Rabu, 28 Oktober 2015

“MELAKSANAKAN KONSELING DENGAN PENDEKATAN TEORI PSIKOLOGI DAN ISLAM"

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di era globalisasi ini, ditemukan banyak individu yang terbuai dengan urusan dunia sehingga melahirkan sikap individualistik dan sifat-sifat negatif semacamnya. Permasalahan yang muncul di sekolah juga menjadi semakin kompleks. Permasalahan tidak saja berkutat kepada kesulitan belajar, tetapi juga masalah-masalah lain seperti narkoba, penyimpangan seksual dan masih banyak lagi. Permasalahan ini secara langsung akan berdampak kepada konselor sebagai ujung tombak pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Keadaan seperti ini pada dasarnya menuntut konselor untuk secara simultan (serentak/bersamaan) mengembangkan kemampuan konselingnya dengan didasarkan pada teori-teori konseling yang up to date.
Pada hakikatnya konsep dasar bimbingan dan konseling adalah memberi bantuan dari konselor kepada klien, bantuan di sini dalam pengertian sebagai upaya membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya.[1] Dengan perkataan lain membantu klien agar tingkah lakunya menjadi adaptif [2] dan menghilangkan yang maladaptif (upnormal).
Terdapat banyak ragam teori dan pendekatan dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling tersebut, di antaranya adalah pelaksanaan konseling dengan Pendekatan Psikologi Behavioral, Pendekatan Psikologi Humanistik dan Pendekatan Islami, yang akan kami sampaikan/susun satu persatu sehingga akan tampak kejelasan, dengan harapan penyampaian/penyusunan materi yang kami sajikan bermanfaat bagi kita semua yang bergerak dalam dunia pendidikan.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang  telah  disampaikan di atas, maka kami akan menyampaikan topik bahasan makalah pada ini yaitu, bagaimana “Melaksanakan Konseling dengan Pendekatan Teori Psikologi dan Islam”

C.     Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi kewajiban tugas kelompok yang diberikan dosen kepada kami selaku mahasiswa di Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Tangerang jurusan Pendidikan Agama Islam, guna menambah pemahaman kami pada mata kuliah “Bimbingan dan Konseling” dalam materi “Melaksanakan Konseling dengan Pendekatan Teori Psikologi dan Islam” tersebut.


BAB II
“MELAKSANAKAN KONSELING
DENGAN PENDEKATAN TEORI PSIKOLOGI DAN ISLAM


       I.            PENDEKATAN KONSELING BEHAVIORAL

A.     Pengertian Konseling Behavioral
Konseling behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling yang ada pada saat ini. Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik, yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak. Pendekatan behavioral merupakan pilihan untuk membantu klien yang mempunyai masalah spesifik seperti gangguan makan, penyalahgunaan zat, dan disfungsi seksual. Pendekatan ini juga berguna untuk membantu gangguan yang diasosiasikan dengan kecemasan (anxiety), stress, asertivitas (terus-terang/tegas), berfungsi sebagai orang tua atau interaksi sosial.[3]
Aliran behaviorisme ini berkembang pada mulanya di Rusia kemudian diikuti perkembangannya di Amerika oleh JB. Watson (1878-1958). Tokoh pendekatan ini antara lain adalah Bandura, Pavlov, Skinner dan masih banyak yang lainnya

B.     Konsep Dasar Konseling Behavioral
Dalam bab pendahuluan telah dikatakan bahwasanya konsep dasar konseling  adalah membantu, sedangkan  konsep dasar dari behaviorisme adalah prediksi & control atas perilaku manusia yang  tampak. Dalam konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar.
 Hal yang paling mendasar dalam konseling behavioral adalah penggunaan  konsep-konsep behaviorisme dalam pelaksanaan konseling, seperti konsep reinforcement (penguatan),[4] yang merupakan bentuk adaptasi dari teori pengkondisian klasik Pavlov, dan pengkondisiaan operan dari Skinner.[5]
Berikut ini penjelasan serta contoh  reinforcement (penguatan)  menurut pandangan behavioristik:

1)      Positive Reinforcement, (Penguatan Positif),
adalah suatu rangsangan yang diberikan untuk memperkuat kemungkinan munculnya suatu perilaku yang baik sehingga respons menjadi meningkat  karena diikuti dengan stimulus (rangsangan) yang mendukung. Sebagai contoh,
·    Seorang anak yang pada dasarnya memiliki sifat pemalu diminta oleh guru maju ke depan kelas untuk menceritakan sebuah gambar yang dibuat oleh anak itu sendiri. Setelah anak tersebut membacakan cerita, guru   memberikan  pujian kepada anak tersebut dan teman-teman sekelasnya bertepuk tangan. Ketika hal tersebut berlangsung berulang-ulang,  maka pada akhirnya anak tersebut menjadi lebih berani untuk maju ke depan kelas, bahkan kemungkinan sifat pemalunya akan hilang.
Rangsangan yang diberikan untuk penguatan positif dapat berupa hal-hal dasar seperti, makanan, minuman  dan kenyamanan pisikal. Selain itu, beberapa hal-hal lain seperti uang, persahabatan, cinta, pujian, penghargaan, perhatian, dan kesuksesan karir juga dapat digunakan sebagai rangsangan penguatan positif.

2)      Negative reinforcement, (Penguatan Negatif),
adalah peningkatan  frekwensi suatu perilaku positif karena hilangnya rangsangan yang  merugikan (tidak menyenangkan). Sebagai contoh, 
·  Seorang ibu yang memarahi anaknya setiap pagi karena tidak membersihkan tempat tidur, tetapi suatu pagi si anak tersebut membersihkan tempat tidurnya tanpa disuruh dan si ibu tidak memarahinya, pada akhirnya si anak akan semakin rajin membersihkan tempat tidurnya diiringi dengan berkurangnya frekwensi sikap kemarahan dari ibunya.
Perbedaan mutlak penguatan negatif dengan penguatan positif  terletak pada penghilangan dan penambahan stimulus yang sama-sama bertujuan untuk meningkatkan suatu perilaku yang baik.
* Penguatan Positif + Stimulus => Perilaku baik.[6]

C.     Metode-Metode Konseling Behavioral
Terdapat beberapa pendekatan atau metode yang diterapkan dalam konseling behavioral. Krumboltz memberikan empat kategori pendekatan konseling behavioral:
1.      Operant learning,
2.      Social modeling,
3.      Cognitive leraning,
4.      Emotional learning.[7]
Tidak jauh beda dengan apa yang dipaparkan Rosjidan sebagai berikut:
1.      Analisis tingkah laku yang diterapkan,
2.      Model stimulus-respons neobehavioristik,
3.      Teori belajar social, dan
4.      Modifikasi tingkah laku kognitif.[8]
Berikut ini penjelasannya:
1)   Operant Learning: pendekatan ini merupakan adaptasi dari dua teori kondisioning dari Pavlov dan Skinner, pendekatan ini memfokuskan pada penguatan (reinforcement), dalam pembentukan perilaku klien yang dikehendaki.
2)   Social Modeling, pendekatan belajar sosial bertolak dari pendapat Bandura tentang tiga sistem terpisah namun merupakan sistem pengatur yang saling berkaitan, tiga aspek tersebut adalah: 1. peristiwa stimulus eksternal, 2. penguat eksternal, dan yang paling penting adalah proses perantara kognitif. Dalam pelaksanaanya pendekatan ini diterapkan oleh konselor dengan cara merancang suatu perilaku adaptif  yang dapat dijadikan model oleh klien.
3)   Cognitive Learning; metode ini merupakan metode pengajaran secara verbal, kontak antara konselor dengan klien dan bermain peran. Pendekatan ini terdiri atas persuasi [9] dan argumentasi yang diarahkan kepada perubahan-perubahan ide yang tidak rasional.
4)  Emotional Learning; diterapkan pada individu yang mengalami kecemasan, pelaksanaannya dilakukan dalam situasi rileks dengan menghadirkan rangsangan yang menimbulkan kecemasan bersama suatu rangsangan yang menyenangkan.

D.    Tahap-Ttahap Konseling Behavioral
Proses konseling behavioral, dilaksanakan melalui 4 tahap sebagai berikut:
1)      Tahap  Penilaian (Assesment)
Yaitu tahapan yang mensyaratkan konselor mampu untuk memahami karakteristik klien beserta permasalahannya secara utuh (mencakup aktivitas nyata, perasaan, nilai-nilai dan pemikirannya).
Sehubungan dengan hal ini, maka konselor harus terampil dalam mengumpulkan berbagai informasi/data klien, instrumen yang digunakan dan sumber data yang valid.
2)      Tahap Penetapan tujuan (Goal setting)
Yaitu antara konselor dan klien menetapkan tujuan konseling berdasarkan analisis dari berbagai informasi/data. Dalam tahap ini telah disepakati kriteria perubahan tingkah laku yang perlu dilakukan klien dalam rangka memecahkan masalahnya.
3)      Tahap Penerapan teknik  (Techniques implementation)
Yaitu penerapan ketrampilan dan teknik-teknik konseling dalam upaya membantu klien mengatasi masalahnya (merubah perilakunya). Dalam hal ini disamping harus menguasai konsep dasar konseling behavior, konselor harus benar-benar mampu menerapkan berbagai teknik konseling.
4)      Tahap evaluasi dan terminasi (Evaluation and Termination)
Yaitu tahapan dimana seorang konselor mengetahui perubahan perilaku klien sebagai tolak ukur proses konseling berlangsung. Terminasi, yaitu pemberhentian proses konseling yang bertujuan untuk:
a.  Menguji apa yang dilakukan klien pada dekade terakhir.
b.  Eksplorasi kemungkinan kebutuhan konseling tambahan
c.   Membantu klien mentransfer apa yang dipelajari klien
d.  Memberi jalan untuk memantau tingkah laku klien secara berkelanjutan.

E.     Teknik Konseling Behavioral
Seperti yang telah kita ketahui bahwasanya konseling merupakan aktifitas untuk menciptakan perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling dibutuhkan teknik-teknik  yang memadai. Berikut ini akan kami sampaikan beberapa teknik dalam Konseling Behavioral yaitu:
1) Desentisasi Sistematik (Systematic Desensitization ), teknik ini dikembangkan oleh Wolpe yang mengatakan bahwa semua perilaku neurotic (terlalu gelisah/cemas) adalah ekspresi dari kecemasan dan respon terhadap kecemasan dapat di-eliminasi (di-hilangkan) dengan menemukan respon yang antagonistik (keadaan relaksasi).
2) Latihan Asertif (Assertive Training), yaitu konseling yang menitik beratkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya (misalnya: ingin marah tetapi tetap berespon manis). Pelaksanaan teknik ini ialah dengan   role playing (bermain peran).
3) Terapi Aversi (Aversion Therapy), Teknik ini bertujuan untuk menghukum perilaku yang negatif dan memperkuat perilaku yang positif. Dalam hal ini konselor dapat menerapkan punishment (sangsi) dan reward (pujian/hadiah) secara tepat dan proposional terhadap perubahan perilaku klien.
4) Terapi Implosif dan pembanjiran, Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa pemberian penguatan. Teknik pembanjiran ini tidak menggunakan agen pengkondisian balik maupun tingkatan kecemasan. Terapis memunculkan stimulus-stimulus penghasil kecemasan, klien membayangkan situasi, dan   terapis berusaha mempertahankan kecemasan klien.
5)  Pekerjaan-Rumah (Home-Work), Teknik ini berbentuk suatu latihan/ tugas rumah bagi klien yang kurang mampu menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu, caranya dengan memberikan tugas rumah (untuk satu minggu), misalnya: tidak menjawab apabila klien dimarahi ibunya atau bapaknya.

F.     Kelemahan  Dan Kelebihan Konseling Behavioral

1.      Kelemahan
1) Kurangnya kesempatan bagi klien untuk terlibat kreatif dengan keseluruhan penemuan diri atau aktualisasi diri
2)     Kemungkinan terjadi bahwa klien mengalami “depersonalized” dalam interaksinya dengan konselor.
3)  Keseluruhan proses mungkin tidak dapat digunakan bagi klien yang memiliki permasalahan yang tidak dapat dikaitkan dengan tingkah laku yang jelas.
4)     Bagi klien yang berpotensi cukup tinggi dan sedang mencari arti dan tujuan hidup mereka, tidak dapat berharap banyak dari konseling behavioral.

2.      Kelebihan
1) Mengembangkan konseling sebagai ilmu karena mengundang penelitian dan menerapkan ilmu pengetahuan kepada proses koseling
2)     Mengembangkan perilaku yang spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur
3)   Penekanan bahwa konseling hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan bukan pada perilaku yang terjadi dimasa datang

    II.            PENDEKATAN KONSELING EKSISTENSIAL HUMANISTIK


A.     Latar Belakang Teori Konseling Eksistensial Humanistik
Aliran humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan.
Beberapa psikolog pada waktu yang sama tidak menyukai uraian aliran psikodinamika dan behaviouristik tentang kepribadian. Mereka merasa bahwa teori-teori ini mengabaikan kualitas yang menjadikan manusia itu berbeda dari binatang, seperti misalnya mengupayakan dengan keras untuk menguasai diri dan merealisasi diri.
Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti: Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang: self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.

B.     Pengertian Teori  Konseling Eksistensial Humanistik
Eksistensi (muncul/menjadi-pen) merujuk kepada proses. Eksistensi diasosiasikan dengan pertumbuhan dan perubahan. Dalam buku Teori dan Praktek Konseling Psikoterapi oleh Gerald Corey (1999), terapi eksistensial juga bertujuan membantu klien menghadapi kecemasan sehubungan dengan pemilihan nilai dan kesadaran bahwa dirinya bukan hanya sekedar korban kekuatan–kekuatan deterministik dari luar dirinya. Terapi eksistensial memiliki cirinya sendiri oleh karena pemahamannya bahwa tugas manusia adalah menciptakan eksistensinya yang bercirikan integritas dan makna.[10]
Terapi eksistensial berpijak pada premis[11] bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab itu saling berkaitan. Dalam terapeutiknya, pendekatan eksistensial humanistik memusatkan perhatian pada asumsi–asumsi filosofis yang melandasi terapi.
Pendekatan eksistensial humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang–orang dalam hubungan dengan sesamanya yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi–implikasi (keterlibatan) bagi usaha membantu individu dalam menghadapi pertanyaan–pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia. Pada dasarnya terapi eksistensial memiliki tujuan untuk meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya. Jadi, Istilah humanistik dalam hubungannya dengan konseling, memfokuskan pada potensi individu untuk secara aktif memilih dan membuat keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan dirinya sendiri dan lingkungannya.

C.     Konsep  Dasar Konseling Eksistensial Humanistik

Teori Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia. Menurut Gerald,  beberapa konsep utama dari pendekatan eksistensial yaitu:[12]

1.      Kesadaran diri, Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan  yang unik dan  nyata yang  memungkinkan  manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesanggupan untuk memilih  alternatif  yakni memutuskan  secara bebas di dalam  kerangka  pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial (perlu sekali/mendasar) pada manusia.
2.      Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan, Kesadaran  atas  kebebasan dan tanggung  jawab dapat menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial  juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati. Kesadaran atas kematian  memiliki arti penting  bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut  menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki  waktu yang  terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya.
3.      Penciptaan Makna, Manusia itu  unik, dalam artian bahwa dia berusaha untuk menemukan  tujuan  hidup dan  menciptakan nilai-nilai  yang akan memberikan  makna bagi kehidupan. Pada hakikatnya manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang  bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna dapat menimbulkan kondisi-kondisi keterasingan dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi– potensi manusiawinya sampai taraf tertentu.

D.    Tujuan Konseling Eksistensial Humanistik
Beberapa tujuan Konseling Eksistensial Humanistik yaitu:
1.Agar klien mengalami keberadaannya secara autentik dengan menjadi sadar
atau keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan
bertindak berdasarkan kemampuannya. Keautentikan sebagai “urusan utama psikoterapi” dan
“nilai eksistensial pokok”. Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik:
1)      Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang
2)      Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang
3)      Memikul tanggung jawab untuk memilih.
2.Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan
pilihannya yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
3.Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekadar korban   kekuatan kekuatan deterministic di luar dirinya.

E.     Teknik Konseling Eksistensial Humanistik
Konseling Eksistensial Humanistik tidak  memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya separti teori Gestalt dan Analisis Transaksional. Tugas konselor di sini adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila ia memaknainya. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
1.      Membina hubungan baik (good rapport)
2.   Membuat klien bisa menerima dirinya dengan segala potensi dan keterbatasannya.
3.      Merangsang kepekaan emosi klien
4.      Membuat klien bisa mencari solusi permasalahannya sendiri.
5.      Mengembangkan potensi dan emosi positif klien
6.      Membuat klien menjadi adequate.(memadai/kk).

Terdapat beberapa tahap yang dapat dilakukan oleh konselor dalam konseling eksistensial humanistik, antara lain yaitu:
1. Tahap pendahuluan, Konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka  tentang  dunia. Konseli  diajak  untuk mendefinisikan  dan menanyakan  tentang  cara mereka memandang  dan menjadikan  eksistensi mereka  bisa  diterima.  Mereka  meneliti  nilai  mereka,  keyakinan,  serta asumsi  untuk  menentukan  kesalahannya.  Bagi  banyak  konseli  hal  ini bukan  pekerjaan  yang  mudah,  oleh  karena  itu  awalnya  mereka memaparkan  problema  mereka.  Konselor  disini  mengajarkan  mereka bagaimana caranya untuk bercermin pada eksistensi mereka sendiri dan meneliti peranan mereka dalam hal penciptaan problem mereka dalam hidup.
2.    Tahap tengah, Konseli didorong  semangatnya  untuk  lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai mereka.  Proses eksplorasi  (penjelajahan) diri ini biasanya membawa  konseli  ke pemahaman baru dan berapa restrukturisasi  (penataan kembali)  dari nilai dan  sikap mereka.  Konseli mendapat cita rasa yang lebih baik  akan jenis  kehidupan  macam  apa  yang  mereka  anggap pantas. Mereka mengembangkan  gagasan  yang  jelas  tentang  proses  pemberian  nilai internal  mereka.
3.    Tahap terakhir, Berfokus pada menolong konseli untuk bisa melaksanakan apa yang  telah mereka pelajari  tentang diri mereka sendiri. Sasaran  terapi  adalah  memungkinkan  konseli  untuk  bisa  mencari  cara mengaplikasikan  nilai  hasil  penelitian  dan  internalisasi  dengan  jalan kongkrit. Biasanya konseli menemukan  jalan mereka untuk menggunakan kekuatan  itu  demi  menjalani  konsistensi  kehidupannya  yang  memiliki tujuan,

F.     Kelebihan Dan Kelemahan Konseling Eksistensial Humanistik

Adapun kelebihan Konseling Eksistensial Humanistik adalah:
1. Teknik ini dapat digunakan bagi klien yang mengalami kekurangan dalam perkembangan dan kepercayaan diri.
2.      Adanya kebebasan klien untuk mengambil keputusan sendiri.
3.      Memanusiakan manusia.
4.  Bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, analisis terhadap fenomena sosial.
5.  Pendekatan terapi eksistensial cocok digunakan pada perkembangan klien seperti masalah karier, kegagalan dalam perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun masa transisi dalam perkembangan dari remaja menjadi dewasa

Kelemahan Konseling Eksistensial Humanistik
1.      Dalam metodologi, bahasa dan konsepnya yang mistikal
2.      Dalam pelaksanaannya tidak memiliki teknik yang tegas.
3.  Terlalu percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya (keputusan ditentukan oleh klien sendiri)
4.      Memakan waktu lama, 

 III.            PENDEKATAN KONSELING ISLAMI

A.     Latar Belakang Dan Tujuan Bimbingan dan Konseling Islami
Sebagaimana diketahui, sebagian besar teori-teori konseling dan psikologi yang ada saat ini didasarkan hasil percobaan terhadap binatang yang kemudian digeneralisasi (penyamarataan) pada manusia. Teori bimbingan dan konseling juga dikembangkan berdasarkan pada “filsafat” dan “sains”, sehingga wajar jika hasilnya spekulatif dan tentantif  (belum tentu, sementara waktu, dan masih bisa berubah). Wajar pula bila ada sebagian ahli yang menilai hasil bimbingan dan konseling selama ini baru bersifat “supervisial”, “kulit luarnya saja”, atau “tidak tuntas”.
Mencermati kondisi-kondisi di atas, maka perlu dicari “acuan” baru dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang bersifat universal, berlaku sepanjang masa, dan memiliki nilai kebenaran mutlak. Sifat-sifat ini hanya ada pada ajaran agama, agama Islam. Inilah yang mendasari lahirnya bimbingan dan konseling Islami.
Dengan pendekatan agama, konselor akan dapat mengatasi masalah yang dihadapi oleh klien. Karena agama mengatur segala aspek kehidupan manusia untuk mewujudkan rasa tentram, damai dalam batin manusia dalam menuju kebahagiaan yang hakiki. 
Dari hal tersebut dapat dirumuskan bahwa tujuan dari bimbingan dan konseling Islami adalah untuk meningkatkan dan menumbuhkan kesadaran manusia tentang eksistensinya sebagai makhluk dan khalifah Allah Swt di muka bumi ini, sehingga setiap aktifitas dan tingkah lakunya tidak keluar dari tujuan hidupnya, yakni menyembah atau mengabdi kepada Allah Swt.
Secara kodrati, manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk religius yang memiliki keeksistensiannya dan hidup secara bersama-sama. Manusia dilahirkan sebagai makhluk monopluralis yang berunsurkan  jasad dan ruh dengan disertai akal dan hati nurani dan hawa nafsu, diberi kebebasan untuk berkehendak. Akan tetapi hal tersebut  menuntut adanya tanggung jawab yang harus dipikulnya. 
Fitrah manusia tidak akan berkembang tanpa adanya bimbingan dan pengajaran. Dalam perjalanan kehidupan, perkembangan fitrah manusia akan menghadapi berbagai permasalahan. Oleh karena itu, dengan bimbingan dan konseling dimaksudkan agar manusia mampu memahami potensi-potensi insaniahnya, dimensi-dimensi kemanusiaanya, termasuk memahami berbagai persoalan hidup dan mencari alternatif pemecahannya.[13] Dengan pemahaman  ajaran-ajaran Islam, dapat mencegah manusia dari berbagai bentuk perbuatan negatif yang dapat merugikan dirinya maupun orang lain.
Allah berfirman dalam Al-Qur`an:

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ‌ 
{Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar) QS. Al-Ankabut (29): 45

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَ‌بِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ
 فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ
(Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal (nya)).An-Nazi`at (79): 40-41

Apabila hal tersebut terjadi maka kebahagiaan yang hakiki yang akan diperoleh.

B.     Pendekatan Islami Dalam Pelaksanaan Bimbingan Konseling
Pendekatan Islami dalam bimbingan dan konseling dapat dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis yang meliputi pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan dan lain-lain yang berkaitan dengan klien dan konselor. Bagi pribadi muslim yang berlandaskan tauhid, merupakan pribadi yang bekerja keras untuk melaksanakan tugas suci yang telah Allah berikan dan percayakan kepadanya, yang mana baginya merupakan suatu ibadah. Sehingga pada pelaksanaan bimbingan dan konseling, pribadi muslim berprinsip pada hal-hal berikut ini:
1. Selalu memiliki prinsip landasan dan prinsip dasar yaitu hanya beriman kepada Allah Swt.
2.  Memiliki prinsip kepercayaan, yakni beriman kepada malaikat-Nya
3.  Memiliki prinsip kepemimpinan,  yakni beriman kepada Nabi dan Rasul-Nya.(Al-hadis)
4.  Selalu memiliki prinsip pembelajaran, yakni berprinsip pada  Al-Qur`an.
5.  Memiliki prinsip masa depan, yakni beriman kepada hari akhir.
6. Memiliki prinsip keteraturan, yakni beriman kepada ketentuan Allah (Qada`  dan Qadar).
Jika seorang konselor memegang prinsip tersebut, maka pelaksanaan bimbingan dan konseling akan mengarah kearah kebenaran, selanjutnya dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islami perlu memiliki tiga langkah untuk mewujudkan tujuannya:
·   Pertama, memiliki mission statement yang jelas yaitu dua kalimat syahadat.
· Kedua, memiliki sebuah metode pembangunan karakter sekaligus simbol kehidupan yaitu shalat lima waktu.
·  Ketiga, memiliki kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan disimbolkan dengan puasa.

Dengan prinsip tersebut, seorang konselor dapat  menghasilkan kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ/Emotional Spiritual Quotient) yang sangat tinggi (Akhlakul Karimah). Selain itu seorang konselor juga perlu mengetahui pandangan filsafat Ketuhanan (Theologi), karena manusia sejatinya telah membawa potensi bertuhan sejak dilahirkan. Apabila manusia menghadapi masalah, sebaiknya diarahkan dengan pendekatan agama. Yang mana dalam agama mempunyai fungsi-fungsi pelayanan bimbingan, konseling dan terapi yang didasarkan kepada Al-Qur`an dan As-sunnah. Dan pastinya, pelaksanaan bimbingan dan konseling dengan pendekatan agama Islam, akan membawa kepada peningkatan iman, ibadah dan jalan yang diridhai Allah Swt.
Peranan agama Islam dalam menghadapi kesehatan mental manusia adalah sebagaimana berikut:
1.   Ajaran Islam beserta seluruh petunjuknya yang ada di dalamnya merupakan obat bagi jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat dalam jiwa manusia.
2. Ajaran Islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam menghadapi cobaan  dan mengatasi kesulitan.
3. Ajaran Islam memberikan rasa aman dan tentram yang menimbulkan keimanan kepada Allah dalam jiwa seorang mukmin.
4. Bagi seorang mukmin, ketenangan jiwa, rasa aman dan ketentraman jiwa akan terealisasi dengan keimanannya kepada Allah yang akan membekali harapan akan pertolongan, lindungan dan penjagaan-Nya.

C.     Teori-Teori Konseling dalam Islam
Yang dimaksud dengan teori-teori konseling dalam Islam adalah landasan yang benar dalam melaksanakan proses bimbingan dan konseling agar dapat berlangsung dengan baik dan menghasilkan perubahan-perubahan positif bagi klien mengenai cara dan paradigma (kerangka) berfikir, cara menggunakan potensi nurani, cara berperasaan, cara berkeyakinan dan cara bertingkah laku berdasarkan  Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Allah berfirman dalam Al-Qur`an surat An-Nahl (16): 125::

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَ‌بِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَ‌بَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk).

Ayat tersebut menjelaskan beberapa teori atau  metode dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. Teori-teori tersebut sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Hamdani Bakran (2002) adalah sebagaimana berikut:[14]
1.      Teori Al-Hikmah
Sebuah pedoman, penuntun dan pembimbing untuk memberi bantuan kepada individu yang sangat membutuhkan pertolongan dalam mendidik dan mengembangkan eksistensi (keberadaan) dirinya hingga ia dapat menemukan jati diri dan citra dirinya serta dapat menyelesaikan atau mengatasi berbagai permasalahan hidup secara mandiri. Proses aplikasi (penerapan) konseling teori ini semata-mata dapat dilakukan oleh konselor dengan pertolongan Allah, baik secara langsung maupun melalui perantara, dimana ia hadir dalam jiwa konselor atas izin-Nya.
2.      Teori Al-Mauidhoh Hasanah
Yaitu teori bimbingan atau konseling dengan cara mengambil pelajaran-pelajaran dari perjalanan kehidupan para Nabi dan Rasul. Bagaimana Allah membimbing dan mengarahkan cara berfikir, cara berperasaan, cara berperilaku serta menanggulangi berbagai problem kehidupan. Bagaimana cara mereka membangun keta`atan dan ketaqwaan kepada-Nya.
Yang dimaksud dengan Al-Mau’izhoh Al-Hasanah ialah pelajaran yang baik dalam pandangan Allah dan Rasul-Nya, yaitu dapat membantu klien untuk menyelesaikan atau menanggulangi problem yang sedang dihadapinya.
3.      Teori Mujadalah bil Ahsan
Yang dimaksud teori Mujadalah ialah teori konseling yang terjadi dimana seorang klien sedang dalam kebimbangan. Teori ini biasa digunakan ketika seorang klien ingin mencari suatu kebenaran yang dapat menyakinkan dirinya, yang selama ini ia memiliki problem kesulitan mengambil suatu keputusan dari dua hal atau lebih; sedangkan ia berasumsi bahwa kedua atau lebih itu lebih baik dan benar untuk dirinya. Padahal dalam pandangan konselor hal itu dapat membahayakan perkembangan jiwa, akal pikiran, emosional, dan lingkungannya.
Prinsip-prinsip dari teori ini adalah sebagai berikut:
1)    Harus adanya kesabaran yang tinggi dari konselor;
2)    Konselor harus menguasai akar permasalahan dan terapinya dengan baik;
3)    Saling menghormati dan menghargai;
4) Bukan bertujuan menjatuhkan atau mengalahkan klien, tetapi membimbing klien dalam mencari kebenaran;
5)   Rasa persaudaraan dan penuh kasih sayang;
6)   Tutur kata dan bahasa yang mudah dipahami dan halus;
7)   Tidak menyinggung perasaan klien;
8)    Mengemukakan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan tepat dan jelas;
9) Ketauladanan yang sejati. Artinya apa yang konselor lakukan dalam proses konseling benar-benar telah dipahami, diaplikasikan dan dialami konselor. Karena Allah sangat murka kepada orang yang tidak mengamalkan apa yang ia nasehatkan kepada orang lain.

Dalam firman-Nya did lam Al-Qur`an surat Ash-Shaff (61): 2-3:
  :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
 كَبُرَ‌ مَقْتًا عِندَ اللَّـهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
(Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan}

Teori konseling “Al-Mujadalah bil Ahsan”, menitik-beratkan kepada individu yang membutuhkan kekuatan dalam keyakinan dan ingin menghilangkan keraguan terhadap kebenaran Ilahiyah yang selalu bergema dalam nuraninya. Seperti adanya dua suara atau pernyataan yang terdapat dalam akal fikiran dan hati sanubari, namun sangat sulit untuk memutuskan mana yang paling mendekati kebenaran.

D.    Teknik-teknik Konseling Islami
Berikut ini adalah beberapa teknik konseling sebagaimana yang juga disampaikan oleh Hamdani Bakari (2002), yakni:
1.      Teknik yang bersifat lahir,
Teknik yang bersifat lahir ini menggunakan alat yang dapat dilihat, di dengar atau dirasakan oleh klien (anak didik) yaitu dengan menggunakan tangan atau lisan antara lain:
1)   Dengan menggunakan kekuatan, power dan otoritas.
2)   Keinginan, kesungguhan dan usaha yang keras.
3) Sentuhan tangan (terhadap klien yang mengalami stres dengan memijit di bagian kepala, leher dan pundak)
4) Nasehat, wejangan, himbauan dan ajakan yang baik dan benar. Maksudnya dalam konseling, konselor lebih banyak menggunakan lisan yang berupa pertanyaan yang harus dijawab oleh klien dengan baik, jujur dan benar. Agar konselor bisa mendapatkan jawaban dan pernyataa yang jujur dan terbuka dari klien, maka kalimat yang dilontarkan konselor harus mudah dipahami, sopan dan tidak menyinggung perasaan atau melukai hati klien. Demikian pula ketika memberikan nasehat hendaklah dilakukan dengan kalimat yang indah, bersahabat, menenangkan dan menyenangkan.
5)    Menbacakan do'a atau berdo'a dengan menggunakan lisan
2.      Teknik yang Bersifat Batin
Yaitu teknik yng hanya dilakukan dalam hati dengan do'a dan harapan namun tidak usaha dan upaya yang keras secara konkrit, seperti dengan menggunakan potensi tangan dan lisan. Oleh karena itulah Rosululloh bersabda "bahwa melakukan perbuatan dan perubahan dalam hati saja merupakan selemah-lemahnya iman".

Teknik konseling yang ideal adalah dengan kekuatan, keinginan dan usaha yang keras dan sungguh-sungguh dan diwujudkan dengan nyata melalui perbuatan, baik dengan tangan, maupun sikap yang lain. Tujuan utamanya adalah membimbing dan mengantarkan individu (anak didik) kepada perbaikan dan perkembangan eksistensi diri dan kehidupannya baik dengan Tuhannya, diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat. 


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan,
Ada banyak teori pendekatan dalam Bimbingan dan Konseling yang dapat dipakai seorang konselor dalam membantu kliennya, termasuk tiga teori pendekatan yang telah kami sampaikan pada bab pembahasan sebelumnya.yaitu, Teori pendekatan psikologi Behavioral dan Eksistensial Humanistik dan yang terakhir teori pendekatan Islami.
Dari ketiga teori pendekatan tersebut, pemakalah menarik kesimpulan bahwa teori pendekatan  Islami yang paling efektif dapat membantu klien, karena pada hakekatnya fitrah manusia diciptakan oleh Allah Swt. sebagai makhluk religius, di dalam  ajaran Islam, manusia diberi Al-Qur`an dan Hadis sebagai pedoman hidup, maka dengan pemahaman ajaran-ajaran Islam manusia dapat membedakan mana yang hak dan mana yang batil agar dapat mencegah manusia dari berbagai bentuk perbuatan negatif yang dapat merugikan dirinya maupun orang lain.
Demikianlah makalah ini kami sampaikan dengan sebaik-baiknya. Dikarena keterbatasan ilmu yang kami miliki, pastinya makalah ini  jauh  dari kata sempurna, kami mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan redaksi, rujukan dan lain sebagainya, karena kesempurnaan hanya milik Allah Swt.
Harapan kami, semoga makalah ini bermanfaat.



DAFTAR PUSTAKA

Bakran, Hamdani, Konseling & Psikoterapi Islam, Yogyakarta: Rajawali Pers, 2002
Gerald, Corey. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT ERESCO, 2010
Nurihsan, Syamsu Yusuf  & Juntika,, Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: Rosdakaraya, 2005
Pihasniwati, PSIKOLOGI KONSELING Upaya Pendekatan Integrasi-Interkoneksi, Yogyakarta: Sukses Offset, 2008.
Rosjidan. Pengantar Teori-teori Konseling. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen DIKT}, 1988
Surya, Muhamad   Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Teori & Konsep), Yogyakarta: Kota Kembang, 1988.
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Yogyakarta: UII Pers, 2007
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas




[1] Yusuf Syamsu & Juntika, Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Rosdakaraya). 2005, h. 9
[2] Perilaku adaptif  adalah tingkat kemampuan/keefektifan seseorang dalam memenuhi standar kemandirian pribadi dan tanggung jawab sosial yang diharapkan untuk usia dan budaya kelompoknya,  AAMD (the American Association on Mental Deficiency, 1983)
[3] Pihasniwati, PSIKOLOGI KONSELING Upaya Pendekatan Integrasi-Interkoneksi, (Yogyakarta: Sukses Offset), 2008, h..100
[4] Reinforcement (penguatan) adalah proses belajar untuk meningkatkan kemungkinan dari sebuah perilaku dengan memberikan atau menghilangkan rangsangan. Prinsip penguatan dibagi menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.
[5] Muhamad Surya, h.186
[6] http//Hikmah NasutionOPERANT CONDITIONINGFree Blogger Template, 2008
[7] Muhamad Surya, Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Teori & Konsep), (Yogyakarta: Kota Kembang), 1988. h.188

[8] Rosjidan. Pengantar Teori-teori Konseling. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen DIKTI}, 1988, h. 225
[9] Persuasi adalah komunikasi yang digunakan untuk mempengaruhi dan meyakinkan orang lain (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas) 
[10] Gerald, Corey. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.(Bandung : PT ERESCO), 2010. h. 301
[11]Premis: apa yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan kemudian; dasar pemikiran; alasan/asumsi
[12] Gerald, Corey, 54-55
[13] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta: UII Pers), 2007, h. 51
[14] Hamdani Bakran, Konseling & Psikoterapi Islam, (Yogyakarta: Rajawali Pers), 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar