Jumat, 22 Agustus 2014

PROFESIONALISME GURU

(SOSIOLOGI PENDIDIKAN)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Guru adalah pelaku perubahan. Gagasan ini menjadikan guru harus peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan, pembaharuan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sejalan dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman. Sebagai orang yang digugu dan ditiru seorang guru dengan sendirinya memiliki peran yang luar biasa dominannya bagi peserta didik. Dalam sebuah proses pendidikan, peran guru merupakan satu komponen yang sangat penting selain komponen lainnya seperti tujuan, kurikulum, metode, sarana dan prasarana lingkungan, dan evaluasi. Untuk mendatangkan hasil pendidikan yang berkualitas tentunya diperlukan sumber daya manusia (guru) yang berkualitas pula. Maka dalam konteks ini sangat dibutuhkan professionalisme guru. Pendidikan yang profesional akan dapat mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa.
Seiring dengan laju perkembangan pemikiran manusia yang melahirkan peradaban yang sangat cepat pertumbuhannya ditandai dengan kemajuan teknologi informasi yang kemudian dikenal dengan era global dengan konsekuensi globalisasi. Globalisasi menawarkan paradigma baru dalam pendidikan. Munculnya situasi global tersebut disamping menimbulkan dampak positif terutama bagi pengembangan professionalitas guru, juga berdampak negatif yang sudah sangat sulit dikontrol. Berbagai peralatan teknologi kian membuka peluang atau menambah subur bagi terciptanya moral yang buruk. Hal yang demikian dirasakan lebih menarik lagi bagi kalangan generasi muda yang serba ingin tahu.
Globalisasi tidak dapat dihindari tetapi wajib dihadapi. Oleh karena itu guru harus siap menghadapinya dengan professionalisme. Guru yang professional adalah orang yang mempunyai kelengkapan kompetensi hingga mampu bekerja dan bertanggungjawab, agar proses pendidikan berjalan dengan baik dan menghasilkan produk yang baik pula maka professionalisme guru harus ditingkatkan melalui proses pengajaran, pembelajaran, maupun pendidikan, sehingga output yang menjadi harapan masyarakat dapat terwujud.
Di sinilah tugas guru semestinya harus senantiasa mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan, meningkatkan kualitas pendidikannya hingga apa yang diberikan kepada peserta didiknya tidak lagi terkesan ketinggalan zaman. Bahkan tidak sesederhana itu saja, ciri guru ideal di era globalisasi seperti saat ini perlu tampil sebagai pendidik, pengajar, pelatih, inovator dan dinamisator secara sekaligus dan integral dalam mencerdaskan anak didiknya.
Maka persoalaan yang timbul kemudian adalah: Bagaimana professionalisme guru menghadapi arus globalisasi, atau bagaimana guru berperan di tengah arus globalisasi dengan profesionalismenya. Uraian singkat di bawah ini akan mencoba menjawabnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian profesi, profesional, profesionalisme?
2.      Apa saja Karakteristik Guru Profesional?
3.      Apa saja syarat-syarat Profesionalisme Guru?
4.      Apa yang dimaksud dengan globalisasi?
5.      Apa saja dampak globalisasi dalam sektor pendidikan?
6.      Apa tantangan guru dalam era globalisasi?

C.     Tujuan
Selain memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Pendidikan, penyusunan makalah ini bertujuan untuk memahami point-point pada rumusan masalah di atas.

BAB II
PROFESIONALISME GURU

A.    PENGERTIAN.
Sebelum memahami pengertian “profesionalisme guru” penulis akan mengetengahkan pengertian profesi dan profesional yang terkait dengannya bahkan ketiga-tiganya tidak bisa dipisahkan, berikut ini penjelasannya:
1.      Profesi,
Profesi, adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi, karena profesi memiliki karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Profesi merupakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan atau pendidikan tertentu, sehingga dikatakan:
·         Professi guru,
Adalah keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan.
2.      Professional,
Menunjuk pada dua hal yakni orangnya dan penampilan atau kinerja orang tersebut dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya.
·         Guru Profesional, Guru adalah orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual maupun secara klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah”.[1]
Seorang guru profesional merupakan seorang guru yang diharapkan dalam amanat UU No.14 tahun 2005. Guru profesional adalah sebutan untuk guru yang telah memiliki sertifikat pendidik berdasarkan UU guru dan dosen tahun 2005 dan berhak atas tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokoknya setiap bulan.
Pemberian sertifikat pendidik kepada guru telah melalui mekanisme dan proses yang panjang. Persyaratan-persyaratan bagi seorang guru yang mengikuti uji kompetensipun terbilang berat dan sulit.[2]
·         Karakteristik Guru Profesional,
Untuk mengetahui bahwa seorang guru dapat dikatakan profesional apabila memiliki ciri-ciri/karakteristik tertentu yang dapat diukur dan diketahui dengan mudah. Pengetahuan tentang karakteristik guru profesional dimaksudkan agar setiap orang dapat menilai, menelaah serta membedakan guru profesional dengan guru yang belum profesional di bidangnya.
Adanya karakteristik guru profesional merupakan kunci dasar untuk mengukur keahlian seorang guru apakah ia sudah memiliki sifat-sifat guru profesional ataukah masih belum memilikinya. Pemaparan karakteristik guru profesional ini menjadi salah satu tolok ukur bagi siapa saja yang mau menjadi guru profesional.

Ciri atau karakteristik guru profesional di antaranya:
1)      Guru selain memiliki wawasan pengetahuan tentang bidang materi yang akan di ajarkan juga memiliki keahlian dan ketrampilan untuk menyampaikannya. Kemampuan ini memberi manfaat pada kegiatan pembelajaran sehingga dapat dilaksanakan dengan efektif dan efesien.
2)      Guru profesional harus memiliki mental modern seperti, berpandangan jauh ke depan, menghargai waktu, disiplin, kreatif, inovatif, dinamis, penuh percaya diri, terbuka, dan menghargai orang lain.
3)  Guru profesional juga tidak mengabaikan kekuatan jiwa agama, bermoral, dan berakhlak mulia sehingga diharapkan guru tidak terpengaruh oleh adanya faham-faham kehidupan yang mengarah pada sifat sekularistik.[3]
·         Persyaratan guru professional.
Menurut Oemar Hamalik, guru professional harus memiliki persyaratan, yang meliputi;
a.       Memiliki bakat sebagai guru
b.      Memiliki keahlian sebagai guru
c.       Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi
d.      Memiliki mental yang sehat
e.       Berbadan sehat
f.       Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas
g.      Guru adalah manusia berjiwa Pancasila
h.      Guru adalah seorang warga negara yang baik.[4]
3.      Profesionalisme,
Dari kata professional kemudian terbentuklah istilah profesionalisme yang memiliki makna menunjuk pada derajat atau tingkat penampilan seseorang sebagai seorang yang professional dalam melaksanakan profesi yang ditekuninya. Profesionalisme memberi penekanan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau suatu kemampuan manajemen dengan strategi penerapannya.
·         Profesionalisme guru.
Profesionalisme tidak sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen namun lebih merupakan sikap dan pengembangan profesionalisme, lebih dari seorang teknisi tidak hanya mempunyai keterampilan yang tinggi namun mempunyai tingkah laku sesuai dengan yang disyaratkan.

            Guru pada sejumlah negara maju sangat dihargai karena secara spesifik guru memiliki:[5]
1.   Kecakapan dan kemampuan untuk memimpin dan mengelola pendidikan.
2.     Ketajaman pemahaman dan kecakapan intektual, cerdas emosional dan sosial untuk membangun pendidikan yang bermutu, dan,
3.  Perencanaan yang matang, bijaksana, kontekstual dan efektil untuk membangun humanware yang unggul, bermartabat, dan memiliki daya saing.
Keunggulan guru adalah terus maju untuk mencapai yang terbaik dan memperbaiki yang terpuruk. Mereka secara berkelanjutan (sustainable) terus menigkatkan mutu diri dari guru biasa ke guru yang baik dan terus berupaya meningkat ke guru yang lebih baik dan akhirnya menjadi guru yang terbaik, yang mampu memberi inspirasi, ahli dalam materi, memiliki moral yang tinggi dan menjadi teladan yang baik bagi siswa.
Di Indonesia guru yang memiliki keahlian, spesialisasi yang harus diakui masih sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah penduduk, atau bahkan langka. Walaupun sudah sejak puluhan tahun dipersiapkan, namun hasilnya masih belum nampak secara nyata. Hal tersebut lebih disebabkan oleh, masih cukup banyak guru yang belum memiliki konsep diri yang baik, tidaktepatan menyandang predikat sebagai guru, dan mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan keahliannya (mismatch). Semuanya terjadi karena kemandirian guru belum tampak secara nyata, yaitu sebagian guru belum mampu melihat konsep dirinya (selfconsept), ide dirinya (self idea), dan realita dirinya (self reality). Tipe guru seperti ini mustahil dapat menciptakan suasana akademik pembelajaran yang aktif, innovative, kreatif, efektif, dan menyenangkan (paikem).
Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang masih jauh berbeda dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar pengembangan profesi guru yaitu;[6]
1)  Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiry[7].
Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam;
2)   Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar;
3)  Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar;
4)    Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan.

Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia pastinya semakin baik.

B.     SYARAT-SYARAT PROFESIONALISME GURU.
Selain memiliki standar profesional guru sebagaimana uraian di atas, di Amerika Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993, dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal:[8]
1)      Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya,
2)  Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa,
3)      Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi,
4) Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya,
5)      Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.

Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai;[9]
1)  Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21.
2)      Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia.
3)      Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.

Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu;
1)      Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;
2)      Penguasaan ilmu yang kuat;
3)      Keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan
4)      Pengembangan profesi secara berkesinambungan.
Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi, akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment.
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator.[10]

C.     FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PROFESIONALISME GURU.
Kondisi pendidikan nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diintervensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali.
Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.
Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan;
1)      Profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya;
2)      Profesionalisme guru masih rendah.[11]

Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain;
1)   Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada;
2)     Belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju;
3)     Kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan output nya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan;
4)     Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.

Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru;
1)      Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total,
2)      Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan,
3)   Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan
4)    Masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru,
5)     Masih belum berfungsi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.

Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group (golongan berpengaruh) agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya.

D.    UPAYA MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
Dengan melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru. Diantaranya, meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.
Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Program sertifikasi telah dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang telah melatih 805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten dalam 6 wilayah propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan Selatan.
Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya.
Pengembangan profesionalisme guru harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.
Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.


BAB III
GLOBALISASI

A.    Global dan Globalisasi
Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya.[12]
Globalisasi sering diterjemahkan “mendunia”. Suatu entitas (wujud), betapapun, dimanapun, kapanpun, dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok dunia, baik berupa ide, gagasan, data, informasi, produksi, pembangunan, pemberontakan, dan sebagainya, begitu disampaikan, saat itu pula diketahui oleh semua orang di dunia.
Kekuatan globalisasi menurut analisis para ahli pada umumnya bertumpu pada 4 kekuatan global, yaitu:
1)     Kemajuan iptek terutama dalam bidang informasi dan inovasi-inovasi baru di dalam teknologi yang mempermudah kehidupan manusia.
2)      Perdagangan bebas yang ditunjang oleh kemajuan iptek.
3)   Kerjasama regional dan internasional yang telah menyatukan kehidupan bersama dari bangsa-bangsa tanpa mengenal batas negara.
4) Meningkatnya kesadaran terhadap hak-hak asasi manusia serta kewajiban manusia di dalam kehidupan bersama, dan sejalan dengan itu semakin meningkatnya kesadaran bersama dalam alam demokrasi.
Kemajuan iptek yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Sebagai contoh, berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta membuka program kelas internasional. Hal ini dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Inilah yang dimaksud dengan globalisasi pendidikan.

B.     DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF GLOBALISASI PENDIDIKAN.
1.      Dampak positif globalisasi pendidikan:
a.       Semakin mudahnya akses informasi.
b.  Globalisasi dalam pendidikan akan menciptakan manusia yang professional dan berstandar internasional dalam bidang pendidikan.
c.    Globalisasi akan membawa dunia pendidikan Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara lain.
d.      Globalisasi akan menciptakan tenaga kerja yang berkualitas dan mampu bersaing.
e.  Adanya perubahan struktur dan sistem pendidikan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan karena perkembangan ilmu pengetahuan dalam pendidikan akan sangat pesat.
2.      Dampak negatif globalisasi pendidikan.
a.       Dunia pendidikan Indonesia bisa dikuasai oleh para pemilik modal.
b.   Dunia pendidikan akan sangat tergantung pada teknologi, yang berdampak munculnya “tradisi serba instant”.
c.       Globalisasi akan melahirkan suatu golongan-golongan didalam dunia pendidikan.
d.      Semakin terkikisnya kebudayaan akibat masuknya budaya dari luar.
e.       Globalisasi mengakibatkan melonggarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara.

C.     TANTANGAN PROFESIONALISME GURU DI ERA GLOBALISASI.
Globalisasi akan menjadi tantangan tersendiri bagi para guru, terlebih yang telah memperoleh legalitas pengakuan akan professionalitas keguruannya, yaitu sertifikat guru. Apabila guru tidak siap menghadapinya maka akan diterjang, dan jika tidak mampu menyesuaikan diri maka akan menjadi orang tidak berguna dan hanya akan menjadi penonton.
Dalam kehidupan bermasyarakat di era global ini, guru di satu sisi diharapkan lebih bermoral dan berakhlak daripada masyarakat umum tetapi di sisi lain muncul problem baru sebagai tantangan manakala guru tidak memiliki kemampuan materi untuk memiliki segala akses dan jaringan informasi seperti TV, buku-buku, majalah, koran, dan internet untuk meningkatkan profesionalnya sekaligus memperkaya informasi mengenai perkembangan pengetahuan dan berbagai dinamika kehidupan global, sehingga sangat sulit dibayangkan guru dapat tampil lebih professional dan memiliki tanggungjawab moral profesi sebagai konsekuensinya di era global.
Pemerintah pun berupaya mengatasi problem tersebut dalam meningkatkan profesionalitas guru dengan mengadakan sertifikasi guru untuk meningkatkan kesejahteraannya. Perhatian pemerintah tersebut diharapkan dapat memberi solusi terhadap persoalan dunia pendidikan khususnya kepada guru untuk tetap berkomitmen meningkatkan kualitas pembelajaran dan mutu pendidikan di era global sekarang ini.
Menghadapi tantangan demikian, diperlukan guru yang benar-benar profesional. Dalam konteks ini Makagiansar menawarkan empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru guna menghadapi era global, yaitu:[13]
1.      Kemampuan antisipasi,
Kemampuan antisipasi merupakan kemampuan yang harus dimiliki seorang pendidik untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya masalah, baik dalam proses pembelajaran maupun masalah yang mungkin timbul diluar pembelajaran. Misalnya kemampuan antisipasi dapat dilakukan dengan cara guru mempersiapkan sarana prasarana dan segala sesuatunya agar tidak terjadi kendala dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
2.      Kemampuan mengenali dan mengatasi masalah,
Seorang pendidik perlu melakukan pendekatan terhadap peserta didiknya untuk dapat mengenali dan mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh peserta didiknya baik itu yang berkaitan dengan akademi maupun non akademi. Tidak hanya berhenti pada mengenali masalah saja, namun juga dilakukan follow up pemilihan solusi dari masalah yang dihadapi siswa dan melaksanakan solusi tersebut sehingga masalah peserta didik dapat teratasi.
3.      Kemampuan mengakomodasi,
Seorang guru harus mampu mengakomodasi perbedaan yang terdapat pada peserta didiknya. Perbedaan disini dapat berupa kebutuhan antara satu individu dengan individu lain.
Guru dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik dalam kaitannya dengan pembelajaran seperti menyediakan kebutuhan akan ilmu, dan sarana prasarana bila mampu.
4.      Kemampuan melakukan reorientasi.
Sikap terhadap suatu hal. Guru perlu menentukan acuan-acuan apa saja yang akan dicapai Sebagai pendidik, guru harus mampu melakukan reorientasi yaitu meninjau kembali suatu wawasan dan menetukan dan membuat peserta didiknya yakin dan termotivasi untuk mencapai tujuan tersebut.

Kecuali itu seorang guru juga harus mempunyai:[14]
1.      Kompetensi generic (generic competences):
Kemampuan generik merupakan kemampuan yang harus dimiliki seorang pendidik yang di dalamnya mencakup strategi kognitif, dan dapat pula dikenal dengan sebutan kemampuan kunci-kunci, kemampuan inti (core skill), kemampuan essensial, dan kemampuan dasar. Kemampuan generik antara lain meliputi: keterampilan komunikasi, kerja tim, pemecah masalah, inisiatif dan usaha (initiative dan enterprise), merencanakan dan mengorganisasi, management diri, keterampilan belajar dan keterampilan teknologi (Gibb dalam Rahman, 2008)
2.      Keterampilan mengatur diri (managing self skills),
Mendorong diri sendiri untuk mau mengatur semua unsur kemampuan pribadi, mengendalikan kemauan untuk mencapai hal-hal yang baik, dan mengembangkan berbagai segi dari kehidupan pribadi agar lebih sempurna. Bagaimana seseorang guru bisa menjadi seorang guru yang professional dan berbudi luhur kalau ia tidak dapat mendorong, mengatur, mengendalikan, dan mengembangkan semua sumber daya pribadinya. Oleh karena itu keterampilan mengatur diri bagi seorang guru adalah sangat mutlak diperlukan agar dapat menjalankan segala tugasnya dengan baik.
3.      Keterampilan berkomunikasi (communicating skills),
Keterampilan berkomunikasi adalah keterampilan utama yang harus dimiliki untuk mampu membina hubungan yang sehat di mana saja, di lingkungan sosial, sekolah, usaha dan perkantoran, di kebun atau di mana saja. Sebagian besar masalah yang timbul dalam kehidupan sosial adalah masalah komunikasi. Jika keterampilan komunikasi dimiliki maka akan sangat besar membantu meminimalisasi potensi konflik sekaligus membuka peluang sukses.
4.      Kemampuan mengelola orang dan tugas (ability of managing people and tasks),
Kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar dapat mengelola peserta didiknya sekaligus tugas keguruanya agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Mengelola orang dengan mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan keterampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut Stephen Covey sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Keterampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif.
Dari segi tugas, guru berfungsi memberikan dorongan kepada siswa untuk dapat belajar lebih giat, dan memberikan tugas kepada siswa sesuai dengan kemampuan dan perbedaan individual peserta pendidik.
5.      Kemampuan mobilisasi pengembangan dan perubahan (mobilizing innovation and change).
Kemampuan mobilisasi perkembangan dan perubahan yaitu, guru berfungsi melakukan kegiatan kreatif, menemukan strategi, metode, cara-cara, atau konsep-konsep yang baru dalam pengajaran agar pembelajaran bermakna dan melahirkan pendidikan yang berkualitas. Guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan dan guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.

Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta semangat kompetitif juga merupakan hal penting bagi guru-guru yang profesional karena diharapkan mereka dapat membawa atau mengantarkan peserta didiknya mengarungi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memasuki era global yang melek ilmu pengetahuan dan teknolog, dan sangat kompetitif.
Di era global karakteristik guru harus jelas dan tegas dipertahankan antara lain adalah:
1.      Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah,
2.      Memiliki kepribadian yang prima, dan
3.      Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sementara Tilaar (1998) memberikan empat ciri utama agar seorang guru masuk dalam kategori guru yang professional, yaitu:[15]
1.      Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang,
2.      Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik,
3.      Memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, dan
4.      Sikap profesionalnya berkembang secara berkesinambungan.

Guru yang bermutu ialah mereka yang dapat membelajarkan siswa secara tuntas, benar dan berhasil. Untuk itu guru harus menguasai keahliannya, baik dalam disiplin ilmu pengetahuan maupun metodologi mengajarnya. Setidaknya ada empat prasyarat bagi seorang guru agar dapat bekerja professional, yaitu:[16]
1.      Kemampuan guru mengolah/menyiasati kurikulum,
2.      Kemampuan guru mengaitkan materi kurikulum dengan Iingkungan,
3.      Kemampuan guru memotivasi siswa untuk belajar sendiri, dan
4.Kemampuan guru untuk mengintegrasikan berbagai mata pelajaran menjadi kesatuan konsep yang utuh.


BAB IV
PENUTUP

Simpulan,

1.      Sebagai seorang pendidik harus cekatan dalam menghadapi persoalan yang ada, terutama pada perubahan-perubahan IPTEK yang telah bermunculan. Sebagai bukti bahwa sebagai seorang pendidik dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan zaman yang sekarang, yaitu di era globalisasi ini.
2.      Mengapa guru dituntut agar dapat menaklukkan tantangan-tantangan yang ada? Dikarenakan demi memajukan serta membimbing para peserta didik ke arah yang baik, yang diharapkan oleh bangsa ini, yaitu sebagai generasi penerus bangsa yang kreatif, inovatif dan lain sebagainya.
3.      Guru Profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya. Yaitu bahwa dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk/dalam belajar, guru dituntut untuk mencari tahu terus-menerus bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar. Maka apabila ada kegagalan peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebab kegagalan dan mencari jalan keluar bersama dengan peserta didik; bukan mendiamkannya atau malahan menyalahkannya. (Baskoro Poedjinoegroho E, Kompas Kamis, 05 Januari 2006)


DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, Syaiful Bahri dan Wawan, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru,  Surabaya: Usaha Nasional, 1994

http//kompasiana.com, edukasi, Mencermati Hak dan Kewajiban Guru Profesional di Era Globalisasi Saat ini.

Abudin, Nata, Paradikma Pendidikan Islam. Jakarta: Grasindo, 2001

Hamalik, Oemar,  Proses Belajar Mengajarm  Jakarta : Bumi Aksara, 2001

Syakur ,Mahlail, Sf., “Profesionalisme Guru Dalam Perspektif Global”, Proceeding Seminar Nasional Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, 2012

NRC. 1996. Standar for Professional Development for Teacher Sains

D., Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Jakarta: Depdikbud, 1998

Arifin, I, Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi, Universitas Muhammadiyah Malang, 25-26 Juli 2001.

C.R , Semiawan,.,Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI., Jakarta: Grasindo. 1991

Akadum 1999, Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. http://www.suara pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd, 7 Juni 2001

http// Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Globalisasi.

Makagiansar, Makamina, Dimensi dan Tantangan Pendidikan dalam Era Globalisasi. Mimbar Pendidikan. Nomor 4 Tahun IX, 1990

Rochaety ,Eti, et.al, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2005

H .A. R., Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif
Abad XXI,Magelang: Tera Indonesia, 1998.

Muchlas, Samani, 1996. Prospek Guru Tahun 2000.


[1] Syaiful Bahri Djamarah dan Wawan,  Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru,  (Surabaya: Usaha Nasional, 1994), h.33.
[2] http//kompasiana.com, edukasi, Mencermati Hak dan Kewajiban Guru Profesional di Era Globalisasi Saat ini
[3] Nata, Abudin, Paradikma Pendidikan Islam.( Jakarta: Grasindo, 2001),  hlm.165
[4] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajarm  (Jakarta : Bumi Aksara, 2001). Hlm. 118
[5] Mahlail Syakur Sf., “Profesionalisme Guru Dalam Perspektif Global”, Proceeding Seminar Nasional Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, 2012, hlm. 14
[6] NRC. 1996. Standar for Professional Development for Teacher Sains. hlm. 59-70
[7] Metode pembelajaran inquiry adalah sebuah strategi yang langsung terpusat pada peserta didik yang mana nantinya kelompok-kelompok siswa tersebut akan dibawa dalam persoalan maupun mencari jawaban atas pertanyaan sesuai dengan struktur dan prosedur yang jelas. Sehingga model pembelajaran ini bisa melatih para siswa untuk belajar mulai dari menyelidiki dan menemukan masalah hingga menarik kesimpulan. Adapun model ini menjadikan siswa akan lebih banyak belajar mandiri untuk memecahkan permasalahan yang telah diberikan oleh pengajar.
[8] Supriadi, D., Mengangkat Citra dan Martabat Guru, ( Jakarta: Depdikbud, 1998)
[9] Arifin, I, Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Malang, 25-26 Juli 2001.
[10] Semiawan, C.R.,Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. (Jakarta: Grasindo. 1991)
[11] Akadum 1999.. Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. (http://www.suara pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd, diakses 7 Juni 2001). hlm. 1-2.
[12]Lebih jelasnya baca: http// Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Globalisasi.
[13] Makagiansar, Makamina, Dimensi dan Tantangan Pendidikan dalam Era Globalisasi. Mimbar Pendidikan. Nomor 4 Tahun IX, 1990
[14] Eti Rochaety, et.al, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 40
[15] Tilaar, H .A. R., Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad XXI,
Magelang: Tera Indonesia, 1998.
[16] Samani, Muchlas. 1996. Prospek Guru Tahun 2000.