Senin, 07 April 2014

makalah , AMSAL AL-QUR`AN



BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Sebagaimana kita ketahui bahwa sejak dahulu bangsa Arab telah mempunyai keahlian dalam membawakan syair-syair untuk menyampaikan sesuatu maksud. Bangsa Arab dikenal sebagai masyarakat yang mempunyai perhatian cukup besar terhadap sastra, khususnya syair. Tidak heran apabila pasar, khususnya pada masa pra turunnya wahyu, berfungsi ganda, disamping sebagai tempat transaksi perdagangan, juga berfungsi sebagai pusat kegiatan para pujangga untuk menunjukkan kehebatan mereka dalam merangkai kata-kata dalam wujud syair[1]
    Al-Qur’an diturunkan dan pertama kali berinteraksi dengan masyarakat Arab yang mempunyai keahlian di bidang sastra tersebut, mempunyai gaya bahasa yang tinggi, mengungguli gaya bahasa para penyair ulung ketika itu, sehingga wajar saja apabila mereka berdecak kagum ketika mendengar al-Qur’an dibaca dan berkata: “sungguh ini bukanlah perkataan manusia”  [2]
Kekaguman seperti itu lahir karena retorika al-Qur’an yang unik dalam mempergunakan metode  pengajaran dan penyampaian pesan-pesannya ke dalam lubuk hati manusia. Pesan-pesan tersebut disampaikan dalam ungkapan singkat, namun sarat dengan kandungan makna. Disamping itu, dalam berbagai hal,        al-Qur’an menyampaikan pesan-pesan Ilahiah dalam bentuk persuasif[3]. Salah satu metode yang dipergunakan al-Qur’an dalam menyampaikan pesan-pesan, nasehat, ajaran dan akhlak adalah dengan cara gaya bahasa yang indah baik melalui perumpamaan, personifikasi yang abstrak sehingga mudah dipahami dan seakan-akan al-Qur’an berdialog dengan kita secara langsung.
   Berkaitan dengan Amsal Al-Qur`an ini, Kuntowijoyo memandang bahwa pada dasarnya kandungan al-Qur`an itu terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1.     Bagian pertama, berisi konsep-konsep dan
2.     Bagian kedua, berisi kisah-kisah sejarah dan amsal.
Bagian pertama dimaksudkan untuk membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai sejarah Islam, sedangkan bagian kedua dimasudkan sebagai ajakan perenungan untuk memperoleh hikmah (pelajaran). Misalnya, kisah kesabaran Nabi Ayyub, mengambarkan tipe sempurna tentang betapa gigihnya kesabaran orang yang beriman ketika menghadapi cobaan apapun. Kisah kezaliman Fir’aun mengambarkan arche-type (pola dasar) mengenai kejahatan tirani pada masa paling awal yang pernah dikenal manusia. Adapun kisah kaum Tsamud yang membunuh unta milik Nabi Saleh lebih mengambarkan arche-type mengenai penghianatan masal oleh konspirasi-konspirasi kafir[4]
Kenyataan bahwa ayat al-Qur`an ada yang mengandung amsal merupakan sesuatu yang tidak dapat dibantah. Karena Allah SWT. mengemukakan dalam Kitab-Nya yang mulia bahwa Ia membuat sejumlah amsal[5] antara lain:
·      (Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami adakan  bagi manusia supaya mereka berfikir) Qs.al-Hashr [59] : 21
(Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam al Qur`an ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran). Qs. az Zumar [39] : 27. 
    Selain al-Qur`an, hadis Nabi juga menegaskan bahwa di dalam al-Qur`an ada amsal  seperti diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dari Ali r.a
·     S esungguhnya  Allah telah  menurunkan al-Qur`an sebagai perintah, larangan, tradisi yang telah lalu dan perumpaan yang dibuat.
            Pada makalah ini kami akan mengetengahkan tentang amsal al-Qur’an dalam menyampaikan pesan-pesan, nasehat, ajaran dan akhlak kepada manusia.
B.    Tujuan
      Adapun tujuan penulisan makalah mengenai Amsal al-Qur’an ini adalah untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu amsal sehingga menambah pemahaman terhadap kandungan al-Qur`an bagi kami khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Harapan setelah memahami ilmu amsal al-Qur’an, kita mampu memahami, mengambil pelajaran, berpikir, dan selalu mengingat ayat-ayat al-Qur’an. guna meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Subhanahu wa ta`ala. Insyaallah.
C.    Rumusan Masalah
Pada makalah ini kami membahas mengenai antara lain:
1.     Definisi Amsal al-Qur’an
2.     Unsur-unsur Amsal al-Qur’an
3.     Macam dan Sighat  Amsal al-Qur’an
4.     Manfaat Amsal al-Qur’an

BAB II
Amsal al-Qur`an
A.    Definisi
             Secara etimologis, kata amsal adalah bentuk jamak dari kata اَلْمِثْلُ atau اَلْمَثَلُ yang berarti serupa atau sama[6].  Amsal juga berarti العبر ة (Al ‘ibratun) artinya contoh atau teladan, Amsal juga bermakna الشبهة (Al-syibhatu) yang berarti kesamaan atau penyempurnaan.
            Amsal dalam wacana kesusastraan Arab, didefinisikan sebagai “Suatu ungkapan perkataan yang dihikayatkan dan sudah populer dengan maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam perkataan itu dengan keadaan sesuatu yang karenanya perkataan itu diucapkan. Adapun definisi Amsal adalah menonjolkan suatu makna yang abstrak dalam bentuk indrawi agar menjadi indah dan menarik. Kata Amsal digunakan pula untuk menunjukan arti “Keadaan” dan “Kisah yang menakjubkan”[7]
   Pengertian tersebut memberikan indikasi bahwa amsal dalam konteks kesusastraan Arab, pada awalnya adalah suatu ungkapan yang lahir dari suatu peristiwa tertentu, kemudian ungkapan tersebut dipergunakan pada suatu kondisi yang tidak ada korelasinya dengan peristiwa sebelumnya, namun mempunyai kemiripan.
Amsal dalam konteks tersebut di atas, mengalami induksi makna, sebagaimana layaknya pergeseran arti yang terjadi pada berbagai bahasa, sehingga amsal  tidak hanya terbatas pada ungkapan yang berlatar belakang suatu peristiwa, tetapi amsal  selanjutnya cenderung berkonotasi kiasan atau yang dikenal dengan “idiomatic exspression”.
Ada beberapa rumusan amsal menurut para ulama diantaranya adalah:
1.     Menurut Ibn al-Qayyim, amsal adalah menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang abstrak (ma`qul) dengan yang indrawi (konkret,mahsus) atau mendekatkan salah satu dari dua mahsus dengan yang lain dan menganggap salah satunya itu sebagai yang lain.
2.     Menurut Muhammad al-Khadr Husain[8] mengemukakan dalam bukunya “Balaghah al-Qur’an” bahwa amsal al-Qur’an adalah perkataan-perkataan yang dibuat oleh Allah untuk manusia yang mengandung keanehan-keanehan, baik dalam bentuk tasybih, isti’arah atau kisah, termasuk dalam hal ini segala ungkapan yang mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
3.     Menurut As-Suyuthi, seperti yang dikutip oleh Muhammad al-Khadr Husain, memberikan batasan lebih sempit tentang amsal al-Qur’an. Beliau lebih cenderung membatasi amsal al-Qur’an pada perumpamaan-perumpamaan yang komparatif antara dua hal atau keadaan, baik perumpamaan tersebut dalam bentuk isti’arah maupun dalam bentuk tasybih.
4.     Menurut Dr. Ahmad Jamal al-Umary,[9] amsal al-Qur’an yaitu menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dari segi hukumnya, menggambarkan sesuatu yang abstrak dalam bentuk konkret atau membandingkan dua hal yang konkret dengan melebihkan salah satu di antara keduanya. Selanjutnya beliau berkata amsal adalah merangkai suatu  makna dalam ungkapan indah dan simpel, serta mempunyai pengaruh dalam jiwa, baik dalam bentuk tasybih maupun ungkapan yang tidak ditegaskan lafaz tasybih (mursal).
      Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud amsal al-Qur’an adalah ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung perumpamaan-perumpamaan dalam bentuk tasyabih atau istiarah atau dalam bentuk-bentuk kisah. Bahkan segala yang disebut oleh Allah sebagai amsal meskipun tidak ada indikasi penyerupaan sesuatu dengan yang lain.
B.    Unsur-unsur Amsal al-Qur`an
Sebagian ulama mengatakan bahwa Amsal al-Qur`an memiliki 4 unsur, yaitu:.
1.      الشبة الوجه / Wajhu Syabah : segi perumpamaan.
2.     التشبية أداءة/Adaatu Tasybih: alat yang dipergunakan untuk tasybih
3.      المشبة/ Musyabbah : yang diperumpamakan.
4.     به المشبة/Musyabbah bih: sesuatu yang dijadikan perumpamaan.
Sebagai contoh  firman Allah SWT surat Al-Baqarah ; 261
            Artinya:
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui
Wajhu Syabah pada ayat di atas adalah “pertumbuhan yang berlipat-lipat”. Ada satu tasybihnya adalah kata masal. Musyabbahnya adalah infaq atau shadaqah di jalan Allah. Sedangkan musyabbah bihnya adalah benih.
C.    Macam-macam Amsal al-Qur’an
Secara garis besar, Amsal al-Qur’an terbagi menjadi dua. Pertama perumpamaan yang disebutkan secara jelas dan tegas. Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam al-Itqaan menyebutnya sebagai masal zhahi musharrah bih. Sedangkan yang kedua disebutkan secara tersirat masal kaamin.. Namun apabila diamati yhj7npsecara seksama maka amsal al-Qur’an bisa dibagi menjadi tiga macam. Seperti pendapat Manna` Khalil al-Qattan, bahwasanya Amsal al-Qur’an ada tiga macam yaitu: amsal musarrohah, amsal kaminah, dan amsal mursalah. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.     Amsal Musarrohah, ialah masal yang didalamnya dijelaskan dengan lafaz masal (lafal yang didalamya menunjukkan persamaan atau perumpamaan-pen) atau sesuatu yang menunjukkan tasybih (penyerupaan), amsal seperti ini banyak dijumpai dalam al-Qur’an. Contohnya antara lain adalah:
a)     Firman Allah mengenai orang Munafik  dalam surat al-Baqarah [2]:17-20 yang artinya:
 “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat Melihat.Mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar), Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, Karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu;, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.”
Di dalam ayat tersebut, Allah memberikan perumpamaan (masal) bagi orang munafik dengan dua perumpamaan; yaitu masal yang berkenaan dengan api yang menyala adalah seperti orang yang menyalakan api" dan dengan air atau seperti-orang-orang yang ditimpa hujan lebat dari langit” yang didalamnya ada unsur kehidupan.
Sebagaimana diketahui bahwa al-Qur`an diturunkan untuk menyinari hati dan menghidupkannya. Allah menyebutkan juga kedudukan dan fasilitas orang munafik dalam dua keadaan. Disatu sisi mereka bagaikan orang yang menyalakan api untuk penerangan dan kemanfaatan; mengingat mereka memperoleh kemanfaatan materi dengan sebab masuk Islam. Namun disisi yang lain, Islam tidak memberikan pengaruh Nur-nya terhadap hati mereka, karena Allah menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan unsur “membakar” yang ada padanya.
Dalam perumpamaan kedua, yang berkenaan dengan air, Allah  menyerupakan mereka dengan keadaan orang yang seperti ditimpa hujan lebat yang juga disertai dengan gelap gulita, petir dan kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang itu dan ia meletakkan jari-jemari mereka untuk menyumbat telinga serta memejamkan mata karena takut disambar petir. Ini merupakan gambaran mereka yang mengabaikan al-Qur`an dan tidak menjalankan perintah-perintah Allah yang mestinya bisa menyelamatkan mereka, tetapi karena mereka tidak memperdulikanya, justru malah membinasakan mereka.
b)     Firman Allah mengenai yang Hak & Bathil dalam surat Ar Ra`d [13] : 17 yang artinya:
“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan”.
            Wahyu yang diturunkan Allah dari langit untuk kehidupan hati diserupakan dengan air hujan yang diturunkan-Nya untuk kehidupan bumi dengan tumbuh-tumbuhan. Dan hati diserupakan dengan lembah. Arus air yang mrengalir di lembah, membawa buih dan sampah. Begitu pula hidayah dan ilmu bila mengalir di hati akan berpengaruh terhadap nafsu syahwat, dengan menghilangkannya. Ini merupakan masal ma`i.
            Mengenai masal nari, dikemukankan dalam firman-Nya: “Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dengan api…”. Logam, baik emas, perak, tembaga maupun besi, ketika dituangkan ke dalam api, maka api akan menghilangkan kotoran, karat yang melekat padanya dan memisahkannya dari substansi yang dapat dimanfaatkan, sehingga hilanglah karat itu dengan sia-sia. Begitu pula, syahwat akan dilemparkan dan dibuang dengan sia-sia oleh hati orang mukmin sebagaimana arus air menghanyutkan sampah atau api melemparkan karat logam.
2.     Amsal Kaminah, yaitu yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafaz tamsil (pemisalan) tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan redaksinya, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya.
Contoh amsal kaminah adalah:
A.    Ayat-ayat yang senada dengan perkataan; “Sebaik-baik urusan adalah pertengahannya”. Ungkapan ini merupakan hasil perumpamaan dari beberapa ayat al-Qur’an, di antaranya adalah:
a)     Surat al-Baqarah [2] : 68 tentang sapi betina yaitu:
 “…bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu…”
b)     Surat al-Furqan [25] : 67 tentang nafkah yaitu::
Dan mereka yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”
c)     Surat al-Isra’ [17]:110 tentang shalat: “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.”
d)     Surat al-Isra’ [17] : 29 tentang infak:
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya.”
B.    Ayat yang senada dengan perkataan, “Kabar itu tidak sama dengan menyaksikan sendiri”. Misalnya firman Allah tentang nabi Ibrahim dalam                  Qs.al-Baqarah [2] : 260 yang artinya:
Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)”
C.    Ayat yang senada dengan perkataan, “Sebagaimana kamu telah menghutangkan, maka kamu akan dibayar”. Misalnya firman Allah dalam Qs. an-Nisa` [4] : 123  yang artinya:
“Barangsiapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu”
D.    Ayat yang senada dengan perkataan. “Orang mukmin tidak akan disengat dua kali dari lubang yang sama“. Misalnya firman melalui lisan Ya`kub dalam  Qs. Yusuf [12] : 64 yang artinya:
"Bagaimana aku akan mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?".

3.     Amsal Mursalah yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafaz tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berfungsi sebagai masal. Beberapa contoh diantaranya adalah:
a)     “Sekarang jelaslah kebenaran itu.” (Qs. Yusuf [12] ; 51)
b)     “Tidak ada yangmenyatakan hari itu selainAllah”(Qs. an-Najm [53] ;58)
c)     “Telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakanya (kepadaku).” (Qs. Yusuf [12] ; 41)
d)  “Bukankah subuh itu sudah dekat?”  (Qs. Hud [11] ; 81)
e)‘Untuk tiap-tiap berita (yang dibawa oleh rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya.” (Qs. al-An`am [6] ; 67)
f)Dan rencana yamg jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri.” ( Qs. Fatir [35] ; 43)
g)     “Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing- masing.” (Qs al-Isra[17] ; 84)
h)     “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu”                 (Qs. al-Baqarah [2] ; 216)
i)      “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya” (Qs. al-Muddassir [74] ; 38)
j)      “Adakah balasan kebaikan selain dari kebaikan (pula)?” (Qs. ar-Rahman [55] ; 60)
k)     “Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)”. (Qs. al-Mukminun [23]; 53)
l)      ‘Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah {pulalah) yang disembah.”.(Qs. al-Hajj [22] ; 73)
m)   “Untuk kemenangan seperti ini hendaklah berusaha orang-oeang yang bekerja!” (Qs. as-Saffat [37] ; 61)
n)     “Tidak sama yang buruk dengan yang baik.” (Qs. al-Ma`idah [5] ; 100)
o)     “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.” (Qs. al-Baqarah [2] ; 249)
p)     “Kamu kira mereka itu bersatu  sedangkan hati meereka berpecah belah.” (Qs. al-Hasyr [59[ ; 14)

            Dari berbagai macam amsal tersebut, amsal jenis pertama sering digunakan dalam al-Qur`an dan termasuk jenis amsal yang sebenarnya. Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa tidak semua ayat al-Qur`an dapat dijadikan amsal untuk berbagai ungkapan dan peristiwa. Sedangkan amsal jenis kedua dan ketiga masih memerlukan kajian ulang dan harus ditempatkan secara proporsional. Para ulama berbeda pendapat tentang ayat-ayat yang mereka namakan amsal mursalah, apa atau bagaimana hukum mempergunakannya sebagai masal?

Sebagian ahli ilmu memandang hal demikian sebagian telah keluar dari adab al-Qur’an. Berkata Ar-razi ketika menafsirkan ayat : لكم دينكم ولي دين     (Qs. al-Kafirun (109) : 6). “Sudah menjadi tradisi orang, menjadikan ini sebagai masal (untuk membela, membenarkan perbuatannya)., ketika ia meninggalkan agama, padahal hal demikian tidak dibenarkan. Sebab Allah menurunkan             al- Qur’an bukan untuk dijadikan masal, tetapi untuk direnungkan dan kemudian diamalkan isi kandungannya.”[10]

Salah seorang ulama, Ibn Syihab, pernah mengatakan bahwa janganlah kamu membuat amsal dengan ayat-ayat al-Qur`an dan Hadis Nabi, baik dalam ungkapan maupun dalam perbuatan.[11]
D. Sighat-sighat Amsal al-Qur`an
Dari pemaparan tersebut, dapatlah diketahui bahwa sighat-sighat amsal                    al-Qur`an adalah sebagai berikut:
1.   Sighat Tasybih yang jelas (Tasybih Ash-Sharih), yaitu sighat atau bentuk perumpamaannya jelas, didalamnya terungkap masal (perumpamaan).
Contoh: Qs. Yunus [12] ; 24 yang artinya:
“ Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang kami turunkan dan langit dalam….”
Dalam ayat tersebut jelas tampak adanya lafaz al-masal yang yang berarti perumpamaan.
2.     Sighat tasybih yang terselubung (Tasybih adh-dhimni), yaitu sighat/bentuk perumpamaan yang terselebung/tersembunyi, didalam perumpamaan itu tidak terdapat kata al-amsal, tetapi perumpamaan itu diketahui dari segi artinya.
Contoh: Qs. al-Hujurat [49] : 12 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya”
Dalam ayat tersebut memang tidak terdapat kata-kata al-amsal (perumpamaan), tetapi arti itu jelas menerangkan tentang perumpamaan, yaitu mengumpamakan menggunjing orang lain yang disamakan dengan makan daging bangkai teman sendiri.
3.     Sighat Majaz Mursal, yaitu sighat dengan bentuk perumpamaan yang bebas, tidak terikat dengan asal ceritanya.
Contoh: Qs. Al-Hajj [22] : 73 yang artinya: “ Hai manusia, Telah dibuat perumpamaan, Maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.”
4.     Sighat Majaz Murakkab, yaitu sighat dengan bentuk perumpamaan ganda yang segi perumpamaanya diambil dari dua hal yang berkaitan, dimana kaitannya adalah perserupaan yang telah biasa digunakan dalam ucapan sehari-hari yang berasal dari isti’arah tamtsiliah. Seperti melihat orang yang ragu-ragu akan pergi atau tidak, maka diucapkan: “Saya lihat kamu itu maju mundur saja”.
Contoh: Qs. al-Jumu`a [62] : 73
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, Kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.”
Didalam ayat ini, menggambarkan keledai yang tidak bisa memanfaatkan buku itu dengan baik, padahal dia selalu membawanya.[12]


E.     Manfaat Amsal al-Qur`an
Imam Zarkasyi mengatakan bahwa tujuan Allah membuat Amsal                            al-Qur`an itu banyak, diantaranya adalah: memperingatkan, menasehati, mendorong, melarang, mengambil pelajaran, memantapkan, menertibkan bantahan-bantahan terhadap akal dan menggambarkanya dalam bentuk sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indra.[13]  Sebagaimana beliau memberikan contoh agar setiap individu melakukan amal yang saleh dan dapat dijadikan perumpamaan yang menarik dalam al-Qur`an, yang digambarkan dalam surah al-Baqarah : 261 yang telah dijelaskan sebelumnya.Lebih rinci manfaat Amsal al-Qur`an ialah:
  1. Menonjolkan sesuatu yang hanya dapat dijangkau dengan akal menjadi bentuk konkret yang dapat dirasakan atau difahami oleh indera manusia.
  2. Menyingkapkan hakikat dari mengemukakan sesuatu yang tidak tampak menjadi sesuatu yang seakan-akan tampak.
  3. Mengumpulkan makna yang menarik dan indah dalam ungkapan yang padat, seperti dalam amsal kaminah dan amsal mursalah dalam ayat- ayat di atas.
  4. Memotivasi orang untuk mengikuti atau mencontoh perbuatan baik seperti apa yang digambarkan dalam amsal.
  5. Menghindarkan diri dari perbuatan negatif.
  6. Amsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan hati. Dalam al-Qur’an Allah SWT. banyak menyebut amsal untuk peringatan dan supaya dapat diambil ibrahnya.
  7. Memberikan kesempatan kepada setiap budaya dan juga bagi nalar para cendekiawan untuk menafsirkan dan mengaktualisasikan diri dalam wadah nilai-nilai universalnya.[14]
BAB III
Kesimpulan
1.      Kajian kritis dan mendalam tentang amsal al-Qur’an, akan menyingkap tabir misteri aspek-aspek kemujizatan al-Qur’an, baik bahasa, kandungan makna, maupun pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.
2.     Amsal merupakan salah satu metode al-Qur’an dalam menyampaikan pesan-pesan Ilahiyah yang berfungsi untuk memberikan pemahaman kepada manusia terutama dalam hal-hal yang tidak dapat terjangkau oleh akal manusia dengan jalan konkretisasi sesuatu yang bersifat abstrak.
3.     Tujuan amsal al-Qur’an antara lain; konkretisasi yang abstrak, motivasi untuk melakukan sesuatu, menjadi peringatan bagi manusia agar menghindari perbuatan buruk, memberikan pujian kepada orang yang berbuat baik, untuk tujuan argumentatif dalam mempertahankan suatu kebenaran mutlak agar manusia tidak dilingkupi perasaan ragu dan untuk dijadikan sebagai bahan renungan dan pelajaran. Wallahu A'lam Bishawab

DAFTAR PUSTAKA


Abd. Al-Baqy, Muhmmad Fuad, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur’an  al-Karim, Beirut: Dar al-Fikr, 1987.
Abu, Sa’ad, Ahmad, Mu’jam al-Tarakib wa-Ibarat al-Istilahiyah al-Arabiyah al-Qadimu minhu wa al-Muwallad, Cet. I; Beirut: Dar al-Ilmu li   al-Malayin, 1987.
Khalil al-Qattan, Manna`, Study Ilmu-Ilmu Qur`an, Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa , Cet. III,
Anis, Ibrahim, al-Mu’jam al-Wasit, Juz II, Cet. II; Istambul, 1972.
Badawy, Ahmad, Min Balaghah Al-Qur’an, Kairo: Dar Nahdlah Mishr Li    al-Tibaati Wa al-Nasyr.t.th.
Dahlan, Abd. Rahman, Kaedah-Kaedah Penafsiran al-Qur’an, Cet. I; Bandung: Mizan, 1997.
Al-Hasyimi, Ahmad, Jawahir al-Balaghah, Cet. XII; Indonesia: Dar Ihyaa   al-Kutub al-Arabiyah, 1960.       
Husain, Muhammad al-Khadr, Balagah al-Qur’an, t.p., 1971.
Ash Shiddieqy, Hasby, Ilmu-Ilmu al-Qur’an: Media-Media Pokok dalam Menafsirkan al-Qur’an, Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1972.
Syekh, Amin, Bakri, al-Ta’biir al-Fanny Fi al-Qur’an al-Karim, Cet. I: Beirut: Dar al-‘Ilmi Li al-Malaayin, 1994.  
Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman, al-Itqan fii Uluum al-Qur’an, al-Fujalah: Maktabah Misr, t.th.     
Shihab, M. Quraish, Mukjizat Al-Qur’an, Cet. V; Bandung: Mizan, 1999.
Suyuthi, Muhammad, Kajian Puisi Arab Pra Islam, Cet. I; Jakarta: PT. Al-Quswa, 1990.
Umary Ahmad Jamal, Dirasat Fi al-Qur’an Wa al-Sunnah, Cet. I; Cairo: Dar al-Maarif, 1982.
al-Zarkasyi, Badr al-Din Muhammad Ibn Abdullah, al-Burhan Fi ‘Ulum        al-Qur’an, Juz I, Cet. I; Beirut: Daar al-Fikr, 1988.


[1] Jalaluddin Abdurrahman Suyuthi, al-Itqan fii Uluum al-Qur’an ,(al-Fujalah: Maktabah Misr, 1990) hlm. 4
[2] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an,  ( Bandung: Mizan, 1999, Cet. V). hlm. 158.
[3] Abd. Rahman Dahlan, Kaedah-Kaedah Penafsiran al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997, Cet. I;) Hlm. 271
[4] Kuntowidjoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1991), hlm. 327-329
[5] Manna` Khalil al-Qattan, Study Ilmu-Ilmu Qur`an, (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa , Cet. III,) hlm. 401
[6]  Ibrahim Anis, al-Mu’jam al-Wasit, (Istambul: 1972. Cet. II, Juz II)
[7]  Manna` Khalil al-Qattan, hlm. 402.
[8] Husain, Muhammad al-Khadr, Balagah al-Qur’an, t.p., 1979, 31-32.
[9] Ahmad Jamal al-Umary, Dirasat Fi al-Qur’an Wa al-Sunnah, (Cairo: Dar al-Maarif, 1982, Cet. I)  hal. 111-112.
[10] Manna` Khalil al-Qattan, hlm. 404-409
[11] Supiana dan Karman, M. Ulumul Qur`an,  (Pustaka Islamika, 2002) hal.262.
[12] Djalal, Abdul. Ulumul  Qur`an,  (Dunia Ilmu; Cet-3, Maret 2008), hlm. 320-322
[13] Syaifuddi Bukhori, Didin., ’’Pedoman Memahami Kandungan Al-Quran,  (Granada Sarana Pustaka, 2005), Hal. 167
[14] Kadar  M. Yusuf,  Study  al-Qur`an, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 88

Tidak ada komentar:

Posting Komentar