Senin, 26 Oktober 2015

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI BUWAIHI

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
          Sejarah pendidikan merupakan bagian sejarah kebudayaan umat manusia, karena mendidik berarti pula suatu usaha untuk menyerahkan atau mewariskan kebudayaan. Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam  Al-Qur`an dan terjabar dalam Sunnah Rasul bermula sejak Nabi Muhammad SAW. menyampaikan ajaran tersebut pada umatnya.
          Sejarah pendidikan Islam pada hakikatnya tidak terlepas dari sejarah Islam, oleh karena itu priodesasi sejarah pendidikan Islam terdapat dalam priode-priode sejarah Islam itu sendiri, secara garis besar Harun Nasution membagi sejarah Islam ke dalam tiga priode, yaitu: priode klasik, pertengahan dan modern, kemudian perinciannya dapat dibagi menjadi 5 masa, yaitu:
1.    Masa hidupnya nabi Muhammad SAW. (571-632 M)
2.    Masa kholifah yang empat (Khulafaur Rosyidin/Abu Bakar Siddiq, Umar Bin Kathab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib/
     632-661 M)
3.    Masa kekuasaan Ummayah di Damaskus (661-750 M)
4.    Masa kekuasaan Abbasiyah di Baghdad (750-1250 M)
5.    Masa dimana jatuhnya kekuasaan kholifah di Baghdad tahun 1250 M sampai sekarang.
          Pada masa Daulah Abbasiyah merupakan masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah ''The Golden Age''. Pada masa itu umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Bani Abbas mewarisi imperium besar Bani Ummayah. Hal ini memungkinkan mereka dapat mencapai hasil lebih banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani Ummayah yang besar.[1]j
          Daulah Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa, yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Saljuk. Pada makalah ini kami akan menyampaikan pokok bahasan mengenai Pendidikan Islam pada masa Dinasti Buwaihi.

B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana perkembangan Pendidikan pada masa Bani Buwaihi?
2.    Siapa saja para ilmuwan pada masa Bani Buwaihi?
3.    Apa karya-karya para ilmuwan pada masa Bani Buwaihi?

C.  Tujuan
1.    Agar mengetahui perkembangan Pendidikan pada masa Dinasti  Buwaihi.
2.    Agar mengetahui para ilmuwan pada masa Bani Buwaihi dan karya-karya mereka.
3.    Agar menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya.

D.  Metode Pengumpulan Data
1.    Membaca buku-buku
2.    Media masa dan internet


BAB II
DINASTI BUWAIHI
(334-447 H/945-1055 M)u

       Pokok bahasan dalam makalah ini ialah Pendidikan pada masa Dinasti Buwaihi. Sebelum masuk pada pokok bahasan tersebut, perlu kiranya kami menyampaikan secara ringkas mengenai Dinasti Buwaihi. Dinasti ini merupakan bagian dari sejarah peradaban Islam yang pernah berkuasa di Irak. Keberadaan dan kekuasaannya akan memberikan citra terhadap perkembangan peradaban Islam masa lalu dan memberikan inspirasi bagi generasi berikutnya.
        Ada beberapa riwayat tentang asal usul Bani Buwaihi diantaranya:
1.    Buwaihi berasal dari keturunan seorang pembesar yaitu Menteri Mahr Nursi.
2.    Ada yang mengatakan Buwaihi adalah keturunan Dinasti Dibbat suatu dinasti di Arab.
3.    Buwaihi adalah keturunan raja Persi.
4.    Buwaihi berasal dari nama seorang laki-laki miskin yang bernama Abu Syuja’ yang hidup di negeri Dailam sebelah barat daya laut Kaspia yang telah tunduk pada kekuasaan Islam pada masa khalifah Umar Bin Khatab, Abu Syuja’ adalah seorang nelayan yang kegiatan sehari-harinya memancing ikan.[2]
      Para ahli sejarah lebih mempercayai pendapat ke empat hal ini dibuktikan oleh perkataan Ahmad Bin Buwaihi yang sering melontarkan kata-kata “Aku pernah menjunjung kayu api di kepala ku” untuk mengenang masa-masa pahit sebelum menjadi pembesar kala itu.
        Masa pemerintahan Buwaihi yang merupakan periode ketiga dari pemerintahan Bani Abbasiyah, dimana kekhilafahannya dikuasai oleh bani Buwaihi sejak 334-447 H/945-1055 M. seperti yang lebih dipercayai oleh para ahli sejarah, dibangun oleh tiga putra Abu Syuja’ Buwaihi, seorang nelayan di wilayah Dailam, ketiganya adalah, Ali bin Buwaihi, Hasan dan Ahmad. Untuk keluar dari tekanan kemiskinan, tiga bersaudara ini memasuki dinas militer yang ketika itu dipandang banyak mendatangkan rezeki.[3] Dalam sejarahnya ketiga bersaudara ini membangun karir militer mereka pada Dinasti Bani Saman. Tak lama kemudian mereka bergabung dengan pasukan Mardawij Ad-Dailamy, karena prestasi mereka yang menonjol panglima Mardawij mengangkat Ali sebagai gubernur Al-Karaj, sedangkan Hasan dan Ahmad menduduki jabatan penting.
     Di tengah menguatnya militer Bani Buwaihi, kekuatan dinasti Abbasiyah malah semakin menurun dan dilanda kekacauan. Persaingan dan perebutan jabatan Amir Umara di antara Wazir [4] dan panglima militer yang dikuasai orang-orang Turki. Maka fase yang paling gelap dalam sejarah kekhalifahan ini dimulai ketika Khalifah Al-Mustakfi Billah terpaksa meminta bantuan kepada pemimpin Buwaihi yaitu Ahmad untuk memasuki Baghdad untuk mengangkatnya sebagai Amir Umara.[5] Dari Shiraj Ahmad menyerang Baghdad pada tahun 945 M dan berhasil mengusir militer Turki dari sana. Pasukan Buwaihi ini mendapat sambutan dari Khalifah Al-Mustakfi salah satu khalifah Dinasti Abbasiyah, Ahmad menerima gelar Mu’izz Daulah dan memerintah sebagai wazir utama dan mengambil kekuasaan atas orang-orang Sunni.[6] Sedangkan Ali dan Hasan mendapat gelar masing-masing sebagai Imad Daulah dan Rukn Daulah.
          Pemerintahan Bani Buwaihi  membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara, Ali menguasai wilayah bagian selatan negeri Persia, Hasan menguasai wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah Al-Ahwaz, Wasit dan Baghdad.  Sejak saat itulah Kekhalifahan Abbasiyah dikendalikan para amir Bani Buwaihi. Khalifah tidak lebih hanya sebagai simbol, tidak berdaya dan tidak memiliki kekuatan politik dan militer. “Pada masa pemerintahan Bani Buwaihi inilah, para Khalifah Abbasiyah hanya tinggal namanya saja,” tutur Prof. Badri Yatim. Sebab, pelaksanaan pemerintahan berada dalam genggaman amir-amir Buwaihi. Dinasti Buwaihi pun memindahkan pusat kekuasaannya dari Syiraz ke Baghdad. Di kota itu mereka membangun istana-istana yang disebut     Dar Al-Mamlakah (rumah kerajaan). Meski begitu, pusat Dinasti Buwaihi yang sebenarnya berada di Syiraz, tempat Ali bin Buwaihi (saudara tertua) bertahta. Berkuasanya Bani Buwaihi di Baghdad ternyata mampu menyatukan kembali dinasti-dinasti kecil yang sempat menyatakan keluar dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah.[7]
          Sebenarnya keturunan Bani Buwaihi adalah  keturunan kaum Syi’ah, dan bukan keturunan Bani Abbas secara langsung pada saat itu. Meskipun Khalifah dan sebagian umat Islam sangat tertekan akibat paham yang dianut oleh dinasti ini, akan tetapi banyak kemajuan-kemajuan yang dicapai pada masa dinasti ini berkuasa. Masa kejayaan Bani Buwaihi merupakan era transisi berakhirnya kekuasaan bangsa Arab di Kekhalifahan Abbasiyah. Selama mengendalikan kekuasaannya di Baghdad,
          Dinasti Buwaihi turut berjasa mengembangkan supremasi (kekuasaan tertinggi) peradaban Islam di bidang ilmu pengetahuan dan sastra. Di zaman Dinasti Buwaihi, terutama ketika kepemimpinan ‘Adud Al Dawlah, dalam mendukung pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan sastra beliau melakukan pengembangan antara lain memperindah Baghdad, memperbaiki kanal-kanal yangs sudah usang dan di beberapa kota-kota lain, mendirikan sejumlah masjid, rumah sakit dan gedung-gedung publik, observatorium[8] (tempat peneropongan bintang) yang terkenal dan lain-lain.
          Setelah mengalami masa kemajuan, akhirnya Dinasti Buwaihi mengalami kejatuhannya berawal setelah generasi pertama tiga bersaudara tersebut, kekuasaan menjadi ajang pertikaian di antara anak-anak mereka. Masing-masing merasa paling berhak atas kekuasaan pusat. Misalnya, pertikaian antara 'Izz al-Daulah Bakhtiar, putera Mu'izz al-Daulah dan 'Adhad al-Daulah, putera Imad al-Daulah, dalam perebutan jabatan amir al-umara. Perebutan kekuasaan di kalangan keturunan Bani Buwaih ini merupakan salah satu faktor internal yang membawa kemunduran dan kehancuran pemerintahan mereka. Faktor internal lainnya adalah pertentangan dalam tubuh militer, antara golongan yang berasal dari Dailam dengan keturunan Turki.
          Ketika Amir al-Umara dijabat oleh Mu'izz al-Daulah persoalan itu dapat diatasi, tetapi manakala jabatan itu diduduki oleh orang-orang yang lemah, masalah tersebut muncul ke permukaan, mengganggu stabilitas dan menjatuhkan wibawa pemerintah. Sejalan dengan makin melemahnya kekuatan politik Bani Buwaihi, makin banyak pula gangguan dari luar yang membawa kepada kemunduran dan kehancuran dinasti ini. Faktor-faktor eksternal tersebut di antaranya adalah semakin gencarnya serangan-serangan Bizantium ke dunia Islam, dan semakin banyaknya dinasti-dinasti kecil yang membebaskan diri dari kekuasaan pusat di Baghdad. Dinasti-dinasti itu, antara lain dinasti Fathimiyah yang memproklamasikan dirinya sebagai pemegang jabatan khalifah di Mesir, Ikhsyidiyah di Mesir dan Syria, Hamdan di Aleppo dan lembah Furat, Ghaznawi di Ghazna dekat Kabul, dan dinasti Saljuk yang berhasil merebut kekuasaan dari tangan Bani Buwaihi.
          Jatuhnya kekuasaan Bani Buwaihi ke tangan Saljuk bermula dari perebutan kekuasaan di dalam negeri. Ketika al-Malik al- Rahim memegang jabatan Amir al-Umara, kekuasaan itu dirampas oleh panglimanya sendiri, Arselan al-Basasiri. Dengan kekuasaan yang ada di tangannya, al-Basasiri berbuat sewenang-wenang terhadap Al-Malikal-Rahim dan Khalifah al-Qaim dari Bani Abbas; bahkan dia mengundang khalifah Fathimiyah (al-Mustanshir), untuk menguasai Baghdad. Hal ini mendorong khalifah meminta bantuan kepada Tughril Bek dari dinasti Saljuk yang berpangkalan di negeri Jabal. Pada tanggal 18 Desember 1055 M/447 H. pimpinan Saljuk itu memasuki Baghdad. Al-Malik al-Rahim, Amir al-Umara Bani Buwaihi yang terakhir, dipenjarakan dan mengakhiri hidupnya dalam kurungan[9].
          Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Bani Buwaihi dan bermulailah kekuasaan Dinasti Saljuk. Pergantian kekuasaan ini juga menandakan awal periode keempat khilafah Abbasiyah.


BAB III
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI BUWAIHI

          Seperti yang telah kami sampaikan pada bab sebelumnya bahwasanya di masa kekuasaan Dinasti Buwaihi banyak terdapat kemajuan di berbagai aspek terutama dalam bidang pendidikan, khususnya dibawah kepemimpinan ‘Addud  Ad-Daulah (949-983 M). Hal yang menarik yang bisa kita banggakan dalam pola dan tatanan kehidupan masyarakat pada masa dinasti ini.
          Sebagaimana para khalifah Abbasiyah periode pertama, para penguasa Bani Buwaihi mencurahkan perhatian secara langsung dan sungguh-sungguh terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan kesusasteraan. Para pangeran dan wazir dinasti ini menjadi contoh dalam memberikan dukungan terhadap berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Pada masa tersebut, Baghdad sebagai tempat berkembangnya dinasti tersebut mengalami kemajuan yang sangat pesat. Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan. Kedekatannya dengan para Ilmuwan menjadikan loyalitas mereka terhadap pemerintahan sangat tinggi. Istana pemerintahan pernah dijadikan sebagai tempat pertemuan ilmuwan saat itu. Bahkan saat itu dibangun Rumah sakit besar (Bimaristan al-Adhudi) yang terdiri dari 24 orang dokter, dan digunakan juga sebagai tempat praktek mahasiswa kedokteran saat itu. 
          Di bidang sastra, para penguasa saling berlomba-lomba dalam mengumpulkan para sastrawan untuk menyampaikan syair-syair indahnya di istana. Sehingga bukan sebuah keanehan jika sarjana dan penyair sering kali melakukan pengembaraan dari satu istana menuju istana yang lain. Para penguasapun sering mengumpulkan para kerabatnya dalam sebuah majlis atau pertemuan untuk mempelajari disiplin ilmu pengetahuan seperti; ilmu kalam, hadits, fikih, kesusastraan dan lain sebagainya dengan dipandu oleh para guru yang diundang secara khusus ke dalam istana. Selain di istana, pertemuan dalam membahas ilmu pengetahuan juga diselenggarakan di masjid-masjid, rumah-rumah pribadi, kedai-kedai, alun-alun bahkan di taman-taman kota.
          Pada masa Dinasti Buwaihi merupakan titik puncak dari apa yang disebut "humanisme", karena betapa kosmopolitannya atmosfer budaya pada saat itu. Percampuran pemikiran di antara orang-orang Islam, Kristen, Yahudi, Kaum Pagan, kelompok-kelompok aliran Teologi dan kelompok Religius sangat menghargai pluralitas. Titik tolak kesepakatan mereka adalah bahwa "ilmu-ilmu kuno" adalah milik seluruh umat manusia dan tidak ada satu kelompok religius atau kultural manapun yang dapat mengklaim kepemilikan eksklusif  ilmu-ilmu tersebut. Dimana semangat pluralitas itu mereka kembangkan atas prinsip "shadaqah" yang diartikan "persahabatan" yaitu sebuah prinsip hubungan lintas budaya dan religius yang mendasarkan hubungannya pada kemanusiaan.  Ini berarti hubungan mereka tidak didasarkan pada ras, suku atau agama, tetapi pada kenyataan bahwa mereka adalah manusia.[10]
          Dan pada masa ini  juga dilakukan penerjemahan terhadap ratusan karya-ilmiah Yunani-Romawi ke bahasa Arab oleh Hunain Ibn Ishaq, penerjemah Kristen Nestorian, Yuhanna ibn Hailan dan sebagainya. Yang bertempat di Baghdad dan Iran sebagai pusat peradaban Islam dengan beragam istana, dibawah kontrol dinasti Buwaihi yang dipimpinan oleh 'Adhud Al-Daulah.
          Sumbangan ilmuwan dan intelektual yang berada dalam lindungan dan dukungan para penguasa Buwaihi ini bagi pengembangan ilmu pengatahuan sungguh sangat besar. Tidak cuma itu, Philip K Hitti dalam bukunya History of Arab juga mencatat peran penting Bani Buwaihi dalam pembangunan di kota Baghdad. Menurut Hitti, di era kekuasaannya, para penguasa Buwaihi berhasil membangun masjid, rumah sakit, serta kanal-kanal. Pembangunan infrastruktur itu turut membuat sektor ekonomi, pertanian, perdagangan dan industri menggeliat.[1
          Menurut Ensiklopedi Britannica Online, penguasa Buwaihi sempat membangun bendungan jembatan yang membelah Sungai Kur dengan Shiraz. Jembatan itu mampu menyambungkan Dinasti Buwaihi dengan  kerajaan lainnya seperti Samanid, Hamdaniyah, Bizantium dan Fatimiyah. Penguasa Buwaihi pun turut menopang geliat seni dan kesusasteraan.[12]
          Pada masa Bani Buwaihi ini banyak bermunculan ilmuwan besar.  Berikut akan kami sampaikan beberapa ilmuwan pada masa Bani Buwaihi beserta karya-karya mereka, di antaranya yaitu:

1.    Ibn Sina (370-428 H/980-1037M)
          Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Sina. Di kalangan masyarakat Barat beliau dikenal dengan nama “Avicienna”. Ibnu Sina lahir pada bulan Shafar 370 H atau di bulan Agustus 980  M. di Afsyahnah, satu desa dekat Bukhara (dulu termasuk wilayah Persia, namun sekarang merupakan bagian dari Uzbekistan).
          Ibnu Sina adalah salah seorang tokoh besar Islam. Selain sebagai ahli kedokteran, Ibnu Sina juga dikenal sebagai filosof, astronom, ilmu jiwa (psikolog handal), pujangga, pendidik dan sarjana Muslim yang hebat. Beliau adalah filosof dari Timur. Hal itu bukan saja diakui orang-orang Arab melainkan juga ilmuwan Barat. Menurut mereka Ibnu Sina adalah orang yang jenius, cerdik, dan pintar. Ibnu Sina telah meninggalkan karya-karya agung yang dapat membantu meningkatkan keluhuran harkat umat manusia. Tidak berlebihan jika para penulis Prancis memberinya gelar “Aristoteles Islam” atau juga “Hipocrates Islam”.
          Berikut ini adalah daftar buku-buku yang dihasilkan oleh Ibnu Sina:
1)        Al-Qanun (Aturan) 10 jilid,
2)        Al-Syifa’ (Penyembuhan atau Pengobatan) 8 jilid,
3)        Al-Isyarat (Petunjuk) 1 jilid,
4)        AL-Majmu’ (Himpunan) 1 jilid,
5)        Al-Biir wa a-l Itsm (Perbuatan baik dan dosa) 2 jilid,
6)        Al-Arshad al-Kulliyyat (Petunjuk Lengkap) 1 jilid,
7)        Al-Hashil wa Al-Mahshul (pokok-pokok) 2 jilid,
8)        An-Najad (pembebasan) 3 jilid,
9)        Al-Inshaf (keputusan) 20 jilid,
10)    Al-Hidayat (petunjuk) 1 jilid,
11)     Dll.
          Beliau wafat di Hamadzan pada hari jum’at di bulan Ramadhan 428 H dalam usia 58 tahun. Jenazahnya dimakamkan di kota tersebut dan hingga sekarang masih ramai dikunjungi orang dari berbagai penjuru dunia.[13]

2.    Al-Farabi (257-337 H/870-950 M)
          Al-Farabi, nama lengkapnya adalah Abu Muhammad ibn Muhammad Ibn Tarkhan ibn Auzalagh. Beliau lahir di Wasij, distrik Farab (sekarang dikenal dengan kota Atrar/Transoxiana). Turkistan pada tahun 257 H /870 M. dan wafat pada tahun 337 H/950 M. Ayahnya seorang jendral berkebangsaan Persia dan ibunya berkebangsaan Turki.[14] Beliau dikenal dikalangan Latin Abad Tengah dengan sebutan Abu Nashr (Abunaser), sedangkan sebutan nama al-Farabi diambil dari nama kota Farab, tempat ia dilahirkan.[15]Al-Farabi mempunyai sebutan layaknya sebutan nama bagi orang-orang Turki, ini dikarenakan ibunya berasal dari negara Turki.
          Sejak kecil al-Farabi sudah tekun dan rajin belajar, apalagi dalam mempelajari bahasa, kosa kata, dan tutur bahasa beliau  telah cakap dan luar biasa. Penguasaan terhadap bahasa Iran, Turkistan dan Kurdikistan sangat beliau pahami. Malah sebaliknya, bahasa Yunani dan Suryani sebagai bahasa ilmu pengetahuan pada waktu itu tidak beliau kuasai.
          Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa Farabi dapat berbicara dalam tujuh puluh macam bahasa; tetapi yang dia kuasai dengan aktif hanya empat bahasa; Arab, Persia, Turki, dan Kurdi.[16]
          Menurut literatur, al-Farabi dalam usia 40 tahun pergi ke Baghdad, sebagai pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia di kala itu. Beliau belajar kaidah-kaidah bahasa Arab kepada Abu Bakar al-Saraj dan belajar logika serta filsafat kepada seorang Kristen, Abu Bisyr Mattius ibnu Yunus. Kemudian, beliau pindah  ke Harran, pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil dan berguru kepada Yuhanna ibnu Jailani. Tetapi tidak berapa lama di Harran, beliau kembali ke Baghdad untuk memperdalam ilmu filsafat. Selama di Baghdad beliau banyak menggunakan waktunya untuk berdiskusi, mengajar, mengarang, dan mengulas buku-buku filsafat. Dalam dunia intelektual Islam beliau mendapat kehormatan dengan julukan al-Mu’allim al-Sany (guru kedua), sedangkan yang menjadi guru pertama adalah Aristoteles yang menyandang gelar al-Mu’allim al-Awwal (guru pertama), selain itu al-Farabi juga meyandang predikat al-Syaikh al-Rais (Kiyai Utama), gelar-gelar ini didapatkan karena beliau banyak memamhami filsafat Aristoteles.
          Sebagai seorang filosof yang ternama, dalam hidupnya beliau dikenal seorang yang tidak berkecimpung di dunia politik pemerintahan. Atas dasar inilah beliau mendapatkan sebuah kebebasan dalam mengeluarkan pemikirannya yang tidak terikat dengan dogma-dogma yang berbau politik di kala itu. Satu sisi menguntungkan dirinya, tetapi kalau dilihat dari segi pemerintahan maka beliau juga rugi karena kurangnya pengalaman dalam mengelola urusan kenegaraan, juga untuk menguji teori-teorinya terhadap kenyataan politik di kala itu.
          Di antara pemikiran al-Farabi dituliskan menjadi sebuah karya, namun ciri khas karyanya al-Farabi bukan saja mengarang kitab-kitab besar atau makalah-makalah, beliau juga memberikan ulasan-ulasan serta penjelasan terhadap karya Aristoteles, Iskandar Al-Dfraudismy dan Plotinus.

          Di antara ulasan al-Farabi terhadap karya-karya mereka adalah sebagai berikut:
a.    Ulasannya terhadap karya Aristoteles:
1)   Burhan (dalil),
2)   Ibarat (keterangan),
3)   Khitobah (cara berpidato),
4)   Al-Jadal (argumentasi/berdebat),
5)   Qiyas (analogi),
6)   Mantiq (logika)
b.    Ulasannya terhadap karya Plotinus: ”Kitab al-Majesti fi-Ihnil Falaq”,
c.    Ulasannya terhadap karya Iskandar: Al Dfraudisiy tentang ”Maqalah Fin-nafsi”.

Sedangkan karya-karya nyata dari al-Farabi lainnya:
a.    Al-Jami’u Baina Ra’yani Al-Hkiman Afalatoni Al Hahiy wa Aristho-thails (pertemuan/penggabungan pendapat antara Plato dan Aristoteles),
b.    Tahsilu as Sa’adah (mencari kebahagiaan),
c.    As Suyasatu Al Madinah (politik pemerintahan),
d.   Fususu Al Taram (hakikat kebenaran),
e.    Arro’u Ahli Al Madinati Al Fadilah (pemikiran-pemikiran utama pemerintahan),
f.     As Syiasyah (ilmu politik),
g.    Fi Ma’ani Al Aqli,
h.    Ihsho’u Al Ulum (kumpulan berbagai ilmu),
i.      At Tangibu ala As Sa’adah,
j.      Isbatu Al Mufaraqat,
k.    Al Ta’liqat.[17]

3.    Ibn Maskawaih (320-421 H//932-1030 M)
          Nama lengkap Ibn Miskawaih adalah Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Ya’qub bin Maskawaih. Ia lahir di Rayy (Teheran, ibu kota Republik Islam Iran sekarang) pada tahun 320 H/932 M dan wafat pada usia lanjut di Isfahan pada tanggal 9 Shafar 421 H/16 Pebruari 1030 M. Ibnu Maskawaih hidup pada masa pemerintahan dinasti Buwaihi di Baghdad yang sebagian besar pemukanya bermazhab Syi’ah.[18]
          Ibnu Miskawaih lebih dikenal sebagai filsuf akhlak daripada sebagai cendekiawan Muslim yang ahli dalam bidang kedokteran, ketuhanan, maupun agama.[19] Dia adalah orang yang paling berjasa dalam mengkaji akhlak secara ilmiah. Bahkan pada masa dinasti Buwaihi, dia diangkat menjadi sekretaris dan pustakawan.[20] Dulu sebelum masuk Islam, Ibnu Miskawaih adalah seorang pemeluk agama Magi, yakni percaya kepada bintang-bintang.[21]
          Ada beberapa prediksi yang dilekatkan pada Ibnu Miskawaih, yaitu ahli bahasa dan sastra, penyair, intelektual profsional, seorang hakim yang bijak, sejarawan, filosof etika dan sastra, dan sufi. Tidak salah bila abu Hayyan al Tauhidi (400 H)) mengatakan “Miskawaih adalah pribadi yang memiliki bahasa sastra yang indah, gagasan-gagasan yang segar, halus budi, mudah dipahami, ulet dan tidak banyak mengeluh, hati-hati dalam mendidik. Juga abu manshur al-tsalabi (421H) menerangkan bahwa Ibnu Miskawaih adalah pribadi mulia yang penuh keutaman, ahli sastra, ahli Balagoh dan penyair.[22]
          Adapun karya-karyanya yaitu:
1)        Tahdzib al-akhlaq wa tathir al-a’raq, sebuah kitab yang mendeskripsikan etika dan filsafat social masyarakat terdahulu. Suatu bentuk pemilihan antara perilaku yang sesuai dengan syari’at  dan perilaku yang menyimpang,  beberapa pengalaman hidup yang dilaluinya, dan jalan metodologis kearah etika yang baik.
2)        Kitab al-Sa’adah, sebuah kitab filsafat etika yang menjadi orientasi semua manusia. Kitab ini disusun sebagai hadiah bagi ibn al-Amid, gurunya di Ray.
3)        Kitab fawz al shagir, sebuah kitab pegangan untuk mmperoleh “keuntungan” yang besar dalam sekolah kehidupan.
4)        Kitab fawz al-shagir, sebuah kitab pengangan untuk kehidupan sehari-hari.
5)        Kitab Jawidan khard, sebuah kitab Persia yang berisi tentang hikmah-hikmah dan sastra.
6)        Tajarib al-umam, sebuah kitab sejarah
7)        Kitab uns al-farid, sebuah kitab ringkasan yang didalamnya dibahas kisah-kisah, syair-syair, hikmah-hikmah, dan perumpamaan-perumpamaan.
8)        Kitab al Sayr, sebuah kitab sejarah perjalanan seseorang dan pelbagai problematika yang dihadapinya, serta dibubuhkan pula jalan keluarnya.
9)        Kitab al mustwfa, sebuah kitab berisi syair-syair pilihan.
10)    Kitab al-adwiyah al-mufrodah, al asy ribah, fi tarqibal-bajat min al-ath’imah, semuanya berbicara mengenai kedokteran, kesehatan dan gizi yang baik untuk manusia.[23]

4.    Al-Mas`udi (283-345H/895-956M)
          Al-Mas'udi atau Abu al-Hasan Ali ibn al-Husayn ibn Ali al-Mas'udi adalah ahli sejarah dan ahli geografi yang lahir di Baghdad, Iraq menjelang akhir abad ke-9 M. Menurut buku ber­judul Al-Mas’udi and His World, al-Mas’udi dilahirkan pada tahun 283 H atau 895 M di kota Baghdad. Al Masudi dilaporkan meninggal dunia di Fustat (Mesir) pada tahun 345 H atau 956 M.[24]
          Al-Mas'udi banyak menghasilkan karya diantaranya:
1)        Zakha'ir al-Ulum wa Ma Kana fi Sa'ir ad Duhur (Khazanah Ilmu pada Setiap Kurun)
2)        Al-Istizhar Lima Marra fi Salif al-A'mar tentang peristiwa-peristiwa masa lalu. Buku ini dan buku di atas telah diterbitkan kembali di Najaf pada tahun 1955.
3)        Tarikh al-Akhbar al-Umam min al-Arab wa al'Ajam (sejarah Bangsa Arab dan Persia)
4)        Akhbar az-Zaman wa Man Abadahu al-Hidsan min al-Umam al-Madiyan wa al-Ajyal al-Haliyah wa al-Mamalik al-Dasirah, berisi tentang sejarah umat manusia masa lampau dan bangsa-bangsa sekarang serta kerajaa-kerajaan mereka. Buku yang terdiri dari 30 jilid ini tidak sampai ke tangan generasi sekarang. Yang ada sekarang adalah ringkasannya, namun tidak diketahui pengarangnya. Beberapa manuskrip menyebutkan bahwa ringkasan itu justru merupakan jilid pertama dari kitab itu. Meskipun demikian, materinya termuat di dalam dua karya berikutnya.
5)        Al-Ausat, berisi kronologi sejarah Umum.
6)        Muruj az-Zahab wa Ma'adin al-Jawahir (Padang Rumput Emas dan Tambang Batu Permata) disusun tahun 947 M.
Kitab Muruj az-Zahab wa Ma'adin al-Jawahir terdiri atas dua bagian besar.
·      Pertama, berisi sejarah penciptaan alam dan manusia, sifat-sifat bumi, laut peristiwa-peristiwa luar biasa, riwayat nabi-nabi, sejarah bangsa-bangsa kuno dengan agama dan alirannya, serta adat istiadat dan tradisi. Al-Mas'udi banyak mengutip karya para sejarawan sebelumnya.
·      Kedua, berisi sejarah Islam mulai akhir masa al-Khulafa ur-Rasyidun (empat khalifah besar) sampai masa awal masa pemerintahan Khalifah al-Mu'ti dari bani Abbasiyah, kehidupan para budak lelaki dan wanita, mawali (orang asing, terutama Persia), kehidupan masyarakat umum, pembangunan (seperti istana) beserta segala perlengkapannya, kebiasaan para pembesar, dan adat istiadat serta tradisi negeri-negeri yang dikunjunginya. Al-Mas'udi banyak memaparkan pembagian bumi ke dalam beberapa wilayah. Menurutnya bentuk daratan dan lautan merupakan segmen sebuah bola. Kitab yang sekarang disebut kutab turas (Khazanah Islam Klasik) ini diterbitkan kembali tahun 1895 di Kairo. Kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh A. Sprenger (London, 1841). Pada tahun 956 al-mas'udi sebenarnya telah menyelesaikan penulisan sebuah kitab yang konon cakupannya lebih luas dari kitab di atas, tetapi kitab tersebut belum ditemukan.
7)        At-Tanbih wa al-Israf  (Indikasi dan Revisi) ditulis tahun 956. Kitab yang merupakan ringkasan dan memuat beberapa revisi dari tulisannya yang lain, juga memuat pandangan filsafat-filsafatnya tentang alam dan sejarah. Ia memaparkan pemikirannya tentang evolusi alam, yaitu dari mineral, tanama, hewan, sampai manusia. Sebagai contoh terjadinya evolusi itu, ia berpendapat bahwa jerapah adalah hibrida dari unta dan macan tutul (phanter). Pendapat ini berbeda dengan pendapat ilmuwan Muslim lainnya, yaitu al-Jahiz dan Abu Yahya al-Qazwini, yang menyatakan bahwa jerapah adalah hibrida dari unta betina liar dan hiena jantan. Kitab ini diedit oleh M.J de Goeje (Leiden, 1894) dan telah pula diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh Carra de Vaux (Paris, 1897).
8)        Al-Qadaya wa at-Tajarib (Peristiwa dan Pengalaman)
9)        Mazahir al-Akhbar wa Tara'if al-asar (Fenomena dan Peninggalan Sejarah)
10)    As-Safwah fi al-Imamah (tentang Kepemimpinan).

5.    Al-Biruni (973-1048 M)
          Nama lengkapnya adalah Abu ar-Rayhan Muhammad bin Ahmad al Biruni. lahir 5 September 973 di Khwarazm, daerah yang bersempadan Laut Aral yang sekarang dikenal sebagai Karakalpakstan. Kedua kota-kota besar di wilayah ini adalah Kath dan Jurjaniyya. Sejak usia muda, beliau sudah tertarik pada astronomi dan matematika. Beliau banyak belajar kepada astronom dan ahli matematika terkemuka kala itu, Abu Nasr Mansur.  
          Pada tahun 900 atau saat usia beliau baru menginjak 17 tahun, beliau sudah melakukan pengamatan serius dibidang astronomi, yakni dengan menghitung garis lintang Kath melalui pengamatan ketinggian maksimum Matahari. Ketika usia beliau belum genap 22 tahun, beliau telah menulis kertas kerja meski dalam bentuk pendek. Sayangnya, semua kertas kerja beliau hilang ditelan sejarah. Salah satu karya beliau yang bisa selamat adalah kartografi yang berguna dalam proyeksi pembuatan peta. Sepeti halnya mendeskripsikan proyeksi beliau mengenai belahan Bumi melalui pesawat, beliau pada usia 22 tahun dengan fasih membaca proyeksi peta yang ditemukan orang lain dan mendiskusikannya dalam risalah.Ia mahir matematika, astronomi, fisika, sejarah, geografi, bahasa, dan budaya. Al-Biruni menulis banyak buku dalam bahasa Persia (bahasa ibunya) dan bahasa Arab.
         Hasil karya Al-Biruni melebihi 120 buah buku. Sumbangannya pada bidang matematika yakni: Aritmatika teoritis and praktis, Penjumlahan seri, Analisis kombinatorial, Kaidah angka 3, Bilangan irasional, Teori perbandingan, Definisi aljabar, Metode pemecahan penjumlahan aljabar, Geometri, Teorema Archimedes, Sudut segitiga.
          Hasil karyanya selain bidang matematika yaitu:
1)        Kajian kritis tentang ucapan orang India, apakah menerima dengan alasan atau menolak, sebuah ringkasan tentang agama dan filosofi India
2)        Tanda yang Tersisa dari Abad Lampau, kajian komparatif tentang kalender dari berbagai budaya dan peradaban yang berbeda, dihubungkan dengan informasi mengenai matematika, astronomi, dan sejarah.
3)        Peraturan Mas'udi, sebuah buku tentang Astronomi, Geografi dan Keahlian Teknik. Buku ini diberi nama Mas'ud, sebagai dedikasinya kepada Mas'ud, putra Mahmud dari Ghazni.
4)        Pengertian Astrologi, pertanyaan dan jawaban model buku tentang matematika dan astronomi, dalam bahasa Arab dan bahasa Persia
5)        Farmasi - tentang obat dan ilmu kedokteran
6)        Permata, tentang geologi, mineral, dan permata, dipersembahkan untuk Mawdud putra Mas'ud
7)        Buku ringkasan sejarah, Riwayat Mahmud dari Ghazni dan ayahnya
8)        Sejarah Khawarazm

          Buku karyanya tentang sejarah peradaban India yaitu:
1)        Tahqiq ma li al-Hind min Maqulah Maqbulah fi al-Aql Au Mardzulah,
2)        Tarikh al-Umam asy-Syaqiyah, dan
3)        Tarikh al-Hind (sejarah Hindia).

          Buku karyanya dalam bidang matematika antara lain:
1)        Kitabal-Qanun al-Mas’udi fi al-Haya wa an-Nujum (tahun 1030 M) Dalam buku ini beliau membicarakan beberapa theorem trigonometri, astronomi, solar, lunar dan pergerakan planet.

          Dalam bidang filsafat antara lain:
1)        al-Irsyad,
2)        Tahdid Nihayat al-Amakin Litashih Masafat al-Masakin, dll.

Beliau meninggal pada 13 Desember 1048 M di Ghazna (Afghanistan) pada usia 75 tahun , setelah berkhidmat dengan cemerlang dalam kejayaan selama 40 tahun.[25]

6.    Abdurrahman bin Umar as-Sufi Abul Husayn. (291-376 H/903-986 M)
Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Umar as-Sufi Abul Husayn. Beliau lahir tahun 903 M (291 H) di Rayy, Persia, wafat pada tanggal 13 Muharram 376 H/25 Mei 986 M. Beliau seorang astronom terkenal yang bekerja di istana bersama amir Adud al-Dawla. Karyanya yang terkenal adalah Kitab al-Kawakib ats-Tsabit al-Musawwar (tentang catalog bintang).Karya lainnya yang telah diilustrasi kembali seperti Notices at Extraits (oleh Causin de Parceval), Description des Etoiles Fixes par Abd al-Rahman as-Sufi (oleh H.C.F.C Schjellerup di St. Petersburg, 1874).
Beberapa perjuangan beliau yang lain di antaranya:
1)        Mengidentifikasi "The Large Magellanic Cloud" yang pada waktu itu hanya bisa dilihat di daerah Yaman. Dan baru bisa dilihat di daratan Eropa setelah pelayaran Magellan di abad 16.
2)        Beliau merupakan pengamat pertama perihal galaxy andromeda pada tahun 964 M.
3)        Meneliti perihal eliptika pesawat yang cenderung terhadap ekuator langit.
4)        Perhitungan yang sangat akurat perihal perhitungan masa tahun tropis.
5)        Beliau mengamati dan menggambarkan bintang-bintang, posisinya, besarnya bahkan sampai warnanya. Untuk setiap rasi beliau menyediakan dua gambar. Satu gambar terlihat dari bagian luar dan satu gambar yang lain terlihat dari bumi.
6)         As-Sufi juga merupakan seorang yang paling pertama yang mendeskripsikan lebih dari 1000 perbedaan astrolabe, seperti: astronomi, navigasi, survey, ketepatan waktu, kiblat dan lain sebagainya. Dan masih banyak lagi hasil hasil perjuangan beliau yang belum bisa disebutkan.
7)         Beliau merupakan salah seorang astronom yang sangat terkenal. Salah satu karya beliau yang menjadi masterpiece adalah Kitab Suwar al-Kawakib al-Thabita dan dalam bahasa Inggrisnya berjudul Fixed Star (antara tahun 903 dan 986). Buku ini mendeskripsikan perihal tata letak bintang-bintang yang selalu pada posisinya.[26]  

7.    Abul Wafa Al-Buzjani  (940-997998 M)
Abul Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail Buzjani Al-Buzjani lahir di Buzjan, Nishapur, Iran pada 1 Ramadhan 328 H/10 juni 940 M. adalah seorang ahli astronomi dan matematikawan dari Persia. Abul Wafa tumbuh besar di era bangkitnya sebuah dinasti Islam baru yang berkuasa yaitu Dinasti yang bernama Buwaihi di wilayah Persia, Iran dan Irak Iran.  
Beliau adalah seorang ahli matematika Muslim yang fenomenal pada abad ke-10 M. “Ia adalah salah satu matematikus terhebat yang dimiliki perabadan Islam,” papar Bapak Sejarah Sains, George Sarton dalam bukunya bertajuk “Introduction to the History of Science”
Pada tahun 959, Abul Wafa pindah ke Irak, dan mempelajari matematika khususnya trigonometri di sana. Dia juga mempelajari pergerakan bulan, salah satu kawah di bulan dinamai Abul Wáfa sesuai dengan namanya. Salah satu kontribusinya dalam trigonometri adalah mengembangkan fungsi tangen dan mengembangkan metode untuk menghitung tabel trigonometri.
Abul Wafa adalah seorang saintis serba bisa. Selain jago di bidang matematika, ia pun terkenal sebagai insinyur dan astronom terkenal pada zamannya.  Kiprah dan pemikirannya di bidang sains diakui peradaban Barat. Abul Wafa tercatat sebagai matematikus pertama yang mencetuskan rumus umum sinus.
Karya Abul Wafa Al-Buzjani antara lain:
1)        Kitab Al-Madkhal ila Al-Aritsmatiqi, membincangkan tentang arithmatik, yaitu sebahagian daripada cabang ilmu matematik.
2)        Kitab Ma Yahtaju Ilaihi Amal Wa Al-Kitab Min Shina’ati Al-Hisab, secara ringkasnya dikenal dengan nama Al-Manazil Fil Hisab atau Kitab Al-Manazil. Buku ini ditulis oleh Al-Buzjani untuk digunakan oleh pegawai negeri.
Dalam buku itu juga, beliau menerangkan tentang kaedah ilmu hitung India, seperti goresan pada pasir dan bagaimana menghapusnya.
3)        Kitab Al-Manazil telah menjadi dasar dalam menghitung yang pada masa Al-Buzjani. Penamaan buku Al-Manazil didasarkan pada keadaan aslinya, yaitu bahawa buku ini terbagi menjadi tujuh manzilah (tingkatan), dan masing-masing manzilah terbahagi menjadi tujuh bab.
          Abu Al-Wafa telah mencapai kedudukan yang paling tinggi dalam ilmu matematik. Karya-karya atau tulisan Al-Buzjani memiliki banyak keistimewaan dan segala karyanya dapat dimanafaatkan oleh semua orang. Segala isi karyanya begitu lengkap dan tidak mungkin dapat dilakukan oleh mereka yang bukan pakar atau ahli khusus dalam bidang tersebut.[27]
8.    Abu Bakr Muhammad Al-Karaji (953-1029 M)
Ilmuwan bernama lengkap Abu Bakar bin Muhammad bin Al Husain al-Karajī atau al-Karkhī (953 di Karajatau Karkh-1029) adalah seorang ahli matematika dan ahli mesin terkemuka di Persia pada abad ke-10/abad ke-4 H. Beliau dikenal sebagai Al-Hasib (the calculator, yang berarti ahli matematika).
Di usianya yang masih muda, beliau telah melanglangbuana ke Baghdad. Di pusat pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah, yang saat itu dikuasai Dinasti Buwaihi, beliau memegang posisi tinggi dalam bidang administrasi, sekitar tahun 402 H/1011-12 M. Setelah itu beliau kembali ke tanah kelahirannya.
Al-Karaji diyakini telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi peradaban Islam dan umat manusia saat tinggal di Baghdad. Risalah pentingnya dalam aljabar telah didedikasikan kepada wazir Fakhr al-Mulk, menteri Baha'al-Dawla, penguasa Dinasti Buwaihi di Baghdad.
Al-Karaji meninggalkan pemerintah Abbasiyah untuk hidup dalam apa yang digambarkannya sebagai "mountain countries". Beliau telah menyumbangkan pemikirannya dalam bidang hidrologi dan matematika.[28]

Karya Abu Bakr Muhammad Al-Karaji antara lain:
1)   Inbat al-Miyah al-Khafiya, merupakan satu-satunya buku teknik mesin karya Al-Karaji. Buku tersebut dicetak ulang pada era modern di Haydarabad tahun 1940. Edisi lain dikeluarkan pada tahun 1997 oleh Institute of Arabic Manuscripts di Kairo. Buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa Persia oleh H  Khadiv-Djam pada 1966. Inbat al-Miyah al-Khafiya merupakan karya manual tentang hidrolik air yang sangat baik. Selain membahas hidrologi, buku ini juga berisi beberapa catatan biografis otomatis, serta diskusi dari serangkaian konsep relatif terhadap geografi dunia. Tak hanya itu, buku ini juga dilengkapi dengan beberapa pertanda dalam fenomena alam dan memberikan perhatian yang besar untuk survei teknik, terutama hidrologi.
Sebagai risalah ilmiah, buku ini merupakan kontribusi asli dalam hidrologi, survei dan aspek lain dari geologi, dan membuktikan lanjutan kepada pengetahuan tentang tanah sekitar abad ke-10 M di  dunia Islam. Al-Karaji mengungkap secara mendalam dan tentang teori tanah yang terbilang sulit untuk dipahami. Kontribusinya dalam bidang ini adalah yang tertua yang dikenal dalam bentuk teks pada subjek.
2)          Mengenal Qanat,
Qanat adalah teknik irigasi yang khusus untuk memanfaatkan air bawah tanah dengan menggunakan pipa.  Pada era keemasan Islam, qanat merupakan salah satu metode yang paling efektif untuk menyediakan air. Teknik itu kemungkinan berasal dari utara Iran pada era kuno, namun tahap sistem pengadaan air ini melalui jarak jauh telah di gunakan secara luas di dunia Muslim di abad pertengahan dan hingga masa modern.
Satu bagian dari buku itu dikhususkan untuk membahas teknik menjelajahi air tanah, terutama untuk menggali qanat di daerah berpasir. Sebagai contoh, ia menjelaskan cara survei tentang kemiringan qanat dan bagaimana bekerja di bawah keadaan yang sulit. Pada keadaan tertentu, al-Karaji menyarankan agar pembangunan qanat dihentikan, karena bisa membahayakan keselamatan.
Kesimpulannya,
Tampak jelas bahwa Al-Karaji telah akrab dengan dasar hidrologi, geologi, teknik dan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan tanah air, yang dikenal saat ini. Al-Karaji memamerkan keterampilan dan keahlian yang luas dalam diskusi tentang  pembangunan qanat, klasifikasi tanah,  mencari air tawar/jernih, dan pengetahuan dalam berbagai jenis aquifers dan karakteristik hidrolis. Al-Karaji pun dikenal sebagai pelopor karya struktur geologi pada penggunaan tanaman tumbuh sebagai indikator dari tanah air waduk (aquifers).[29]

BAB IV
KESIMPULAN

          Dari uraian dalam pembahasan tentang Dinasti Buwaihi di atas dapat di simpulkan bahwa, menurut asal usul penguasanya selama masa 508 tahun Daulah Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa, yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Saljuk.
          Ketika berada di bawah kekuasaan Dinasti Buwaihi kedudukan Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu Bani Buwaihi telah membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara. Ali menguasai wilayah bagian selatan negeri Persia, Hasan menguasai wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah Al-Ahwaz, Wasit dan Baghdad.
          Banyak kemajuan-kemajaun yang terjadi di zaman Dianasti Buwaihi, terutama ketika kepemimpinan ‘Adud Al Dawlah. Dalam dukungannya terhadap pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan sastra beliau melakukan pengembangan antara lain memperindah Baghdad, memperbaiki kanal-kanal yang udah usang, dan di beberapa kota-kota lain, mendirikan sejumlah masjid, rumah sakit dan gedung-gedung publik, observatorium terkenal dan lain-lain.  Dalam bidang pendidikan  banyak bermunculan ilmuwan-ilmuwan di antaranya: Ibn  Sina, Ibn Maskawaih, Al-Farabi, Al-Biruni, Al-Mas`udi, Al-Karaji, Abdurrahman bin Umar as-Sufi Abul Husayn, Abul Wafa Al-Buzjani, dll.
          Demikianlah makalah ini kami susun, karena keterbatasan ilmu dan referensi yang kami miliki, kami mohon maaf apabila makalah ini belum sempurna seperti yang diharapkan. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat.


DAFTAR  PUSTAKA

al-‘Usairy, Ahmad. 2010. Sejarah Islam Jakarta: Akbar Media. Cet. Ke 1
Badri Yatim. 2004. Sejarah Peradaban Islam dirasah islamiyah II, Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
Bosworrt. G.E. 1993.Dinasti-dinasti Islam. Bandung: Mizan.
Farrukh, Omar A.  dalam M.M. Syarif (editor). 2004. Aliran-Aliran Filsafat Islam. Bandung: Nuansa Cendikia.
Hasjmy. A.  1995. Sejara Farrukh, Omar A.  dalam M.M. Syarif (editor). 2004. Aliran-Aliran Filsafat Islam. Bandung: Nuansa Cendikia.
Hitti, Philip. 1997. Dinasti-Dinasti di Timur. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
http//Biografi Orang Sukses Dunia. Thursday, 26 September 2013. Biografi Ibnu Sina – Ilmuwan Muslim Pakar Kedokteran Dunia,
http//Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Al-Mas'udi, terakhir diubah pada 13 Juli 2015
http//Ilmuwan Muslim, matematika, Persia, Biografi Al-Karaji-Ilmuwan Matematika Muslim Pencipta mesin air, POSTED BY MUHAMAD NURDIN FATHURROHMAN.
Imam Tholhah. 2004. Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Yogyakarta.
Karim, Abdul. 2006. Islam di Asia Tengah. Bagaskara Imam.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Lapidus.  1985. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: PT Raja Grapindo. G.E  Bosworrt D
Muhammad jalaluddun Surur. 1976.  Tarikh al-Hadharah al-Islamiah. Fi al-ayarq
          al-fikra
Mustofa. A.  1999. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Nasution. Hasyimsah. 2002. Filsafat Islam. Cet. Ke-3. Jakarta: Gaya Media
          Pratama.
Poerwantana, dkk. 1988. Seluk beluk Filsafat Islam. Cet. Ke-1. Bandung: Rosdakarya.
Sjadzali. Munawir. 1993. Islam dan Tata Negara; ajaran, sejarah dan pemikiran.
          Jakarta:UI Perss.
Syalabi, Ahmad. 1993. Sejarah kebudayaan Islam 3. Pustaka Al-husna. Jakarta.
Soemowinoto, Sarwoko. 2008. Pengantar Filsafat Ilmu Keperawatan.Jakarta:
          Penerbit Salemba Medika.
Soedijarto, dkk. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo. Cet.2
Udin, Wahyudin, dkk. 2008. Fiqih.Bandung:Grafindo Media Pratama.
Wahyu Murtiningsih. 2008. Biografi Para Ilmuwan Muslim.Yogyakarta: Insan
          Madani.
Zar. Sirajuddin. 2009. Filsafat Islam. Filosuf dan Filsafatnya. Jakarta: RajaGrafindo Persada.




[1] A. Hasjmy. 1995. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang. h.21
[2] Ahmad al-‘Usairy. 2010. Sejarah Islam. Jakarta: Akbar Media. Cet. Ke 1, h. 272
[3] Omar A. Farrukh dalam M.M. Syarif (edito). 2004. Aliran-Aliran Filsafat Islam (Bandung: Nuansa Cendikia,),  h. 181  
[4] Wazir secara harfiah berarti "pembantu", adalah sebuah istilah Persia untuk seorang penasihat atau menteri politik (kadang-kadang keagamaan) berkedudukan tinggi, biasanya ditemui dalam sistem monarki Islam seperti Khalifah, Amir,Malik (raja) atau Sultan. http//Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
[5] Philip K. Hitti, History of Arabs, Serambi, Jakarta, h. 598
[6] Dr. Abdul Karim, 2006. MA, Islam di Asia Tengah, Bagaskara, Yogyakarta, h. 24
[7] http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/04/02/m1tp4o-dinasti-buwaihi-rezim-syiah-dalam-kekhalifahan-abbasiyah
8]Observatorium. Nomina (kata benda) gedung yang dilengkapi alat-alat (teleskop, teropong bintang, dan sebagainya) untuk keperluan pengamatan dan penelitian ilmiah tentang bintang dan sebagainya. (Kamus Besar Bahasa Indonesian)
[9] Philip K. Hitti. h. 601
[10] Muhammad Jalaluddun Surur. 1976. Tarikh al-Hadharah al-Islamiah (Fi al-ayarq al-fikral-Arabi). h. 51.
[11] Lapidus. 1985. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: PT Raja Grapindo. h. 231
[12] G.E. Bosworrt. 1993. Dinasti-dinasti Islam. Bandung: Mizan h. 122-123.
             [13] http//Biografi Orang Sukses Dunia, Biografi Ibnu Sina–Ilmuwan Muslim Pakar Kedokteran Dunia, Thursday, 26 September 2013.
             [14] Hasyimsah Nasution. 2002. Filsafat Islam. Cet. Ke-3. Jakarta: Gaya Media Pratama.    h. 32
             [15] Poerwantana, dkk. 1988. Seluk beluk Filsafat Islam. Cet. Ke-1. Bandung: Rosdakarya. h.133
[16] Munawir Sjadzali. 1993. Islam dan Tata Negara; ajaran, sejarah dan pemikiran. Jakarta: UI Perss. h.49
[17] A. Mustofa. 1999. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia. h.127-128
[18] Sirajuddin Zar. 2009. Filsafat Islam: Filosuf dan Filsafatnya. Jakarta: RajaGrafindo Persada. h. 127.
[19] Soemowinoto, Sarwoko. 2008 .Pengantar Filsafat Ilmu Keperawatan.Jakarta: Penerbit Salemba Medika. h. 77
[20] Soedijarto, dkk 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan.Jakarta: PT Grasindo. h. 254 Cet.2
[21]  Wahyudin, Udin, dkk. 2008. Fiqih.Bandung:Grafindo Media Pratama. h. 37
[22] Tholhah.Imam, “Membuka Jendela Pendidikan”. h. 240
[23]Tholhah.Imam. 2004.Membuka Jendela PendidikanJakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Yogyakarta. h. 240-241
`         [24] http//Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Al-Mas'udi, terakhir diubah pada 13 Juli 2015, pukul 11.43.
[25] http//Islam Itu Indah | Buku Laa-tahzan.Al-BIRUNI (973-1048 M) Astronom berjuluk “Guru Segala Ilmu”
[26] http//Biografi Abd ar-Rahman As-Sufi, Written By *Ahsan on Thursday, October 8, 2009 | 12:06 AM
[27] http//Abu al-Wafa’ al-Buzjani/Ummatan Wasatan, June 18, 2010 July 1, 2010 oleh Editor Artikel, Susunan NURULWAHIDA SAMAT
[28] http//ZA&dunia, Inilah Para Ilmuwan Muslim Legendaris dari Dinasti Buwaihi, Senin, 02 April 2012
[29] http//Ilmuwan Muslim, matematika, Persia, Biografi Al-Karaji-Ilmuwan Matematika Muslim Pencipta mesin air, POSTED BY MUHAMAD NURDIN FATHURROHMAN.

1 komentar:

  1. Top 10 best Slots for free or real money in 2021 - Mapyro
    Slots games are 서산 출장샵 a great choice because of the casino-like nature 충청북도 출장안마 of the slots. Players 문경 출장샵 will also get the 거제 출장마사지 chance to 동해 출장안마 experience the game of slots in real-time

    BalasHapus