Senin, 22 Desember 2014

TAFSIR AL-QUR`AN: SIKAP MANUSIA



BAB I
PENDAHULUAN

LATAR  BELAKANG

            Manusia merupakan ciptaan Allah Swt. yang paling sempurna. Manusia diciptakan dengan bentuk yang sebaik-baiknya lalu dilengkapi dengan akal, tidak sama halnya dengan ciptaan-Nya yang lain. Tetapi ada kalanya manusia lupa dan tidak mensyukuri nikmat yang telah dikaruniakan Allah padanya. Ada yang cenderung mengikuti hawa nafsu yang menyesatkan dan hanya sebagian yang memahami serta mensyukuri nikmat tersebut  dengan melakukan amal-amal shalih.
            Di dalam Al-Qur`an banyak terdapat ayat-ayat yang menerangkan tentang sikap manusia, di antaranya terdapat pada firman Allah Swt. surat Al-A`raf dan surat At-Tiin yang menjadi pokok pembahasan pada makalah ini.  
            Lebih lanjut, kami akan menjabarkan Firman Allah Swt. surat                 Al-A`raf dan surat At-Tiin tersebut, yang di dalam penafsirannya mengenai kisah orang terdahulu yang salah menggunakan nikmat dan kelebihan yang dikaruniakan Allah kepadanya dan mengenai sumpah Allah Swt. terhadap ciptaan-Nya yaitu manusia. Keseluruhan dari penafsiran ayat-ayat tersebut merupakan pelajaran bagi kita agar lebih waspada terhadap godaan dunia yang hanya tempat persinggahan sementara, karena ada tetap yang  kekal setelah ini.


BAB II
SIKAP MANUSIA

       I.            AL-QUR`AN SURAT AL-A`RAF/7: 175-176

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ ﴿١٧٥
 وَلَوْ شِئْنَا لَرَ‌فَعْنَاهُ بِهَا وَلَـٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْ‌ضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُ‌كْهُ يَلْهَث ۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُ‌ونَ ﴿١٧٦
A.    TERJEMAHAN
Ayat 175, Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
Ayat 176, Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya  Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.

B.     MUFRODAT/KOSA KATA
1.      هَوَاهُ وَاتَّبَعَ = Mengikuti hawa nafsunya, Hawa nafsu adalah kecenderungan jiwa kepada sesuatu baik itu berupa kebaikan atau keburukan. Ada sekolompok orang menganggap hawa nafsu sebagai "syaitan yang bersemayam di dalam diri manusia," yang bertugas untuk mengusung manusia kepada kefasikan atau pengingkaran. Mengikuti hawa nafsu akan membawa manusia kepada kerusakan. Akibat pemuasan nafsu jauh lebih mahal ketimbang kenikmatan yang didapat darinya. Hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan juga dapat merusak potensi diri seseorang. Sebenarnya setiap orang diciptakan dengan potensi diri yang luar biasa, tetapi hawa nafsu dapat menghambat potensi itu muncul kepermukaan. Potensi yang dimaksud di sini adalah potensi untuk menciptakan keadilan, ketenteraman, keamanan, kesejahteraan, persatuan dan hal-hal baik lainnya. Namun karena hambatan nafsu yang ada pada diri seseorang potensi-potensi tadi tidak dapat muncul kepermukaan (dalam realita kehidupan). Maka dari itu mensucikan diri atau mengendalikan hawa nafsu adalah keharusan bagi siapa saja yang menghendaki keseimbangan, kebahagian dalam hidupnya karena hanya dengan berjalan di jalur-jalur yang benar sajalah menusia dapat mencapai hal tersebut.[1]
Mari renungkan  Hadis Qudsi di bawah ini,
·         Diriwayatkan dari Imam Al-Baqir bahwa Rasulullah saw bersabda, Allah swt berfirman: “Demi kemuliaan-Ku, kebesaran-Ku, keagungan-Ku, keperkasaan-Ku, nur-Ku, ketinggian-Ku dan ketinggian tempat-Ku, tak seorang hambapun yang mengutamakan keinginannya (nafsunya) di atas keinginan-Ku, melainkan Aku kacaukan urusannya, Aku kaburkan dunianya dan Aku sibukkan hatinya dengan dunia serta tidak Aku berikan dia kecuali yang telah kutakar untuknya. Demi kemulian-Ku, kebesaran-Ku, keagungan-Ku, keperkasaan-Ku, nur-Ku, ketinggian-Ku dan ketinggian tempat-Ku, tak seorang hambapun yang mengutamakan keinginan-Ku di atas keinginan (nafsu) dirinya melainkan Aku suruh malaikat untuk menjaganya, langit dan bumi menjamin rezekinya dan menguntungkan setiap perdagangan yang dilakukannya serta dunia akan datang dan selalu berpihak kepadanya.
2.      الْكَلْبِ كَمَثَلُ = Perumpamaan bagaikan anjing, maksudnya ialah karena anjing tidak ada yang dikejarnya selain mencari makanan dan menyalurkan nafsu syahwat. Dan perumpamaan yang paling rendah adalah seperti anjing.
3.        انسلخ = insalakha/menguliti terambil dari kata سلخ   salakha yaitu membeset atau mengupas sesuatu sehingga terpisah secara penuh kulit dan daging/isinya. (melepas kulit binatang)
4.       لشيطان فاتبعها = lalu dia diikuti oleh syaitan, kata فاتبعه (lalu dia diikuti) di sini mengandung dua makna; Pertama, tabi`a dan lahiqa (mengikuti dan membuntuti). Yakni syaitan menjadikan orang alim tersebut sebagai pengikutnya. Kedua, kata kerja tersebut dipakai dalam makna biasanya, sekalipun ia berbentuk kata sulatsi mujarrad (kata kerja yang terdiri dari tiga huruf, pen) sehingga maknanya menjadi bahwa syaitan mengikuti orang alim tersebut. Dengan kata lain, bahwa ia lebih dahulu tersesat sebelum disesatkan oleh syaitan.
5.      الغاوين  = al-ghaawiin dari kata  الغيّ  al-ghayy, yakni kesesatan. Penggalan ayat ini mengisyaratkan  bahwa yang bersangkutan telah tersesat dan keluar dari jalur yang benar, karena ia melupakan/meninggalkan arah dan tujuan yang harus dicapainya.[2]

C.     TAFSIR
            Ayat-ayat ini berbicara tentang orang yang mengingkari firman Allah atau tidak mengamalkannya. Karena mengikuti keinginan syaitan maka iapun tersesat. Para ulama menjadikan ayat ini sebagai perumpamaan bagi setiap orang yang telah mengetahui kebenaran dan memilikinya, tetapi enggan mengikuti tuntunan kebenaran bahkan menyimpang darinya. Ada juga yang memahami ayat ini sebagai peristiwa seseorang tertentu, yang hendaknya menjadi pelajaran bagi manusia. Yang bersangkutan, telah dianugerahi Allah Swt. pengetahuan, tetapi sedikit demi sedikit mengabaikan pengetahuannya dan terjerumus dalam kesesatan. 
            Pendapat ini mereka kuatkan dengan penggunaan bentuk tunggal pada kata (الذى) al-ladzi yang diterjamahkan dengan “orang yang” bukan  (الذين) “alladzina/orang-orang. Namun para ulama itu berbeda pendapat tentang siapa yang dimaksud. Ada yang menunjuk kepada seorang dari kalangan Bani Israil, dikenal dengan nama panggilan Bal'am ibnu Ba'ura, seorang lelaki dari kalangan penduduk Al-Balqa, mengetahui tentang Ismul Akbar, dan tinggal di Baitul Maqdis. Ada lagi yang mengatakan lelaki tersebut penduduk negeri Yaman, dikenal dengan nama Bal'am.
            Sedangkan menurut Saqif, dia adalah Umayyah ibnu Abu Silt. Seakan-akan ia bermaksud bahwa Umayyah ibnu Abu Silt mirip dengan orang yang disebutkan dalam ayat ini, karena sesungguhnya ia telah banyak menerima ilmu syariat-syariat terdahulu, tetapi tidak dimanfaatkannya. Dia sempat menjumpai masa Nabi Saw. dan telah sampai kepadanya tanda-tanda, alamat-alamat, dan mukjizat-mukjizatnya, sehingga tampak jelas bagi semua orang yang mempunyai pandangan mata hati. Tetapi sekalipun menjumpainya, dia tidak juga mau mengikuti agamanya, bahkan dia berpihak dengan orang-orang musyrik dan membantu serta memuji mereka. Bahkan dia mengungkapkan rasa                 (belasungkawa dalam bentuk syair) nya atas kematian kaum musyrik yang gugur dalam Perang Badar.
            Malik ibnu Dinar mengatakan bahwa orang itu adalah salah seorang ulama Bani Israil, terkenal sebagai orang yang mustajab doanya; mereka datang kepadanya di saat-saat kesulitan. Kemudian Nabi Musa a.s. mengutusnya ke raja negeri Madyan untuk menyerukan agar menyembah Allah. Tetapi raja Madyan memberinya sebagian dari wilayah kekuasaannya dan memberinya banyak hadiah. Akhirnya ia mengikuti agama raja dan meninggalkan agama Musa  a.s.
Di dalam kitab Tafsir Qur’anul Azim karangan Ibnu Kasir, ada dua kisah mengenai ayat-ayat ini, disini kami hanya menyampaikan kisah/asar yang termasyur yang melatarbelakangi turunnya ayat yang mulia ini yaitu  hanyalah menceritakan perihal seorang lelaki di masa dahulu, di zaman kaum Bani Israil, dia bernama Bal`am.
            Dikisahkan ketika Musa a.s. memasuki pulau Bani Kanan di daerah Ash-Sham (daerah Syria), orang-orang Bal’am datang padanya, dan berkata, “Musa ibnu Imran telah datang bersama dengan pasukan Bani Israil. Dia datang untuk mengusir kita dari negeri kita dan akan membunuh kita, lalu membiarkan tanah ini dikuasai oleh Bani Israil. Dan sesungguhnya kami adalah kaummu yang dalam waktu yang dekat tidak akan mempunyai tempat tinggal lagi, sedangkan engkau adalah seorang lelaki yang doanya diperkenankan Tuhan. Maka keluarlah engkau dan berdoalah untuk kehancuran mereka.".  Bal`am menjawab, "Celakalah kalian! Nabi Allah ditemani oleh para malaikat dan orang-orang mukmin, maka mana mungkin saya pergi mendoakan untuk kehancuran mereka, sedangkan saya mengetahui Allah tidak akan menyukai hal itu?"  Mereka mengatakan kepada Bal`am, "Kami tidak akan memiliki tempat tinggal lagi." Mereka terus menerus meminta dengan memohon belas kasihan dan berendah diri kepada Bal`am untuk membujuknya. Akhirnya Bal`am terbujuk.
Lalu Bal`am menaiki keledai kendaraannya menuju ke arah sebuah bukit sehingga ia dapat melihat perkemahan pasukan kaum Bani Israil, yaitu Bukit Hasban. Setelah berjalan tidak begitu jauh, keledainya mogok, tidak mau jalan. Maka Bal`am turun dari keledainya dan memukulinya hingga keledainya mau bangkit dan berjalan, lalu Bal`am menaikinya. Tetapi setelah berjalan tidak jauh, keledainya itu mogok lagi, dan Bal`am memukulinya kembali, lalu menjewer telinganya. Maka secara aneh keledainya dapat berbicara, memprotes tindakannya seraya mengatakan, "Celakalah kamu. hai Bal`am, ke manakah kamu akan pergi. Tidakkah engkau melihat para malaikat berada di hadapanku menghalang-halangi jalanku? Apakah engkau akan pergi untuk mendoakan buat kehancuran Nabi Allah dan kaum mukminin?"
             Bal'am tidak menggubris protesnya dan terus memukulinya, maka Allah memberikan jalan kepada keledai itu setelah Bal'am memukulinya. Lalu keledai itu berjalan membawa Bal'am hingga sampailah di atas puncak Bukit Hasban, di atas perkemahan pasukan Nabi Musa a.s. dan kaum Bani Israil. Setelah ia sampai di tempat itu, maka ia berdoa untuk kehancuran mereka. Tidak sekali-kali Bal'am mendoakan keburukan untuk Musa dan pasukannya, melainkan Allah memalingkan lisannya hingga berbalik mendoakan keburukan bagi kaumnya. Dan tidak sekali-kali Bal'am mendoakan kebaikan buat kaumnya, melainkan Allah memalingkan lisannya hingga mendoakan kebaikan buat Bani Israil.
            Maka kaumnya berkata kepadanya, "Tahukah engkau, hai Bal'am, apakah yang telah kamu lakukan? Sesungguhnya yang kamu doakan hanyalah untuk kemenangan mereka dan kekalahan kami." Bal'am menjawab, "Ini adalah suatu hal yang tidak saya kuasai, hal ini merupakan sesuatu yang telah ditakdirkan oleh Allah."  Maka ketika itu lidah Bal'am menjulur keluar sampai sebatas dadanya, lalu ia berkata kepada kaumnya, "Kini telah lenyaplah dariku dunia dan akhiratku, dan sekarang tiada jalan lain bagiku kecuali harus melancarkan tipu muslihat dan kilah yang jahat.”
            Setelah itu ia memutar otaknya untuk melancarkan tipu daya, lalu berkata, “Aku punya suatu ide. Dengarkanlah dengan baik. Suruhlah kaum wanita untuk menggoda pasukan Bani Israel, agar mereka dapat terperangkap dalam perbuatan zina. Ketahuilah bahwa Allah sangat membenci perbuatan zina. Oleh karena itu, apabila mereka telah terperangkap dalam perbuatan zina maka mereka akan dibinasakan dengan sendirinya.” Setelah penduduk di sana setuju dengan siasat tersebut, mereka pun segera melaksanakannya. Ternyata memang benar, Bani Israel dengan mudahnya terjebak dalam jerat siasat yang mereka lancarkan. Akhirnya, Bani Israel pun ditimpakan adzab Allah, dengan diturunkannya penyakit ta`un yang mematikan mereka. Penyakit ini menyerang kepada seluruh tujuh puluh ribu orang pasukan Bani Israel, dan semuanya mati dengan sia-sia.[3]
            Sehubungan dengan Bal'am ibnu Ba'ura ini, kisahnya disebutkan oleh Allah Swt.:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانسَلَخَ مِنْهَا
Dan bacakanlah kepada mereka kisah orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu.
 (Al-A'raf: 175)
sampai dengan firman-Nya:
لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُ‌ونَ
                        agar mereka berpikir. (Al-A'raf:176)
           
            Adapun firman Allah Swt.:
فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُ‌كْهُ يَلْهَث
            maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). (Al-A`raf: 176)

            Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya. Menurut teks Ibnu Ishaq, dari Salim, dari Abun Nadr, lidah Bal'am terjulur sampai dadanya. Lalu dia diserupakan dengan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya dalam kedua keadaan tersebut, yakni jika dihardik menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan tetap menjulurkan lidahnya. Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah 'Bal'am menjadi seperti anjing dalam hal kesesatannya dan keberlangsungannya di dalam kesesatan serta tidak adanya kemauan memanfaatkan doanya untuk keimanan.
Perihalnya diumpamakan dengan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya dalam kedua keadaan tersebut, jika dihardik menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan tetap menjulurkan lidahnya tanpa ada perubahan. Demikian pula keadaan Bal'am, dia tidak memanfaatkan pelajaran dan doanya buat keimanan; perihalnya sama dengan orang yang tidak memilikinya. Sama halnya dengan pengertian yang terkandung dalam firman-Nya,

وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْ‌تَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْ‌هُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada
mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka,
mereka tidak akan beriman. (surat Yasiin/36: 10)

اسْتَغْفِرْ‌ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ‌ لَهُمْ إِن تَسْتَغْفِرْ‌ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّ‌ةً فَلَن يَغْفِرَ‌ اللَّـهُ لَهُمْ ۚ
Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka.
 (surat At-Taubah/9: 80)
dan ayat-ayat lainnya yang semakna.

           Menurut pendapat lainnya, makna yang dimaksud ialah “kalbu orang kafir dan orang munafik serta orang yang sesat kosong dari hidayah, hatinya penuh dengan penyakit yang tak terobatkan”. Kemudian pengertian ini diungkapkan ke dalam ungkapan itu. Hal yang semisal telah dinukil dari Al-Hasan Al-Basri dan lain-lainnya.
Firman Allah Swt.:
فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُ‌ونَ
Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah kisah agar mereka berpikir. (Al-A'raf: 176)
Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw.:
فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ
Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah agar mereka                (Al-A'rif:176)

yakni agar Bani Israil mengetahui kisah Bal'am dan apa yang telah menimpanya yaitu disesatkan oleh Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya, karena dia telah salah menggunakan nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepadanya, nikmat itu ialah Ismul A'zam yang diajarkan Allah kepadanya. Ismul A'zam adalah suatu doa yang apabila dipanjatkan untuk memohon sesuatu, niscaya dikabulkan dengan seketika. Ternyata Bal'am menggunakan doa mustajab ini untuk selain ketaatan kepada Tuhannya, bahkan menggunakannya untuk memohon kehancuran bagi bala tentara Tuhan Yang Maha Pemurah, yaitu orang-orang yang beriman, pengikut hamba dan rasul-Nya di masa itu, yakni Nabi Musa ibnu Imran a.s. yang dijuluki sebagai Kalimullah (orang yang pernah diajak berbicara secara langsung oleh Allah). Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُ‌
agar mereka berpikir. (Al-A'raf:176)
            Maksudnya, mereka harus bersikap waspada supaya jangan terjerumus ke dalam perbuatan yang semisal, karena sesungguhnya Allah telah   memberikan ilmu kepada kaum Bani Israil (di masa Nabi Saw.) dan membedakan mereka di atas selain mereka dari kalangan orang-orang Arab. Allah telah menjadikan mereka memiliki pengetahuan tentang sifat Nabi Muhammad melalui kitab yang ada di tangan mereka; mereka mengenalnya sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Mereka adalah orang-orang yang paling berhak dan paling utama untuk mengikuti Nabi Saw., membantu, dan menolongnya, seperti yang telah diberitakan kepada mereka oleh nabi-nabi mereka yang memerintahkan kepada mereka untuk mengikutinya.
            Karena itulah orang-orang yang menentang dari kalangan mereka (Bani Israil) terhadap apa yang ada di dalam Kitab mereka, lalu menyembunyikannya, sehingga hamba-hamba Allah yang lain tidak mengetahuinya, maka Allah menimpakan kepada mereka kehinaan di dunia yang terus berlangsung sampai kehinaan di akhirat.[4]

D.    MUNASABAH  AYAT
Ayat–ayat di atas berhubungan dengan ayat setelahnya yaitu,
            Firman Allah Swt.:
سَاءَ مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا
            Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat            Kami (Al-A`raf: 177)

Allah Swt. berfirman bahwa seburuk-buruknya perumpamaan adalah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Dengan kata lain, seburuk-buruk perumpamaan adalah perumpamaan mereka yang diserupakan dengan anjing, karena anjing tidak ada yang dikejarnya selain mencari makanan dan menyalurkan nafsu syahwat. Barangsiapa yang menyimpang dari jalur ilmu dan jalan petunjuk, lalu mengejar kemauan hawa nafsu dan berahinya, maka keadaannya mirip dengan anjing; dan seburuk-buruk perumpamaan ialah yang diserupakan dengan anjing. Karena itulah di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Nabi Saw. telah bersabda:
لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السُّوْءِ مِنَ الْعَائِدِ فِيْ هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَعُوْدُ فِيْ قَيْئِهِ.
“Tiada pada kami suatu perumpamaan yang lebih buruk daripada perumpamaan seseorang yang mencabut kembali hibahnya, perumpamaannya sama dengan anjing, yang memakan kembali muntahnya”

Firman Allah Swt.:
وَأَنفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ
dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.
(Al-A'raf: 177)

Maksudnya. Allah tidak menganiaya mereka, tetapi mereka sendirilah yang menganiaya dirinya sendiri karena berpaling dari mengikuti jalan hidayah dan taat kepada Tuhan, lalu cenderung kepada keduniawian yang fana dan mengejar kelezatan serta kemauan hawa nafsu.

    II.            AL-QUR`AN SURAT AT-TIIN/95: 1-6

                        Surat ini mengandung sumpah Allah, bahwa Allah telah menciptakan keadaan dan bentuk manusia yang sangat indah dan mungkin Allah akan mengembalikannya manusia itu ke dalam keadaan yang sangat rendah. Allah telah menciptakan manusia dengan fitrah yang sangat baik, namun karena mengikuti hawa nafsu, manusia terjerumus ke dalam kancah kerendahan.
                        Malik dan Syu'bah meriwayatkan dari 'Adibin Tsabit dari al-Barra' bin 'Azib: "Nabi Saw. dalam suatu perjalanannya pernah membaca surat at-tiin wazzaitun dalam satu dari dua rakaat shalat yang beliau kerjakan. Dan aku tidak pernah mendengar seorangpun suara atau bacaan yang lebih bagus dari beliau.” Diriwayatkan oleh al-Jama'ah di dalam kitab mereka masing-masing.[5]

وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ ﴿١ وَطُورِ‌ سِينِينَ ﴿٢ وَهَـٰذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ ﴿٣ لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ﴿٤  ثُمَّ رَ‌دَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ ﴿٥ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ‌ غَيْرُ‌ مَمْنُونٍ ﴿٦
A.    TERJEMAHAN
1.      Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun,
2.      dan demi bukit Sinai,
3.      dan demi kota (Mekah) ini yang aman,
4.      sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
5.      Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
6.      kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.

B.     TAFSIR
Di sini, para ahli tafsir masih berbeda pendapat dengan pendapat yang cukup banyak. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan at-tiin di sini adalah masjid Damaskus. Ada juga yang berpendapat, ia merupakan buah tin itu sendiri. Juga ada yang menyatakan bahwa ia adalah gunung yang terdapat di sana. Sedangkan al-Qurthubi mengatakan: "At-tiin adalah masjid Ash-habul Kahfi." Dan diriwayatkan oleh al-'Aufi dari Ibnu 'Abbas bahwa at-tiin adalah masjid Nuh yang terdapat di bukit al-Judi. Mujahid mengatakan: "la adalah at-tiin kalian ini."
            وَالزَّيْتُونِ (Dan demi zaitun,) Ka'ab al-Ahbar, Qatadah, Ibnu Zaid, dan lain lain mengatakan: "Yaitu masjid Baitul Maqdis.” Mujahid dan 'Ikrimah mengatakan: "Yaitu buah zaitun yang kalian peras."
            وَطُورِسِينِي (Dan demi bukit Sinai) Ka'ab al-Ahbar dan lain-lain mengatakan: "Yaitu bukit di mana Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa as.”
            الْأَمِينِ الْبَلَدِ وَهَـٰذَا (Dan demi kota ini yang aman) Yakni, kota Mekah. Demikian yang dikemukakan oleh Ibnu 'Abbas, Mujahid, 'Ikrimah, al-Hasan, Ibrahim an-Nakha'i, dan tidak ada perbedaan pendapat mengenai masalah tersebut.

            Firman Allah Ta'ala, لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya). Dan inilah yang menjadi obyek sumpah, yaitu bahwa Allah Ta'ala telah menciptakan manusia dalam wujud dan bentuk yang sebaik-baiknya, dengan perawakan yang sempurna serta beranggotakan badan yang normal.
            رَ‌دَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ ثُمَّ (Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya) Yakni ke Neraka. Demikian yang dikemukakan oleh Mujahid, Abul `Aliyah, al-Hasan, Ibnu Zaid, dan lain-lain. Kemudian setelah penciptaan yang baik dan menajubkan itu, mereka akan diseret ke Neraka jika mereka tidak taat kepada Allah dan tidak mengikuti para Rasul.
Oleh karena itu. Dia berfirman:
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
 (Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih)

            Dan firman-Nya,
غَيْرُ‌ مَمْنُونٍ فَلَهُمْ أَجْرٌ
(Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya) Yakni, tiada putus-putusnya, seperti yang telah disampaikan sebelumnya.

C.     MUNASABAH AYAT
            Pada Ayat-ayat di atas Allah bersumpah dengan menyebut empat hal. Ayat-ayat ini menjelaskan untuk sumpah itu. Di sini Allah berfirman bahwa: “Demi keempat hal di atas, sungguh Kami, Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”
            Demikianlah Allah mentakdirkan kejadian manusia. Sesudah lahir ke dunia, dengan berangsur tubuh menjadi kuat dan dapat berjalan, dan akal pun berkembang, sampai dewasa, sampai di puncak kemegahan umur. Kemudian berangsur menurun kondisi badan tadi, berangsur menjadi tua. Berangsur badan lemah dan fikiran mulai pula lemah, tenaga mulai berkurang, sehingga mulai rontok gigi, rambut hitam berganti dengan uban, kulit yang tegang menjadi kendor, telingapun berangsur kurang pendengarannya, dan mulailah pelupa. Jika tiba saatnya tutup usia, "Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya). Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih."
            Kaitannya dengan ayat yang lain, lebih lanjut, Allah Ta'ala berfirman pada ayat 7, يُكَذِّبُكَ فَمَا (Maka apakah yang menyebabkanmu mendustakan) hai anak Adam بِالدِّينِ بَعْدُ (Hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu).  Yakni, pembalasan pada hari kebangkitan, padahal kamu telah mengetahui penciptaan pertama dan juga telah mengetahui bahwa Rabb yang mampu memulai, sudah pasti mampu untuk mengembalikan lagi. Lalu apa yang membuatmu mendustakan hari Kiamat padahal kamu sudah mengetahui semuanya itu?            
            Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Manshur, dia berkata: "Aku pernah katakan kepada Mujahid, بِالدِّينِ بَعْدُ يُكَذِّبُكَ فَمَا (Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu) Yang dimaksudkan Nabi Saw., Mujahid mengatakan, "Nu'uudzubillaah, yg dimaksudkan di sini adalah manusia." Demikian itu pula yang dikemukakan oleh 'Ikrimah dan lain-lain.
            Dan firman Allah Ta'ala pada ayat 8, الْحَاكِمِينَ بِأَحْكَمِ اللَّـهُ  أَلَيْسَ (Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya) yakni, bukankah Dia adalah Hakim yang paling bijak, tidak berbuat sewenang-wenang dan tidak juga menzhalimi seorangpun. Di antara bentuk keadilan-Nya adalah Dia akan mengadakan hari Kiamat, lalu Dia akan menuntut keadilan untuk orang yang dizhalimi di dunia dari orang yang menzhaliminya.



BAB III
PENUTUP

Simpulan,
            Pada surat Al- A`raf ayat 175-176 yang penafsirannya telah dijabarkan di atas menceritakan tentang sebuah kisah yang dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Yaitu cerita tentang seorang yang dulu takwa dan diberikan kelebihan oleh Allah, namun karena dia tergoda oleh dunia akhirnya dia ingkar dan berpaling dari Allah. Kebanyakan para ulama berpendapat orang yang dimaksud adalah Bal’am. Ia seorang yang dulunya takwa kepada Allah, diberi beberapa kelebihan. Namun ia mengingkari-Nya, dan ia tetap pada pendiriannya. Ia tidak akan bertobat dan itu diperumpamakan oleh Allah dengan perumpamaan yang paling rendah, yaitu layaknya  seekor anjing. yang selalu menjulurkan lidahnya, walaupun ia diganggu ataupun tidak diganggu ia akan tetap menjulurkan lidahnya.
            Dapat diambil kesimpulan bahwa ayat-ayat ini memberikan kita pelajaran tentang rasa bersyukur apa yang telah diberikan oleh Allah Swt. Terlebih lagi apabila kita diberikan Allah sebuah kelebihan, maka kita jangan salah menggunakannya, jangan hanya karena hasutan dunia kita salah menggunakannya lalu ingkar kepada Allah.
            Dan pada surat At-Tiin ayat 1-6, mengandung sumpah Allah, bahwa Allah telah menciptakan keadaan dan bentuk manusia yang sangat indah dan mungkin Allah akan mengembalikannya manusia itu ke dalam keadaan yang sangat rendah. Allah telah menciptakan manusia dengan fitrah yang sangat baik, namun apabila mengikuti hawa nafsu, manusia terjerumus ke dalam kancah kerendahan.  Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih akan mendapatkan pahala yang tidak putus-putusnya dan pastinya Allah mengangkat derajatnya serta menempatkan di surga-Nya. Semoga kita termasuk di dalam kategori orang-orang yang shalih.  Amin ya Rabbal`alamin.


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quranul Karim dan Terjemahan , Departemen Agama Republik Indonesia.
Al-Imam Isma`il Fida Abdul Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, 2000, Tafsir Ibnu Kasir (Terjemahan), Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Shihab Quraish M., 2004, Tafsir Al-Mishbah Jilid 5, Jakarta: Lentera Hati.
Imam Al-Mahalli Jalaluddin dan Imam As-Suyuthi Jalaluddin, Tafsir Jalalain Melayu, MyQalam Technology (M) Sdn Bhd, Kuala Lumpur, Malaysia.
Http//Wikipedia Indonesia, Ensikopedia Bebas.


[1] Http//Wikipedia Indonesia, Ensikopedia Bebas, Hawa Nafsu.
[2] M. Quraish Shihab, 2004, Tafsir Al-Mishbah Jilid 5, Jakarta: Lentera Hati. h. 308-309
[3] Lebuh lengkapnya baca juga Terjemahan Tafsir Ibnu Kasir,2000, Bandung: Sinar Baru Algensindo, Juz 9, surat  Al-A`Raf ayat 175
[4] Terjemahan Tafsir Ibnu Kasir, Juz 9, h.209-212
[5] Disalin dari Kitab Tafsir Ibni Kasir, Juz 30, surat At-Tiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar