Pendahuluan
A. Latar Belakang
Efektivitas
dan efisiensi belajar dan pembelajaran peserta didik sangat bergantung kepada
peran guru. Metode penyampaian materi pembelajaran merupakan tolak ukur
tercapai tidaknya tujuan belajar, yaitu agar peserta didik atau murid yang
tadinya tidak tahu menjadi tahu, dapat mengembangkan kemampuan, membangun watak dan peradaban
bangsa yang bermartabat
dalam rangka pencerdasan kehidupan bangsa.
Guru sebagai salah satu unsur pendidik harus memiliki kemampuan memahami bagaimana peserta didik
belajar, kemampuan mengorganisasikan proses pembelajaran,
serta dapat memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya
minat belajar dalam diri peserta didik agar tercapai standarisasi mutu
pendidikan.
Pemahaman guru terhadap teori
pembelajaran masih beragam. Sebahagian guru mengajar tidak berlandaskan teori
belajar tertentu. Dikarenakan mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh mutu
pembelajaran, maka dari itu seorang guru haruslah memahami sistem mengajar yang
tepat guna mengantar peserta didiknya mencapai
hasil yang diinginkan.
Sebenarnya banyak teori-teori yang telah
terbukti secara empiris dapat meningkatkan mutu pembelajaran. Salah satu di antaranya
adalah Teori Belajar Behavioristik.
Di dalam makalah ini, kami akan menjabarkan mengenai Teori Belajar Behavioristik.tersebut, yang merupakan tugas kelompok yang diberikan dosen Psikologi Pendidikan kepada kami selaku mahasiswa Pendidikan Agama Islam.
Semoga apa yang kami sampaikan pada makalah ini dapat menambah ilmu bagi kami khususnya dan bagi pembaca, bagi guru ataupun calon guru agar dapat memahami apa yg dimaksud denganTeori Belajar Behavioristik sebagai gambaran bagaimana baiknya mendidik peserta didik yang tentunya berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda dengan tingkat kemampuan yang berbeda pula.
Di dalam makalah ini, kami akan menjabarkan mengenai Teori Belajar Behavioristik.tersebut, yang merupakan tugas kelompok yang diberikan dosen Psikologi Pendidikan kepada kami selaku mahasiswa Pendidikan Agama Islam.
Semoga apa yang kami sampaikan pada makalah ini dapat menambah ilmu bagi kami khususnya dan bagi pembaca, bagi guru ataupun calon guru agar dapat memahami apa yg dimaksud denganTeori Belajar Behavioristik sebagai gambaran bagaimana baiknya mendidik peserta didik yang tentunya berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda dengan tingkat kemampuan yang berbeda pula.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang
dimaksud dengan teori belajar
behavioristik?
2. Apa saja
kelemahan dan kelebihan dari teori belajar behavioristik?
C. Tujuan
1. Mengetahui
pengertian teori belajar
behavioristik
dan landasan filosofinya.
2. Mengetahui
keunggulan dan kelemahan teori
belajar behavioristik.
3. Untuk mengetahui
manfaat teori belajar behavioristik dalam
mewujudkan tujuan belajar dan pembelajaran yang sesungguhnya.
4. Mengenal
tokoh-tokoh teori belajar behavioristik & analis mereka.
BAB II
Teori
Belajar Behavioristik
A. Pengertian
Teori
Belajar Behavioristik adalah teori proses belajar pada aliran psikologi yang dicetuskan oleh N.L.
Gage dan David Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.[1]
Menurut
teori ini, belajar adalah perubahan pada tingkah laku sebagai akibat dari
interaksi antara stimulus dan respon. Atau lebih tepatnya, perubahan yang
dialami peserta didik dalam hal kemampuan untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Meskipun semua
penganut aliran ini setuju dengan premis
dasar ini, namun mereka berbeda dalam beberapa hal penting.
Aplikasi pembelajaran secara
behavioristik membutuhkan
2 faktor, yaitu:
1. Stimulus
- Respon dan
2. Reinforcement.
Kedua faktor tersebut akan berpengaruh terhadap behavior atau perilaku/kebiasaan sebagai
hasil pembelajaran. Berikut penjelasannya;
Stimulus adalah rangsangan
yang diberikan kepada peserta didik. Stimulus ini merupakan input. Ketika ada input yang masuk otomatis akan muncul output. Bentuk output dari rangsangan adalah respon
bagaimana peserta didik berperilaku terhadap stimulus yang diberikan.
Perilaku tersebut merupakan perilaku kognitif
yang bisa diukur, sehingga behavior
bisa dikontrol sesuai dengan yang diharapkan. Faktor berikutnya adalah reinforcement atau penguatan. Ini
berupa besar kecilnya penguatan stimulus yang diberikan. Dengan kekuatan
stimulus yang berbeda maka respon yang
dihasilkan juga berbeda. Disinilah pengajar berperan untuk memberikan besar
rangsangan atau stimulus secara tepat.
Tujuan dari pembelajaran secara behavioristik adalah
untuk mengubah perilaku. Dengan pengaturan reinforcement,
maka perubahan perilaku/kebiasaan bisa didapat.
B. Prinsip-Prinsip Dasar Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik memiliki prinsip-prinsip dasar yang perlu dipegang. Fungsinya agar pembelajaran secara behavioristik benar-benar bisa memperoleh hasil yang diharapkan. Menurut Gage dan Berliner, terdapat 6 prinsip pembelajaran behavioristik. Prinsip-prinsip tersebut yaitu:[2]
1. Reinforcement
and punishment
yaitu: prinsip menambahkan atau mengurangi rangsangan. Sering juga dikenal
sebagai positive and negative reinforcement. Atau
secara mudahnya adalah prinsip memberikan dan menghapus rangsangan.
2. Primary
and secondary reinforcement
yaitu: rangsangan berupa kebutuhan pokok manusia berupa makanan dan minuman
serta kenyamanan. Sedangkan secondary reinforcement adalah rangsangan yang
terpengaruh dari asosiasi seseorang.
3. Schedules of
reinforcement yaitu: prinsip mengenai pemberian stimulus secara terjadwal. Dengan
pemberian rangsangan yang terjadwal maka respon juga bisa diketahui
pengaruhnya.
4. Contingency
management; merupakan
prinsip yang berhubungan dengan kesehatan mental seseorang. Contingency management digunakan untuk
memberikan perawatan kejiwaan kepada seseorang.
5. Stimulus Control in Operant Learning adalah prinsip mengendalikan
rangsangan untuk menghasilkan perilaku yang diharapkan. Stimulus yang tidak
terkendali akan menghasilkan perilaku output
yang tidak sesuai.
6. The
Elimination of Responses;
merupakan prinsip penghapusan perilaku yang tidak diinginkan. Terkadang
perilaku yang tidak diharapkan muncul. Oleh karena itu perilaku-perilaku
tertentu sebagai output perlu
dihilangkan.
C. Tokoh-Tokoh
Aliran Behavioristik
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di
antaranya adalah Ivan
Petrovich Pavlov,
William McDougall, Jonh Broadus Watson, Edwin
Bisell Holt, Edward Chace Tolman dan B.F. Skinner. Berikut
akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik tersebut dan analisis mereka serta peranannya dalam
pembelajaran.[3]
1.
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Pavlov sebenarnya bukan
seorang ahli psikolog melainkan ahli di bidang ilmu fisiologi (faal) yang
berasal dari Rusia. Namun, Pavlov memiliki hasil eksperimen yang sangat menentukan dalam sejarah
psikologi yaitu tentang refleks berkondisi (conditioned
reflex). Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar behaviorisme,
sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian-penalitian mengenai proses
belajar dan perkembangan teori-teori tentang belajar. American Psychological Association (A.P.A.) mengakui bahwa Pavlov
adalah orang yang terbesar pengaruhnya dalam psikologi modern di samping Freud.
Ia
Mengemukakan bahwa dengan menerapkan strategi ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk
mendapat pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari
bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. Pavlov melakukan
percobaan terhadap seekor anjing yang diberi stimulus bersyarat sehingga
terjadi reaksi bersyarat pada anjing. Dari hasil percobaan, sinyal (pertanda) sangat penting dalam adaptasi hewan terhadap sekitarnya.
Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena
adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi. Yang terpenting dalam belajar
menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini
adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis, keaktifan dan penentuan
pribadi dihiraukan.
2.
William
McDougall (1871-1938)
McDougall sebenarnya banyak
meletakkan dasar-dasar bagi paham behaviorisme, tetapi ia tidak suka disebut sebagai
pelopor behaviorisme. Ia menamakan ajarannya sebagai psikologi purposif (bertujuan)
atau psikologi hormik (hormic psychology)
Pemikiran McDougall sebenarnya
saling tumpang-tindih satu sama lain, di satu sisi ia ingin menjadikan
psikologi ilmu yang bersifat obyektif sama seperti Pavlov (hanya melihat
tingkah laku yang bisa diamati saja) namun di lain sisi ia juga menjadi salah
satu pionir di dalam studi psikologi
sosial yang lebih bersifat abstrak.
McDougall mengungkapkan beberapa konsepnya dalam ilmu psikologi diantaranya
adalah;[4]
1. Psikologi Hormik
2. Teori Insting
3. Sentimen
4. Teori mengenai jiwa kelompok (group-mind).
McDougall dalam bukunya
Social Psychology (1909) mengemukakan
bahwa tingkah laku dapat dikembalikan kepada insting-insting yang mendasarinya,
khususnya dalam hal emosi. Ia mengatakan bahwa emosi takut dasarnya adalah insting
melarikan diri, emosi heran dasarnya adalah insting ingin tahu dan emosi kasih
sayang dasarnya adalah insting orang tua (parental).
3.
John
Broadus Watson (1878-1958)
J.B. Watson adalah pendiri behaviorisme di Amerika Serikat.
Karyanya yang paling penting adalah Psychology
as the Behaviorist View lt (1913). Karya ini dan karya-karya berikutnya
mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap psikologi tradisional yang waktu
itu sangat mementingkan kesadaran. Watson berpendapat bahwa psikologi haruslah
menjadi ilmu yang objektif, karena itu ia tidak mengakui adanya kesadaran yang
hanya dapat diteliti melalui metode
instropeksi. Metode instropeksi tidak objektif dan karenanya tidak ilmiah.
Dalam bidang pendidikan pengaruh Watson cukup penting. Ia
menekankan pentingnya pendidikan dalam perkembangan tingkah laku. Ia percaya
bahwa dengan memberikan proses kondisioning tertentu dalam proses pendidikan,
ia bisa membuat seorang anak mempunyai sifat-sifat tertentu. Ia menyatakan
pendapatnya ini secara ekstrem dengan
mengatakan: “Berikan kepada saya sepuluh
orang anak, maka akan saya jadikan kesepuluh anak itu sesuai denga kehendak
saya.”
4. Edwin
Bisell Holt (1873-1946)
Holt memberikan landasan-landasan filsafat pada
ajaran-ajaran Watson, sehingga behaviorisme menjadi lebih dapat diterima dan menjadi
lebih logis.
Menurut Holt, tingkah laku mempunyai tujuan, bukan sekedar
rangkaian refleks belaka. Dan, manusia
adalah dinamis, karena tujuan tingkah laku manusia berubah-ubah dari waktu ke
waktu. Atas dasar pemikirannya ini kemudian timbul konsep psikodinamik yang memberikan sumbangan besar pada timbulnya psikoanalisa dari Freud dan aliran psikodinamik dari Kurt Lewin.
5.
Edward Chace Tolman (1886-1959)
Tolman melanjutkan ajaran Holt dan McDougall dengan
mengemukakan konsep psikologi purposif dalam behaviorisme. Ia mengatakan bahwa
tingkah laku manusia secara keseluruhan adalah tingkah laku molar. Tingkah laku
molar terdiri dari tingkah laku-tingkah laku yang lebih
kecil yang disebut tingkah laku molekuler.
Contohnya, perbuatan makan adalah tingkah laku molar sedangkan gerakan-gerakan
mengangkat sendok, mengambil makanan ke dalam piring, menyuapkannya ke dalam
mulut adalah tingkah laku molekuler. Tujuan dari tingkah laku terletak pada
tingkah laku molar, bukan pada tingkah laku molekuler. Tolman tidak menyetujui
pendapat Watson yang lebih menekankan pentingnya tingkah laku molekular
(refleks).
Behaviorisme dari Tolman disebut juga behaviorisme
operasional, karena ia mencoba memformulasikan pemikirannya dalam rumus sebagai
berikut :
B = f (S, A)
B
= Behavior (tingkah laku)
f = fungsi
S = Situasi
A = Antecedent (hal-hal
yang mendahului suatu situasi).
Jadi, tingkah laku adalah fungsi dari situasi dan hal-hal
yang mendahului situasi tersebut. Adapun tugas psikologi menurut Tolman adalah mempelajari
hubungan antara B dengan S dan A. Dengan cara ini Tolman berpendapat bahwa
psikologi dapat mencapai obyektifitas yang maksimum.
6. Burrhus Frederic Skinner
(1904-1990)
Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner
mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun
1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam perkembangan psikologi belajar, ia
mengemukakan teori Operant Conditioning.
Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi tahunan yang dimulai tahun
1946 dalam masalah“The Experimental an
Analysis of Behavior”. Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of the Experimental Behaviors
yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika.[5]
Dalam merumuskan
tentang tingkah laku, Skinner kurang sependapat dengan Tolman, menurut Skinner
faktor A (Antecedent) adalah faktor
yang sangat bervariasi dan sukar ditetapkan secara pasti dan sering dijadikan
alasan oleh para peneliti yang tidak dapat menerangkan suatu tingkah laku.
Skinner berpendapat bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh stimulus saja,
tidak ada faktor perantara lainnya. Di dalam rumusnya, Skinner menghilangkan
faktor Antecedent yang telah dibuat oleh Tolman,
rumus ini dikenal dengan nama Teori S-R dari Skinner.
Untuk menjelaskan Teori S-R nya, Skinner mengadakan
sebuah percobaan melalui seekor tikus yang disebut Proses Kondisioning Operant
(Operant Conditioning) yang
sebenarnya tidak jauh berbeda dari proses kondisioning klasik dari Pavlov.
Dalam Proses Kondisioning Operant terdapat juga stimulus tak berkondisi dan
respon tak berkondisi (disebut tingkah laku responded). Tetapi kalau dalam
percobaan Pavlov anjing percobaan mengeluarkan air liurnya secara pasif, maka
dalam proses kondisitioning Skinner, binatang percobaan (tikus) aktif. Dengan
sengaja tikus itu melakukan sesuatu untuk merubah situasi, untuk memenuhi
kebutuhannya atau memuaskan dirinya. Karena itu respons berkondisi dalam
percobaan Skinner disebut sebagai respons operant atau tingkah laku operant (operant behavior), sedangkan stimulus
berkondisinya disebut stimulus operant.[6]
Skinner mengidentifikasi tiga jenis respons atau operant yang dapat mengikuti perilaku yaitu:[7]
1. Operants
Netral: Respons dari
lingkungan bahwa baik peningkatan maupun penurunan kemungkinan perilaku yang
berulang-ulang.
2. Reinforcers:
Respons dari lingkungan yang
meningkatkan kemungkinan perilaku yang berulang-ulang. Reinforcers dapat
bersifat positif atau negatif.
3. Punishers: Respon dari lingkungan yang
mengurangi kemungkinan perilaku yang berulang-ulang. Hukuman melemahkan
perilaku.
D.
Kekurangan Dan
Kelebihan Teori Belajar Behavioristik
1. Kekurangan
1) Dalam
penerapan Teori Belajar Behavioristik, peserta
didik mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang
didengar dari guru dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif (teacher centered
learning). Hal ini dirasakan kurang memberikan ruang gerak
yang bebas bagi peserta didik untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan
kemampuannya sendiri. Yang mengakibatkan peserta didik menjadi pasif.
2) Penggunaan
hukuman untuk tujuan pendisiplinan peserta didik (Teori Skinner) baik hukuman
verbal maupun fisik, seperti kata–kata kasar, ejekan, jeweran dll, justru
berakibat buruk bagi peserta didik.
2.
Kelebihan
1) Teori ini cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan,
suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung
(reward) seperti diberi permen atau pujian.
2) Membiasakan
guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar.
BAB III
Penutup
Simpulan
1. Menurut teori belajar behavioristik,
belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
interaksi antara stimulus dan respon. Sehingga teori belajar behavioristik bisa
disebut juga dengan teori tingkah laku.
2. Dari beberapa eksperimen para tokoh aliran behavioristik
menggunakan binatang sebagai objek eksprimen, padahal binatang tidak mempunyai
akal layaknya manusia. Dan dengan segala kelebihannya, secara
hakiki manusia jelas berbeda dengan binatang.
3. Behavioristik merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek mental. Dengan
kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan
perasaan individu dalam kegiatan belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono, Sarlito W.,
Prof., Dr. Berkenalan Dengan Aliran-Aliran Dan Tokoh-Tokoh Psikologi, Jakarta: PT. Bulan Bintang, ed. III, 2002
http// WikipediA
Ensiklopedia Bebas.
http://www.simplypsychology.org/operant-conditioning.
Saul
McLeod, Skinner,
Operant Conditioning, published 2007, updated 2014.
Dakir, Prof., Drs.,
1993.Dasar Dasar Psikologi .Yogyakarta; Pustaka Pelajar
Sugihartono,dkk., 2006, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta; UNY.,
Sugihartono,dkk., 2006, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta; UNY.,
[1]http// WikipediA Ensiklopedia Bebas, Teori Belajar Behavioristik.
[3]Prof. Dr.Sarlito W. Sarwono, Berkenalan
Dengan Aliran-Aliran Dan Tokoh-Tokoh Psikologi, Bab. Refleksisme Psikologi Purposf Dan Behaviorisme, (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, ed. III, 2002)
[4] Prof. Dr Sarlito W. Sarwono, hlm
111-113
[6] Baca juga: Prof. Dr.Sarlito W.
Sarwono, hlm., 118-119
[7]http://www.simplypsychology.org/operant-conditioning.
Saul
McLeod, Skinner,
Operant Conditioning, published 2007, updated 2014
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus