Jumat, 22 Agustus 2014

Nilai-Nilai Sosial & Pembangunan Masyarakat.

(SOSIOLOGI PENDIDIKAN)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG.
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan individu lain. Untuk menjaga kelangsungan hidup bermasyarakat diperlukan aturan-aturan yang akan terwujud dalam norma dan nilai sosial. Setiap masyarakat memiliki seperangkat norma dan nilai sosial yang berbeda sesuai dengan karakteristik masyarakat itu sendiri. Nilai dan norma tersebut akan dijunjung tinggi, diakui dan digunakan sebagai dasar dalam melakukan interaksi dan tindakan sosialnya.
Nilai sosial merupakan kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan terhadap suatu hal tentang baik buruk, benar salah, dll. Dalam konsep sosiologi, Nilai-Nilai  Sosial tersebut mempengaruhi Pembangunan Masyarakat.
Pembangunan merupakan suatu proses mencakup berbagai perubahan atas struktur sosial. Pembangunan menuju tahap hidup yang lebih baik, kesehatan yang lebih baik dan memperoleh pendidikan yang lebih banyak. Terutama harus ada undang-undang yang menetapkan suatu pendidikan yang minimum, bagi orang-orang yang masih buta huruf. Lebih menekankan kepada yang harus dihadapi dan sebagai suatu alat yang dilalui untuk mendapat kemajuan. Masyarakat harus dirangsang dan dibantu untuk maju dengan usaha-usaha dan inisiatif sendiri-sendiri.[1]
Pada hakekatnya pembangunan mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar keinginan individual maupun kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang lebih baik secara material maupun spritual.



Pada makalah ini kami akan membahas mengenai “Nilai-Nilai Sosial dan Pembangunan Masyarakat” tersebut.

A.    RUMUSAN MASALAH
Beberapa rumusan masalah yang dapat dikaji dari uraian-uraian di atas, antara lain ialah:
1.      Apa definisi dari nilai-nilai sosial?
2.      Apa saja ciri-ciri dan fungsi dari nilai sosial?
3.      Macam-macam nilai social dan klafikasinya?
4.      Apa tujuan dari pembangunan masyarakat?
5.      Hal-hal apa sajakah yang termasuk dalam faktor pendukung dan penghambat pembangunan masyaarakat?

A.    TUJUAN
Selain memenuhi tugas kelompok yang diberikan dosen, tentunya makalah ini bertujuan untuk menambah ilmu bagi kami selaku mahasiswa Fakultas Agama Islam khususnya dalam mata kuliah Sosiologi Pendidikan.


BAB II
NILAI-NILAI SOSIAL

A.    DEFINISI.
Dalam sosiologi, nilai didefinisikan sebagai konsepsi (pemikiran) abstrak dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Contohnya, orang menganggap menolong bernilai baik sedangkan mencuri bernilai buruk. Dengan demikian, perbuatan saling menolong merupakan sesuatu yang bernilai dalam kehidupan masyarakat. Bernilai dalam kehidupan masyarakat inilah yang disebut “Nilai Sosial”.[1]
Nilai sosial dapat juga didefinisikan sebagai suatu kesadaran plus emosi yang relatif lama hilangnya terhadap suatu objek, gagasan atau orang.[2] Nilai sebagai dasar untuk menyatukan bangsa yang majemuk. Dalam hal ini nilai adalah konsep-konsep umum tentang sesuatu yang dianggap baik, patut, layak, pantas yang keberadaannya dicita-citakan, diinginkan, dihayati dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi tujuan kehidupan bersama di dalam kelompok masyarakat tersebut, mulai dari unit kesatuan sosial terkecil hingga suku, bangsa, dan masyarakat internasional.[3]
Para ahli mendefinisi nilai sosial sebagai berikut:
1)      Sarjono Sukamto, mendefinisikan nilai sebagai konsepsi abstrak dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Dengan demikian, nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat.

2)      Kimball Young, merumuskan nilai sosial sebagai unsur-unsur yang abstrak yang sering tidak disadari tentang benar dan pentingnya.
3)  A.W.Green, merumuskan nilai sosial sebagai kesadaran yang berlangsung secara relatif, disertai emosi terhadap objek.dan ide orang perorangan.
4)     Woods, mengemukakan bahwa nilai sosial merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
5)      B. Simatupang, merumuskan nilai sebagai ide-ide masyarakat tentang sesuatu yang baik.
6)  Robert M.Z.Lawang, mengatakan bahwa nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas, berharga, dan mempengaruhi perilaku sosial dari orang-orang yang memiliki nilai tersebut.
7)      C. Kluckholn, melihat bahwa nilai kebudayaan pada dasarnya mencakupi hal-hal berikut:
a.  Nilai mengenai hakekat hidup manusia, Contohnya, Ada orang yang beranggapan bahwa hidup itu indah.
b.    Nilai mengenai kedudukan manusia dalam ruang dan waktu. Misalnya, Ada manusia yang berorientasi pada masa lalu atau masa depan.
c.       Nilai mengenai hakekat hubungan manusia dengan alam.
d.    Nilai mengenai hakekat hubungan manusia dengan sesamanya. Misalnya. Ada manusia yang berorientasi pada individualisme.
Penilaian manusia terhadap suatu hal sangat dipengaruhi oleh tingkat pemahamannya akan hal tersebut. Tingkat pemahaman itu umumnya menyangkut berbagai aspek kehidupan, misalnya:
a.      Aspek Politik, menyangkut peranan ideologi yang dianutnya.
b. Aspek Sosial, menyangkut status dan peranannya di masyarakat. Contoh: Masyarakat yang maju akan berbeda dengan masyarakat yang masih sederhana, segi kebutuhan hidupnya pun jelas berbeda. Kebutuhan hidup masyarakat maju cenderung kompleks, sedangkan kebutuhan masyarakat sederhana lebih sederhana.
Di dalam kenyataan sehari-hari, sangat sulit membedakan nilai yang dianut sekolompok masyarakat. Hal ini terjadi karena nilai suatu budaya sangat relatif.[1] 

A.    CIRI-CIRI NILAI SOSIAL
Dari pengertian-pengertian di atas, dapatlah dikemukakan ciri-ciri nilai sosial tersebut adalah sebagai berikut:[1]
1)      Merupakan konstruksi masyarakat sebagai interaksi sosial antarwarga masyarakat.
2)      Disebarkan di antara warga masyarakat (bukan dibawa dari lahir).
3)      Terbentuk melalui sosialisasi (proses belajar).
4)      Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia.
5)      Dapat mempengaruhi perkembangan diri seseorang,
6)      Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat.
7)      Cendrung berkaitan satu sama lain dan membentuk sistem nilai.
B.     FUNGSI NILAI SOSIAL
Nilai merupakan sesuatu yang dianggap tinggi dan berfungsi sebagai landasan, alasan atau motivasi dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang atau masyarakat. Sebuah interaksi sosial memerlukan nilai, Baik itu dalam mendapatkan hak maupun menjalankan kewajiban. Dengan demikian nilai-nilai mengandung standar normatif dalam perilaku individu maupun dalam masyarakat.
Menurut Drs.  Suprapto. fungsi nilai sosial adalah sebagai berikut:
1)      Dapat menyumbangkan seperangkat alat untuk menetapkan harga sosial dari suatu kelompok.
2)      Dapat mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah laku.
3)    Sebagai penentu terakhir manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosial. Nilai sosial dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan harapan sesuai dengan peranannya (sebagai individu dan anggota masyarakat). Contohnya, ketika menghadapi konflik, biasanya keputusan akan diambil berdasarkan pertimbangan nilai sosial yang lebih tinggi.
4)  Sebagai alat solidaritas di kalangan anggota kelompok. Dengan nilai tertentu, anggota kelompok akan merasa sebagai satu kesatuan.
5)     Sebagai alat kontrol atau pengawas perilaku manusia dengan daya tekan dan daya pengikat tertentu agar orang mau berperilaku sesuai dengan yang diinginkan sistem nilai.[2]

Secara garis besar nilai sosial mempunyai tiga fungsi, yaitu sebagai;[3]
1)      Petunjuk Arah dan Pemersatu.
Nilai sosial menunjukkan cita-cita masyarakat atau bangsa. Adapun nilai sosial sebagai petunjuk arah dan pemersatu tergambar dalam contoh berikut ini.
a)      Cara berpikir dan bertindak warga masyarakat secara umum diarahkan oleh nilai-nilai sosial yang berlaku. Pendatang barupun secara moral diwajibkan mempelajari aturan-aturan sosial budaya masyarakat yang didatangi, mana yang dijunjung tinggi dan mana yang tercela. Dengan demikian, dia dapat menyesuaikan diri dengan norma, pola pikir, dan tingkah laku yang diinginkan, serta menjauhi hal-hal yang tidak diinginkan masyarakat.
b)   Nilai sosial suatu masyarakat berfungsi pula sebagai petunjuk bagi setiap warganya untuk menentukan pilihan terhadap jabatan dan peranan yang akan diambil. Misalnya, dalam memilih seorang pemimpin yang cocok bukan saja berdasarkan kedudukan seseorang, melainkan juga berdasarkan kualitas yang dimiliki, atau menentukan posisi seseorang sesuai dengan kemampuannya.
c)    Nilai sosial berfungsi sebagai sarana untuk mengukur dan menimbang penghargaan sosial yang patut diberikan kepada seseorang atau golongan.
d)     Nilai sosial berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan orang banyak dalam kesatuan atau kelompok tertentu.
e)    Nilai sosial juga berfungsi sebagai pemersatu yang dapat mengumpulkan orang banyak dalam kesatuan atau kelompok tertentu. Dengan kata lain, nilai sosial menciptakan dan meningkatkan solidaritas antar manusia. Contohnya nilai ekonomi mendorong manusia mendirikan perusahaan-perusahaan yang dapat menyerap banyak tenaga kerja.
2)      Benteng Perlindungan.
Nilai sosial merupakan tempat perlindungan bagi penganutnya. Daya perlindungannya begitu besar, sehingga para penganutnya bersedia berjuang mati-matian untuk mempertahankan nilai-nilai itu. Misalnya, nilai-nilai keagamaan, dan nilai-nilai Pancasila.         
Pengkhianatan G 30 S/PKI terhadap Pancasila sebagai dasar negara merupakan bukti sejarah bangsa Indonesia, tetapi dengan keyakinan bahwa Pancasila harus tegak dari setiap usaha yang akan meruntuhkannya maka pengkhianatan tersebut dapat dipatahkan. Dan bangsa Indonesia juga mempertahankan nilai-nilai agama dari nilai-nilai budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai agama dan budaya kita, seperti budaya minum-minuman keras, diskotik, penyalahgunaan narkotika, dan lain-lain.  
3)      Faktor Pendorong.
Tinggi rendahnya individu dan satuan manusia dalam masyarakat bergantung pada tinggi rendahnya nilai sosial yang menjiwai mereka. Apabila nilai sosial dijunjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat, maka harapan ke arah kemajuan bangsa bisa terencana. Hal ini merupakan cita-cita untuk menjadi manusia yang berbudi luhur dan beradab sehingga nilai sosial ini memiliki daya perangsang sebagai pendorong untuk menjadi masyarakat yang ideal.

C.     MACAM-MACAM NILAI SOSIAL
Prof. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga:[4]
1)  Nilai Material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur fisik manusia. Misalnya: makanan, minuman, pakaian.
2)  Nilai Vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat menggunakan kegiatan dan aktivitas. Misalnya: buku dan alat tulis untuk para pelajar.
3)  Nilai Kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi batin rohani manusia. Nilai kerohanian terbagi atas beberapa bagian yaitu:
a)      Nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal manusia.
b)  Nilai keindahan yang bersumber pada unsur rasa indah (nilai estetis).Contohnya, karya seni, baik seni musik, maupun pahat.
c)     Nilai kebenaran atau nilai moral yang bersumber pada unsur kodrat manusia seperti kehendak dan kemauan. Contohnya  menolong orang yang ditimpa kemalangan.
d)     Nilai religius merupakan nilai ketuhanan yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber pada kepercayaan dan keyakinan manusia.
Berdasarkan ciri-cirinya, nilai sosial dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu nilai dominan dan nilai mendarah daging (internalized value).

1)      Nilai dominan.

Nilai dominan adalah nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai lainnya. Ukuran dominan tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut.
a)  Banyak orang yang menganut nilai tersebut. Contoh, sebagian besar anggota masyarakat menghendaki perubahan (reformasi) ke arah yang lebih baik di segala bidang, seperti politik, ekonomi, hukum, dan sosial.
b)  Berapa lama nilai tersebut dianut atau digunakan. Contoh, Keadilan selalu diperjuangkan oleh seluruh masyarakat Indonesia sejak zaman penjajahan hingga saat ini.
c)   Tinggi rendahnya usaha orang untuk memberlakukan nilai tersebut. Contoh, Menunaikan ibadah haji merupakan kewajiban umat Islam. Oleh karena itu umat Islam selalu berusaha untuk dapat melaksakannya.
d)    Prestise/kebanggaan bagi orang-orang yang menggunakan nilai di masyarakat. Contoh, memiliki mobil atau barang lain dengan merek terkenal dapat memberikan kebanggaan/prestise tersendiri.

2)      Nilai mendarah daging (internalized value)

Nilai mendarah daging adalah nilai yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang melakukannya kadang tidak melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi, melainkan secara tidak sadar. Biasanya nilai ini telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil. Dan apabila ia tidak melakukannya, ia akan merasa malu, bahkan dapat merasa sangat bersalah.

Contoh, Seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan merasa sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab. Demikian pula, guru yang melihat siswanya gagal dalam ujian akan merasa gagal dalam mendidiknya.


Beberapa ahli juga membagi nilai sosial atas Nilai Immaterial dan Nilai Material. Perhatikan bagan berikut:
 
Dari bagan di atas, kita ketahui bahwa nilai tidak hanya terkandung dalam sesuatu yang berwujud benda material saja atau bersifat konkret, tetapi juga terkandung dalam sesuatu yang tidak berwujud (abstrak)
§  Nilai Immaterial atau nilai rohani menggunaka nurani dan juga indra, akal, perasaan, kehendak dan keyakinan. Nilai immaterial adalah nilai yang sulit untuk berubah. Contohnya, ideologi, gagasan (ide), pemikiran dan sistem politik, dan peraturan-peraturan.
§  Nilai Material atau nilai jasmani adalah nilai yang berwujud, mudah dilihat dan diraba dan memiliki karakteristik mudah berubah. Contoh nilai material antara lain, karya seni, gedung, jembatan, rumah, alat-alat elektronik dan pakaian.
Dalam pengalaman manusia, nilai material dan immaterial saling berhubungan. Nilai          
immaterial yang menjadi landasan berpikir dari suatu tindakan akan menghasilkan sesuatu 
yang konkret (nilai material). Singkat kata, nilai material merupakan perwujudan dari nilai 
immaterial.
D.    KLASIFIKASI NILAI-NILAI SOSIAL
Arnold Green telah membuat sebuah klasifikasi untuk memahami tingaktan nilai sosial. Tingkatan tersebut ditemukan di dalam kepribadian seseorang yaitu :
1)      Perasaan (sentimen) yang abstrak.
Pentingnya perasaan abstrak, timbul dari kenyataan bahwa perasaan tersebut dipakai sebagai suatu landasan bagi orang-orang untuk membuat kelompok. Perasaan itu juga merupakan alat-alat yang mudah dipakai oleh seorang individu atau kelompok dalam membenarkan atau mengesahkan sesuatu yang mereka ingin lakukah (tingkah laku).
Dalam kenyataannya, banyak perasaan abstrak yang sifatnya kontradiktif  yaitu;
§  Pertama, Perasaan tersebut membenarkan suatu jenis tingkah laku menurut perasaan.
§  Kedua, Kebanyakan manusia dengan cepat akan melihat kepada perasaan yang membenarkan kepentingan sendiri pada saat itu, tidak peduli apakah perasaan itu bertentangan atau tidak dengan pendirian yang sudah diambil sebelumnya.[5]
Pada umumnya konflik pada perasaaan abstrak manusia itu mengabaikan ketidak konsistennya, yang akan bisa menghancurkan kepribadian seseorang, bisa memisah-misahkan jalan pikiran dan tingkah lakunya menjadi bagian-bagian yang kecil. Yang terakhir itu terjadi mungkin karena sebab tingkah laku seseorang pada saat itu sesuai dengan norma-norma kelompok masyarakat yang ditempati. Norma adalah penjabaran dari nilai-nilai yang lebih terperinci ke dalam bentuk tata aturan atau tata kelakuan yang secara konstitusi, undang-undang, peraturan pemerintah, konvensi dan aturan yang tidak tertulis lainnya.[6]
2)      Norma-norma moral.
Norma moral berasal dari bahasa latin mos yang berarti adat, cara bertindak, kebiasaan. Norma moral berarti aturan bagi kelakuan atau tidakan dan sekaligus ukuran apakah seseorang itu baik atau tidak baik sebagai manusia.[7]
Norma-norma moral merupakan standar tingkah laku yang berfungsi sebagai patokan interaksi sosial. Individu lebih menyadari norma-norma moral sebagai bagian dari konsepsi dirinya dibandingkan dengan kesadarannya terhadap perasaan-perasaan yang bersifat abstrak. Sebab norma moral menggambarkan tuntutan khusus yang mendesak dari pihak kelompok agar ia bertindak menurut suatu cara tertentu.[8]
               Beberapa norma moral yang berlaku di masyarakat:
a.       Norma agama yaitu ketentuan-ketentuan yang bersumber dari ajaran-ajaran agama yang dianggap sebagai wahyu dari Tuhan yang keberadaannya tidak boleh ditawar-tawar lagi.
b.  Norma kesopanan yaitu ketentuan-ketentuan hidup yang sumbernya adalah pola-pola perilaku sebagai hasil interaksi sosial di dalam kehidupan kelompok.
c.  Norma kesusilaan yaitu ketentuan-ketentuan yang berasal dari hati nurani yang produk dari norma susila ini adalah moral.
d.    Norma hukum yaitu ketentuan-ketentuan hidup yang berlaku dalam kehidupan sosial yang sumbernya adalah undang-undang yang dibuat oleh lembaga formal kenegaraan.
Kebanyakan masyarakat lebih mengutamakan norma moral dibandingkan perasaan abstrak, yang mungkin merupakan kebalikan tingkah laku yang diharapkan. Akan tetapi tidak semua norma-norma suatu kelompok dapat diterima oleh kelompok lainnya. Jadi norma moral menduduki suatu tempat utama di dalam pola pembentukan corak kepribadian.
3)      Kedirian sebagai suatu sistem sosial.
Kedirian timbul dari pengalaman sosial, artinya kedirian tidak sepenuhnya timbul akibat orang lain. Konsepsi kedirian sangat berpengaruh dalam hubungan masyarakat karena tingkah laku individu berhubungan erat dengan kedirian sebagai suatu nilai sosial.
Tingkah laku, moral dan etika dipandang sebagai sesuatu yang dapat memperlihatkan atau mencerminkan kediriannya. Seseorang  yang memiliki tingkah laku, moral, dan etika yang sesuai dengan harapan masyarakat akan mendapatkan suatu penghargaan yang dapat berupa pujian atau sebaliknya seseorang yang melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan masyarakat akan mendapatkan ganjaran. Tanpa adanya suatu penghargaan dari masyarakat, maka individu tidak akan mengerti dengan moralitas serta kediriannya sendiri yang mempengaruhi kepribadiannya.

BAB III
PEMBANGUNAN MASYARAKAT

A.    PENGERTIAN
Pembangunan masyarakat adalah, upaya terencana dan sistematis yang dilakukan oleh, untuk, dalam masyarakat guna meningkatkan kualitas hidup penduduk dalam semua aspek kehidupannya di dalam suatu kesatuan wilayah. Pembangunan Masyarakat suatu gerakan yang direncanakan untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi kemajuan sosial ekonomi masyarakat dengan partisipasi aktif dan kepercayaan sepenuh mungkin atas prakarsa masyarakat (PBB).
Konkon Subrata (1991:4) bahwa: “Pembangunan masyarakat adalah suatu proses yang ditumbuhkan untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi kemajuan ekonomi sosial masyarakat seluruhnya kepada inisiatif masyarakat”. Ginanjar Kartasasmita memberikan pengertian yang lebih sederhana, pembangunan yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.[9]
Pembangunan masyarakat merupakan suatu proses, baik ikhtiar masyarakat yang bersangkutan yang diambil berdasarkan prakarsa sendiri, maupun kegiatan pemerintah, dalam rangka untuk memperbaiki kondisi ekonomi sosial dan kebudayaan masyarakat (komunitas). Mengintegrasikan berbagai komunitas itu dalam kehidupan bangsa dan memampukan mereka untuk memberikan sepenuhnya demi kemajuan bangsa dan Negara berjalan terpadu di dalam proses tersebut.
Proses tersebut meliputi elemen dasar:
§  Pertama, partisipasi masyarakat itu sendiri dalam rangka usaha mereka untuk memperbaiki taraf hidup mereka. Sedapat-dapatnya berdasarkan kekuatan dan prakarsa sendiri.
§  Kedua, bantuan dan pelayanan teknik yang bermaksud membangkitkan prakarsa, tekad untuk menolong diri sendiri dan kesediaan untuk menolong orang lain, dari pemerintah.
Proses tersebut dinyatakan dalam berbagai program yang dirancang untuk perbaikan proyek khusus terhadap proyek khusus.[10]

Pengertian pembangunan masyarakat diatas, menunjukkan bahwa pembangunan masyarakat sesungguhnya merupakan upaya terorganisir secara berkelompok yang memiliki kebutuhan yang sama, yaitu untuk memperbaiki kondisi masyarakat yang lebih baik, khususnya bagi anggotanya.

B.     TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT.
Makna tujuan merupakan penjabaran dari pernyataan visi dan misi yang rumusannya menunjukkan suatu kondisi yang akan dicapai pada masa mendatang, sedangkan sasaran merupakan hasil yang akan dicapai dalam rumusan secara spesifik, terukur, dalam jangka waktu tertentu yang secara berkesinambungan sejalan dengan tujuan yang ditetapkan.
Tujuan pembangunan masyarakat adalah menciptakan kondisi-kondisi untuk tumbuhnya suatu masyarakat yang tumbuh dan berkembang secara berswadaya dalam hal ini, adalah masyarakat miskin sehingga masyarakat mampu menetralisir belenggu-belenggu sosial yang dapat menahan laju perkembangan masyarakat (adapt, tradisi, kebiasaan, cara dan sikap hidup yang dapat menjadi hambatan pembangunan).
Sasaran Pembangunan Masyarakat yaitu:
1)    Peningkatan taraf hidup masyarakat, diusahakan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan peningkatan swadaya masyarakat. dan juga sebagai usaha menggerakkan partisipasi masyarakat.
2)   Partisipasi masyarakat dapat meningkat dalam upaya peningkatan taraf hidup masyarakat. Antara partisipasi masyarakat dengan kemampuannya berkembang secara mandiri, terhadap hubungan yang erat sekali, ibarat dua sisi mata uang tidak dapat dipisahkan tetapi dapat dibedakan. Masyarakat yang berkemampuan demikian biasa membangun dengan atau tanpa partisipasi vertikal dari pihak lain.
3)  Kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri dapat ditumbuhkan melalui intensifikasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Sasaran pembangunan masyarakat diatas yaitu, perbaikan kondisi dan peningkatan taraf hidup masyarakat miskin, pembangkitan partisipasi masyarakat dan menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri tidak berdiri sendiri melainkan diusahakan agar satu berkaitan dengan yang lainnya sehingga ketiganya sebuah paket usaha.[11]

C. ARAH TIMBULNYA FAKTOR PERUBAHAN SOSIAL ATAU PROSES PEMBANGUNAN MASYARAKAT.[12]
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakekat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.
Dalam kehidupan nyata, perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat, pasti akan terjadi. Setiap segmen masyarakat hendaknya fleksibel terhadap perubahan yang akan terjadi baik cepat maupun lambat. Dengan keunggulan seperti itu, masyarakat akan mengurangi tingkat pengaruh negatif dari perubahan ini. Arah timbulnya pengaruh pun dapat berasal dari dalam maupun luar. Berikut adalah penjelasan faktor-faktor perubahan sosial berdasarkan arah timbulnya pengaruh,[13]
1)      Internal factor
Internal factor (faktor dalam) adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu yang menyebabkan timbulnya perubahan pada masyarakat itu sendiri baik secara individu, kelompok ataupun organisasi. Berikut ini sebab-sebab perubahan sosial yang bersumber dari dalam masyarakat (sebab intern).
a. Dinamika penduduk, yaitu pertambahan dan penurunan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk yang sangat cepat akan mengakibatkan perubahan dalam struktur masyarakat, khususnya dalam lembaga kemasyarakatannya. Salah satu contohnya disini adalah orang akan mengenal hak milik atas tanah, mengenal system bagi hasil, dan yang lainnya, dimana sebelumnya tidak pernah mengenalnya. Sedangkan berkurangnya jumlah penduduk akan berakibat terjadinya kekosongan baik dalam pembagian kerja, maupun stratifikasi social, hal tersebut akan mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada.
b.  Adanya penemuan-penemuan baru yang berkembang di masyarakat, baik penemuan yang bersifat baru (discovery) ataupun penemuan baru yang bersifat menyempurnakan dari bentuk penemuan lama (invention). Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama disebut dengan inovasi. Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian masyarakat, dan cara-cara unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan. Penemuan baru sebagai akibat terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pengertian discovery[14] dan invention.
c. Munculnya berbagai bentuk pertentangan (conflict) dalam masyarakat. Pertentangan ini bisa terjadi antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan kelompok. Misalnya saja pertentangan antara generasi muda dengan generasi tua. Generasi muda pada umumnya lebih senang menerima unsur-unsur kebudayaan asing, dan sebaliknya generasi tua tidak menyenangi hal tersebut. Keadaan seperti ini pasti akan mengakibatkan perubahan dalam masyarakat.
d.      Terjadinya pemberontakan atau revolusi sehingga mampu menyulut terjadinya perubahan-perubahan besar. Revolusi yang terjadi pada suatu masyarakat akan membawa akibat berubahnya segala tata cara yang berlaku pada lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Biasanya hal ini diakibatkan karena adanya kebijaksanaan atau ide-ide yang berbeda. Misalnya, Revolusi Rusia (Oktober 1917) yang mampu menggulingkan pemerintahan kekaisaran dan mengubahnya menjadi sistem diktatur proletariat[15] yang dilandaskan pada doktrin Marxis. Revolusi tersebut menyebabkan perubahan yang mendasar, baik dari tatanan negara hingga tatanan dalam keluarga.
2)      External Factor
Selain internal factor, pada masyarakat juga dikenal external factor. External factor atau faktor luar adalah faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat yang menyebabkan timbulnya perubahan pada masyarakat.Berikut ini sebab-sebab perubahan sosial yang bersumber dari luar masyarakat (sebab ekstern),
a.     Adanya pengaruh bencana alam. Kondisi ini terkadang memaksa masyarakat suatu daerah untuk mengungsi meninggalkan tanah kelahirannya. Apabila masyarakat tersebut mendiami tempat tinggal yang baru, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam dan lingkungan yang baru tersebut. Hal ini kemungkinan besar juga dapat memengaruhi perubahan pada struktur dan pola kelembagaannya.
b.  Adanya peperangan, baik perang saudara maupun perang antarnegara dapat menyebabkan perubahan, karena pihak yang menang biasanya akan dapat memaksakan ideologi dan kebudayaannya kepada pihak yang kalah. Pada umumnya mereka yang menang akan memaksakan kebiasaan-kebiasaan yang biasa dilakukan oleh masyarakatnya, atau kebudayaan yang dimilikinya kepada suku atau negara yang mengalami kekalahan. Contohnya, Jepang yang kalah perang dalam Perang Dunia II, masyarakatnya mengalami perubahan-perubahan yang sangat berarti.
c.   Adanya pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Bertemunya dua kebudayaan yang berbeda akan menghasilkan perubahan. Jika pengaruh suatu kebudayaan dapat diterima tanpa paksaan, maka disebut demonstration effect. Jika pengaruh suatu kebudayaan saling menolak, maka disebut cultural animosity. Adanya proses penerimaan pengaruh kebudayaan asing ini disebut dengan akulturasi. Jika suatu kebudayaan mempunyai taraf yang lebih tinggi dari kebudayaan lain, maka akan muncul proses imitasi yang lambat laun unsur-unsur kebudayaan asli dapat bergeser atau diganti oleh unsur-unsur kebudayaan baru tersebut. Pengaruh-pengaruh itu dapat timbul melalui proses perdagangan dan penyebaran agama.
D.    FAKTOR PENDUKUNG PROSES PERUBAHAN
PEMBANGUNAN MASYARAKAT.[16]
Terjadinya suatu proses perubahan pada masyarakat, diakibatkan adanya faktor yang mendorongnya, sehingga menyebabkan timbulnya perubahan. Faktor pendorong tersebut menurut Soerjono Soekanto antara lain:
1)      Kontak dengan kebudayaan lain
Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah diffusion (difusi). Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada individu lain. Dengan proses tersebut manusia mampu untuk menghimpun penemuan-penemuan baru yang telah dihasilkan. Dengan terjadinya difusi, suatu penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan disebar luaskan kepada semua masyarakat, hingga seluruh masyarakat dapat merasakan manfaatnya. Proses difusi dapat menyebabkan lancarnya proses perubahan, karena difusi memperkaya dan menambah unsur-unsur kebudayaan yang seringkali memerlukan perubahan-perubahan dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan yang lama dengan yang baru.
2)      Sistem pendidikan formal yang maju.
Pada dasarnya pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi individu untuk memberikan wawasan serta menerima hal-hal baru, juga memberikan bagaimana caranya dapat berfikir secara ilmiah. Pendidikan juga mengajarkan kepada individu untuk dapat berfikir secara obyektif. Hal seperti ini akan dapat membantu setiap manusia untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuh kebutuhan zaman atau tidak.
3)      Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju. Bila sikap itu telah dikenal secara luas oleh masyarakat, maka masyarakat akan dapat menjadi pendorong bagi terjadinya penemuan-penemuan baru. Contohnya hadiah nobel, menjadi pendorong untuk melahirkan karya-karya yang belum pernah dibuat.
4)      Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation).
Adanya toleransi tersebut berakibat perbuatan-perbuatan yang menyimpang itu akan melembaga, dan akhirnya dapat menjadi kebiasaan yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat.
5)      Sistem terbuka pada lapisan masyarakat.
Adanya system yang terbuka di dalam lapisan masyarakat akan dapat menimbulkan terdapatnya gerak sosial vertical yang luas atau berarti memberi kesempatan kepada para individu untuk maju atas dasar kemampuan sendiri. Hal seperti ini akan berakibat seseorang mengadakan identifikasi dengan orang-orang yang memiliki status yang lebih tinggi. Identifikasi adalah suatu tingkah laku dari seseorang, hingga orang tersebut merasa memiliki kedudukan yang sama dengan orang yang dianggapnya memiliki golongan yang lebih tinggi. Hal ini dilakukannya agar ia dapat diperlakukan sama dengan orang yang dianggapnya memiliki status yang tinggi tersebut.
6)      Adanya penduduk yang heterogen.
Terdapatnya penduduk yang memiliki latar belakang kelompok-kelompok sosial yang berbeda-beda, misalnya ideology, ras yang berbeda akan mudah menyulut terjadinya konflik. Terjadinya konflik ini akan dapat menjadi pendorong perubahan-perubahan sosial di dalam masyarakat.
7)      Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.
Terjadinya ketidakpuasan dalam masyarakat, dan berlangsung dalam waktu yang panjang, juga akan mengakibatkan revolusi dalam kehidupan masyarakat.
8)      Adanya orientasi ke masa depan.
Terdapatnya pemikiran-pemikiran yang mengutamakan masa yang akan datang, dapat berakibat mulai terjadinya perubahan-perubahan dalam system sosial yang ada. Karena apa yang dilakukan harus diorientasikan pada perubahan di masa yang akan datang.

E. FAKTOR  PENGHALANG/PENGHAMBAT PERUBAHAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT.[17]
Di dalam proses perubahan tidak selamanya hanya terdapat faktor pendorong saja, tetapi juga ada faktor penghambat terjadinya proses perubahan tersebut. Faktor penghalang tersebut antara lain:
1)      Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat.
Terlambatnya ilmu pengetahuan dapat diakibatkan karena suatu masyarakat tersebut hidup dalam keterasingan dan dapat pula karena ditindas oleh masyarakat lain.
2)      Sikap masyarakat yang tradisional.
Adanya suatu sikap yang membanggakan dan mempertahankan tradisi-tradisi lama dari suatu masyarakat akan berpengaruh pada terjadinya proses perubahan. Karena adanya anggapan bahwa perubahan yang akan terjadi belum tentu lebih baik dari yg sudah ada.
3)      Adanya kepentingan yang telah tertanam dengan kuatnya.
Organisasi sosial yang telah mengenal system lapisan dapat dipastikan akan ada sekelompok individu yang memanfaatkan kedudukan dalam proses perubahan tersebut. Contoh, dalam masyarakat feodal dan juga pada masyarakat yang sedang mengalami transisi. Pada masyarakat yang mengalami transisi, tentunya ada golongan-golongan dalam masyarakat yang dianggap sebagai pelopor proses transisi. Karena selalu mengidentifikasi diri dengan usaha-usaha dan jasa-jasanya, sulit bagi mereka untuk melepaskan kedudukannya di dalam suatu proses perubahan.
4)      Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
Hal ini biasanya terjadi dalam suatu masyarakat yang kehidupannya terasing, yang membawa akibat suatu masyarakat tidak akan mengetahui terjadinya perkembangan-perkembangan yang ada pada masyarakat yang lainnya. Jadi masyarakat tersebut tidak mendapatkan bahan perbandingan yang lebih baik untuk dapat dibandingkan dengan pola-pola yang telah ada pada masyarakat tersebut.
5)      Adanya prasangka buruk terhadap hal-hal baru.
Anggapan seperti ini biasanya terjadi pada masyarakat yang pernah mengalami hal yang pahit dari suatu masyarakat yang lain. Jadi bila hal-hal yang baru dan berasal dari masyarakat-masyarakat yang pernah membuat suatu masyarakat tersebut menderita, maka masyarakat itu akan memiliki prasangka buruk terhadap hal yang baru tersebut. Karena adanya kekhawatiran kalau hal yang baru tersebut diikuti dapat menimbulkan kepahitan atau penderitaan lagi.
6)      Adanya hambatan yang bersifat ideologis.
Hambatan ini biasanya terjadi pada adanya usaha-usaha untuk merubah unsur-unsur kebudayaan rohaniah. Karena akan diartikan sebagai usaha yang bertentangan dengan ideologi masyarakat yang telah menjadi dasar yang kokoh bagi masyarakat tersebut.
7)      Adat atau kebiasaan.
Biasanya pola perilaku yang sudah menjadi adat bagi suatu masyarakat akan selalu dipatuhi dan dijalankan dengan baik. Dan apabila pola perilaku yang sudah menjadi adat tersebut sudah tidak dapat lagi digunakan, maka akan sulit untuk merubahnya karena masyarakat tersebut akan mempertahankan adat yang dianggapnya telah membawa sesuatu yang baik bagi pendahulu-pendahulunya.

Faktor-faktor yang menghalangi terjadinya proses perubahan tersebut, secara umum memang akan merugikan masyarakat itu sendiri. Karena setiap anggota dari suatu masyarakat umumnya memiliki keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih daripada yang sudah didapatnya. Hal tersebut tidak akan diperolehnya jika masyarakat tersebut tidak mendapatkan adanya perubahan-perubahan dan hal-hal yang baru.
Faktor penghambat dari proses perubahan sosial ini, oleh Margono Slamet dikatakannya sebagai kekuatan pengganggu atau kekuatan bertahan yang ada di dalam masyarakat.[18]

Kekuatan bertahan adalah kekuatan yang bersumber dari bagian-bagian masyarakat yang:
1)      Menentang segala macam bentuk perubahan.
      Biasanya golongan yang paling rendah dalam masyarakat selalu menolak perubahan, karena mereka memerlukan kepastian untuk hari esok. Mereka tidak yakin bahwa perubahan akan membawa perubahan untuk hari esok.
2)      Menentang tipe perubahan tertentu saja, 
    Misalnya ada golongan yang menentang pelaksanaan keluarga berencana saja, akan tetapi tidak menentang pembangunan-pembangunan lainnya.
3)      Sudah puas dengan keadaan yang ada.
4)   Beranggapan bahwa sumber perubahan tersebut tidak tepat. Golongan ini pada dasarnya tidak menentang perubahan itu sendiri, akan tetapi tidak menerima perubahan tersebut oleh karena orang yang menimbulkan gagasan perubahan tidak dapat mereka terima. Hal ini dapat dihindari dengan jalan menggunakan pihak ketiga sebagai penyampai gagasan tersebut kepada masyarakat.
5)   Kekurangan atau tidak tersedianya sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan perubahan diinginkan.

Kekuatan pengganggu bersumber dari:
1)  Kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat yang bersaing untuk memperoleh dukungan seluruh masyarakat dalam proses pembangunan. Hal ini dapat menimbulkan perpecahan, yang dapat mengganggu pelaksanaan pembangunan.
2)      Kesulitan atau kekomplekkan perubahan yang berakibat lambatnya penerimaan masyarakat terhadap perubahan yang akan dilakukan. Perbaikan gizi, keluarga berencana, konservasi hutan dan lain-lain, adalah beberapa contoh dari bagian itu.
3) Kekurangan sumber daya yang diperlukan dalam bentuk kekurangan pengetahuan, tenaga ahli, keterampilan, pengertian, biaya dan sarana serta yang lainnya.

F.      PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN MASYARAKAT

Pembangunan Masyarakat diselenggarakan atas dasar prinsip-prinsip: keterpaduan, berkelanjutan, keserasian, kemampuan sendiri dan kaderisasi.
1)      Prinsip keterpaduan, 
   mengandung arti bahwa program atau kegiatan pembangunan masyarakat disusun oleh, bersama, dalam dan untuk masyarakat atas dasar kebutuhan dan berbagai sumber yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan bersama dalam berbagai aspek kehidupan.
2)      Prinsip berkelanjutan,  
   memberi arah bahwa pembangunan masyarakat tidak dilakukan sekaligus melainkan diselenggarakan secara bertahap, terus-menerus menuju kearah yang lebih baik. Program yang telah berhasil merupakan titik awal untuk program berikutnya sedangkan suatu program yang perlu diperbaiki dan dikembangkan menuntut adanya kegiatan berkelanjutan.
3)      Prinsip keserasian, 
    mengandung makna bahwa program pembangunan masyarakat memperhatikan keserasian antara kebutuhan terasa yang dinyatakan oleh perorangan, lembaga-lembaga dan pemerintah. Keserasian ini pun tercermin dalam kegiatan yang bertumpu pada kepentingan rakyat banyak dan pemerintah. Kegiatan dan sasarannya mengarah pada terpenuhinya kebutuhan jasmani dan rohaniah serta keseimbangan dalam seluruh aspek hidup dan kehidupan. Keserasian itupun tercermin antara kegiatan yang telah, sedang dan akan dilakukan.
4)      Prinsip kemampuan sendiri,  
    menegaskan bahwa program  pembangunan masyarakat disusun dan dilaksanakan dari kemampuan  yang dimiliki oleh masyarakat. Keikutsertaan pihak luar adalah untuk memberi dorongan dan bantuan sehingga masyarakat dapat mendayagunakan sumber-sumber yang mereka miliki secara efisien dan efektif.
5)      Prinsip kaderisasi,  
     bahwa pengelola dan kelanjutan program pembagunan masyarakat hanya akan terlaksana dengan baik dan berkelanjutan apabila dalam masyarakat tersebut telah disiapkan kader-kader yang berasal dari masyarakat yang memiliki sikap, pengetahuan, keterampilan dan aspirasi membangun untuk memenuhi kepentingan bersama dan untuk mempersiapkan masa depan masyarakat yang lebih baik.[19]

Dengan berbekal kriteria diatas, maka lengkap sudah prinsip pembangunan masyarakat. Hal lain yang perlu diperhatikan sekarang adalah bagaimana kualitas Sumber Daya Manusia nya. Bilamana lengkap sudah, maka insyaallah pembangunan masyarakat akan berjalan baik dan berubah ke arah yang lebih baik.

BAB IV
PENUTUP

Simpulan,

1.   Nilai adalah ciri sistem sebagai suatu keseluruhan, dan bukan merupakan sekedar salah satu bagian komponen belaka, yang mempunyai pengaruh tersendiri dalam kehidupan masyarakat tentang pantas, layak atau baik buruknya suatu tindakan serta merupakan hal penting dalam menujang proses pembangunan masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik.
2.   Timbulnya perubahan sosial atau proses pembangunan masyarakat disebabkan oleh 2 faktor yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Dan juga, terdapat beberapa faktor pendukung maupun penghalang/penghambat proses pembangunan masyarakat tersebut.
3.  Pembangunan masyarakat diselenggarakan atas dasar prinsip-prinsip: keterpaduan, berkelanjutan, keserasian, kemampuan sendiri dan kaderisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Abu , H., Drs.,  Sosiologi Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007

Maryati Kun,  Dra. Dan  Suryawat Juju, S.Pd,  Sosiologi untuk SMA dan MA, Bab 2, Nilai dan Norma Sosial,  Penerbit Erlangga

Sanapiah  Faisal, Sosiologi Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional, 2010

Wrahatnala Bondet, Sosialogi, Fungsi nilai sosial, http//SS belajar

Setiadi Elly M., Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi dan Pemecahannya, (Jakarta : Prenada Kencana, 2011

Ndaraha Taliziduhu, Pembangunan Masyarakat Mepersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, Jakarta: Rineka Cipta, Cetakan Kedua, 1990

Sucirahmadanisafitri, Pembangunan Masyarakat, WordPress.com

Sudjana, Pendidikan Nonformal, Bandung: Falah Production, 2004



[1] Ibid.
[2] Dra. Kun Maryati dan Juju Suryawat, S.Pd, hlm. 36-37
[3] Bondet Wrahatnala, Sosialogi, Fungsi nilai sosial, http//SS belajar
[4] Dra. Kun Maryati dan Juju Suryawat, S.Pd
[5] Faisal Sanapiah, hlm.349
[6] Elly M. Setiadi, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi dan Pemecahannya, ( Jakarta : Prenada Kencana, 2011 ), hlm..129
[7] Ibid, hlm. 131
[8] Faisal Sanapiah, Opcit, hlm. 351
[9] Ginanjar Kartasas­mita, 1994, dalam presentasi kelompok PEMBANGUNAN : KONSEP DAN IMPLIKASI, mata kuliah Teori pembangunan, dipresentasikan pada 25 Februari 2011, Jurusan Manejemen dan kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
[10] Taliziduhu Ndaraha, Pembangunan Masyarakat Mepersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, (Jakarta: Rineka Cipta, Cetakan Kedua, 1990), hlm. 34
[11] Talizuduhu Nddrana, (1989) hlm.:170
[12] Sucirahmadanisafitri, Pembangunan Masyarakat, WordPress.com
[14] Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik berupa alat ataupun yang berupa gagasan yg diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan para individu. Discovery sendiri akan berubah menjadi invention, jika masyarakat sudah mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru tersebut.
[15] Dalam pemikiran sosio-politik Marxis, diktatur proletariat merujuk pada negara sosialis di mana kaum proletar (kelas buruh) memegang kekuasaan politik. Istilah yang dicetuskan oleh Joseph Weydemeyer ini diadopsi oleh dua penggagas Marxisme, Karl Marx dan Friedrich Engels, pada abad ke-19. Penggunaan kata "diktatur" menimbulkan kontroversi dan sebenarnya tidak memiliki kaitan apa pun dengan konsep Romawi Kuno, dictatura, yang berarti negara yang dipimpin oleh kelompok kecil tanpa melibatkan proses demokrasi. Diktatur menurut Marxisme berarti semua kelas sosial memegang kendali ekonomi dan politik di dalam sebuah sistem yang demokratis.
[19] Sudjana, Pendidikan Nonformal , (Bandung: Falah Production, 2004) hlm. 274-275




Tidak ada komentar:

Posting Komentar