
Tampak jelas bahwa Al-Karaji telah
akrab dengan dasar hidrologi, geologi, teknik dan prinsip-prinsip yang
berkaitan dengan tanah air, yang dikenal saat ini. Al-Karaji memamerkan keterampilan
dan keahlian yang luas dalam diskusi tentang
pembangunan qanat, klasifikasi tanah,
mencari air tawar/jernih, dan pengetahuan dalam berbagai jenis
aquifers dan karakteristik hidrolis. Al-Karaji pun dikenal sebagai pelopor
karya struktur geologi pada penggunaan tanaman tumbuh sebagai indikator dari
tanah air waduk (aquifers).[29]
BAB IV
KESIMPULAN
Dari uraian
dalam pembahasan tentang Dinasti Buwaihi di atas dapat di simpulkan bahwa,
menurut asal usul penguasanya selama masa 508 tahun Daulah Abbasiyah mengalami
tiga kali pergantian penguasa, yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Saljuk.
Ketika
berada di bawah kekuasaan Dinasti Buwaihi kedudukan Khalifah tidak lebih
sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu Bani Buwaihi
telah membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara. Ali menguasai wilayah bagian
selatan negeri Persia, Hasan menguasai wilayah bagian utara, dan Ahmad
menguasai wilayah Al-Ahwaz, Wasit dan Baghdad.
Banyak
kemajuan-kemajaun yang terjadi di zaman Dianasti Buwaihi, terutama ketika
kepemimpinan ‘Adud Al Dawlah. Dalam dukungannya terhadap pengembangan
kebudayaan, ilmu pengetahuan dan sastra beliau melakukan pengembangan antara
lain memperindah Baghdad, memperbaiki kanal-kanal yang udah usang, dan di
beberapa kota-kota lain, mendirikan sejumlah masjid, rumah sakit dan
gedung-gedung publik, observatorium terkenal dan lain-lain. Dalam bidang pendidikan banyak bermunculan ilmuwan-ilmuwan di
antaranya: Ibn Sina, Ibn Maskawaih, Al-Farabi,
Al-Biruni, Al-Mas`udi, Al-Karaji, Abdurrahman bin Umar
as-Sufi Abul Husayn, Abul Wafa Al-Buzjani, dll.
Demikianlah makalah ini kami susun,
karena keterbatasan ilmu dan referensi yang kami miliki, kami mohon maaf
apabila makalah ini belum sempurna seperti yang diharapkan. Harapan kami semoga
makalah ini bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
al-‘Usairy, Ahmad. 2010. Sejarah
Islam Jakarta: Akbar Media. Cet. Ke 1
Badri Yatim. 2004. Sejarah Peradaban
Islam dirasah islamiyah II, Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
Bosworrt.
G.E. 1993.Dinasti-dinasti Islam. Bandung: Mizan.
Farrukh,
Omar A. dalam M.M. Syarif (editor).
2004. Aliran-Aliran Filsafat Islam. Bandung: Nuansa Cendikia.
Hasjmy. A. 1995. Sejara Farrukh, Omar A. dalam M.M. Syarif (editor). 2004.
Aliran-Aliran Filsafat Islam. Bandung: Nuansa Cendikia.
Hitti, Philip. 1997.
Dinasti-Dinasti di Timur. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
http//Biografi
Orang Sukses Dunia. Thursday, 26 September 2013. Biografi Ibnu Sina – Ilmuwan
Muslim Pakar Kedokteran Dunia,
http//Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Al-Mas'udi, terakhir diubah pada 13 Juli 2015
http//Ilmuwan
Muslim, matematika, Persia, Biografi Al-Karaji-Ilmuwan Matematika Muslim Pencipta
mesin air, POSTED BY MUHAMAD
NURDIN FATHURROHMAN.
Imam
Tholhah. 2004. Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Yogyakarta.
Karim, Abdul. 2006. Islam di Asia
Tengah. Bagaskara Imam.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Lapidus. 1985. Sejarah Sosial Umat Islam.
Jakarta: PT Raja Grapindo. G.E Bosworrt
D
Muhammad
jalaluddun Surur. 1976. Tarikh al-Hadharah
al-Islamiah. Fi al-ayarq
al-fikra
Mustofa.
A. 1999. Filsafat Islam. Bandung:
Pustaka Setia.
Nasution. Hasyimsah. 2002. Filsafat Islam. Cet. Ke-3. Jakarta: Gaya
Media
Pratama.
Poerwantana, dkk. 1988. Seluk beluk Filsafat Islam. Cet. Ke-1. Bandung:
Rosdakarya.
Sjadzali. Munawir. 1993. Islam dan Tata Negara; ajaran, sejarah dan
pemikiran.
Jakarta:UI Perss.
Syalabi, Ahmad. 1993.
Sejarah kebudayaan Islam 3. Pustaka Al-husna. Jakarta.
Soemowinoto,
Sarwoko. 2008. Pengantar Filsafat Ilmu Keperawatan.Jakarta:
Penerbit
Salemba Medika.
Soedijarto,
dkk. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo. Cet.2
Udin, Wahyudin,
dkk. 2008. Fiqih.Bandung:Grafindo Media Pratama.
Wahyu
Murtiningsih. 2008. Biografi Para Ilmuwan Muslim.Yogyakarta: Insan
Madani.
Zar.
Sirajuddin. 2009. Filsafat Islam. Filosuf dan Filsafatnya. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
[1] A. Hasjmy. 1995. Sejarah Kebudayaan
Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang. h.21
[2] Ahmad al-‘Usairy. 2010. Sejarah
Islam. Jakarta: Akbar Media. Cet. Ke 1, h. 272
[3] Omar A. Farrukh dalam M.M. Syarif
(edito). 2004. Aliran-Aliran Filsafat Islam (Bandung: Nuansa
Cendikia,), h. 181
[4] Wazir secara harfiah berarti "pembantu", adalah sebuah istilah Persia untuk seorang penasihat atau menteri politik (kadang-kadang keagamaan)
berkedudukan tinggi, biasanya ditemui dalam sistem monarki Islam seperti Khalifah, Amir,Malik (raja) atau Sultan. http//Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas.
[5] Philip K. Hitti, History of
Arabs, Serambi, Jakarta, h. 598
[6] Dr. Abdul Karim, 2006. MA, Islam
di Asia Tengah, Bagaskara, Yogyakarta, h. 24
[7]
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/04/02/m1tp4o-dinasti-buwaihi-rezim-syiah-dalam-kekhalifahan-abbasiyah
8]Observatorium. Nomina (kata benda) gedung yang dilengkapi alat-alat (teleskop, teropong bintang, dan sebagainya) untuk keperluan pengamatan dan penelitian ilmiah tentang bintang dan sebagainya. (Kamus Besar Bahasa Indonesian)
[9] Philip K. Hitti. h. 601
8]Observatorium. Nomina (kata benda) gedung yang dilengkapi alat-alat (teleskop, teropong bintang, dan sebagainya) untuk keperluan pengamatan dan penelitian ilmiah tentang bintang dan sebagainya. (Kamus Besar Bahasa Indonesian)
[9] Philip K. Hitti. h. 601
[10] Muhammad
Jalaluddun Surur. 1976. Tarikh al-Hadharah al-Islamiah (Fi al-ayarq al-fikral-Arabi). h. 51.
[11] Lapidus. 1985. Sejarah Sosial
Umat Islam. Jakarta: PT Raja Grapindo. h. 231
[12] G.E. Bosworrt. 1993. Dinasti-dinasti
Islam. Bandung: Mizan h. 122-123.
[16] Munawir
Sjadzali. 1993. Islam dan Tata Negara; ajaran, sejarah dan pemikiran. Jakarta:
UI Perss. h.49
[17] A.
Mustofa. 1999. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia. h.127-128
[18] Sirajuddin
Zar. 2009. Filsafat Islam:
Filosuf dan Filsafatnya. Jakarta: RajaGrafindo Persada. h. 127.
[19] Soemowinoto, Sarwoko. 2008 .Pengantar
Filsafat Ilmu Keperawatan.Jakarta: Penerbit Salemba Medika. h. 77
[20] Soedijarto, dkk 2007. Ilmu dan
Aplikasi Pendidikan.Jakarta: PT Grasindo. h. 254 Cet.2
[22] Tholhah.Imam, “Membuka Jendela
Pendidikan”. h. 240
[23]Tholhah.Imam. 2004. “Membuka Jendela Pendidikan” Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.Yogyakarta. h. 240-241
` [24]
http//Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Al-Mas'udi, terakhir diubah pada 13 Juli 2015, pukul 11.43.
[25] http//Islam Itu Indah | Buku Laa-tahzan.Al-BIRUNI (973-1048 M) Astronom berjuluk “Guru Segala Ilmu”
[25] http//Islam Itu Indah | Buku Laa-tahzan.Al-BIRUNI (973-1048 M) Astronom berjuluk “Guru Segala Ilmu”
[26] http//Biografi Abd ar-Rahman
As-Sufi, Written By *Ahsan on Thursday, October 8, 2009 | 12:06 AM
[27] http//Abu al-Wafa’ al-Buzjani/Ummatan
Wasatan, June 18, 2010 July 1, 2010 oleh Editor Artikel, Susunan
NURULWAHIDA SAMAT
[28] http//ZA&dunia, Inilah Para
Ilmuwan Muslim Legendaris dari Dinasti Buwaihi, Senin, 02 April 2012
[29] http//Ilmuwan Muslim, matematika,
Persia, Biografi Al-Karaji-Ilmuwan Matematika Muslim Pencipta mesin air, POSTED BY MUHAMAD NURDIN
FATHURROHMAN.
Top 10 best Slots for free or real money in 2021 - Mapyro
BalasHapusSlots games are 서산 출장샵 a great choice because of the casino-like nature 충청북도 출장안마 of the slots. Players 문경 출장샵 will also get the 거제 출장마사지 chance to 동해 출장안마 experience the game of slots in real-time